“Saya mau tanya sama warga, Jakarta sekarang jalannya lebih hitam enggak? Sungai lebih bersih enggak? Anak-anak dapat KJP (Kartu Jakarta Pintar) lebih banyak enggak? Kamu urus izin surat lebih gampang enggak? Ada pungli enggak? Taman-taman lebih hijau enggak?”
Jawaban Ahok terhadap kritikan rendahnya serapan anggaran DKI Jakarta dibawah kepemimpinannya tersebutlah yang menyulitkan saya untuk move on dari Ahok dan mempercayakan sepenuhnya pengelolaan anggaran kepada Gubernur Anies dan Wakilnya Sandiaga Uno.
Semula saya mengira dengan sistem E-budgeting yang diwariskan Ahok, uang-uang kita akan aman. Tetapi ternyata oh ternyata masih ada celah juga untuk “bermain”. Jika Pergub saja dirubah-rubah sesuka hatinya apalagi uang yang begitu menggiurkan. Dan yang saya khawatirkan ternyata benar-benar terjadi. ( Lihat: https://www.Indovoices.com/event/100harikepemimpinananiessandi/revisi-pergub-monas-ujian-anies-untuk-dirinya-sendiri/ )
Lagi-lagi ditemukan dugaan anggaran fiktif dalam pengadaan Pendingin ruangan (AC) yang ingin dibeli Suku Dinas Koperasi, UKM, serta Perdagangan Jakarta Pusat. Dalam laman situs apbd.jakarta.go.id Sudin Koperasi, UKM serta Perdagangan menganggarkan pembelian 2 unit AC tipe CS S18MKP dengan harga satuan Rp 8,4 juta. Terkuak! Berdasarkan penelusuran, AC bermerek Panasonic tersebut ternyata tidak diproduksi lagi.
Berdasarkan situs apbd.jakarta.go.id juga, Suku Dinas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah serta Perdagangan Jakarta Barat juga menganggarkan pembelian 8 unit AC split dengan harga satuan Rp 5,8 juta. Namun, untuk pengadaan ini tidak dicantumkan tipe ACnya. Berdasarkan situs yang sama, AC jenis split itu akan dipakai untuk tempat kumpul kreatif atau co-working space. Total anggaran untuk 2 unit AC itu sebesar Rp 37,1 juta.
Hmm…Mengetahui hal itu dari wartawan, Wakil Gubernur Sandiaga Uno pun meminta pihak Sudin memastikan ketersediaan barang yang senilai.
“Laporin ke Sudin. Thank you. Laporin dan pastiin bahwa itu ada ekuivalennya dan pengadaannya tidak terkendala karena unitnya tidak diproduksi lagi,” ujar Sandiaga di Balai Kota. detik.com
Kita tentu ingat ngototnya Ahok mengawasi anggaran. Jangan coba-coba membuat anggaran pembelian barang tetapi tidak bisa menyebutkan harga satuan barang tersebut. Pasti akan ditolak mentah-mentah dan kalau sedang sial akan “dikatain” oleh Ahok. Makanya, begitu melihat ada anggaran dinas pendidikan dan kebudayaan DKI Jakarta yang tidak jelas, Ahok mememangkasnya hingga sebesar Rp 2,4 ribu miliar atau Rp 2,4 triliun. Baginya, lebih baik uang tidak terserap daripada habis oleh maling-maling. Itu baru dari satu Departemen, belum lagi yang lain-lain. Luar biasa!
Bayangkan harga satuan Pulpen dan Gula pun Ahok perhatikan dengan detail, di jaman Anies malah beli AC tetapi tidak dicantumkan merk dan type-nya. Berbeda dengan Ahok yang sangat detail, Anies dan Sandiaga justru seolah-olah mengabaikan hal-hal kecil yang dianggapnya tidak perlu padahal sesungguhnya disitulah terdapat potensi mark up anggaran.
Lihat saja respon Sandiaga saat ditanya soal anggaran perbaikan air mancur yang mencapai 620 juta rupiah dan biaya pest control atau pembasmi hama rumah dinas yang mencapai lebih dari 200 juta. Sandiaga justru berseloroh dan meminta wartawan yang mengaudit uang-uang tersebut. Katanya nanti Metro TV mengawasi uang untuk tikus, TV One untuk kecoa dan sebagainya. Seolah-olah Sandiaga ingin mengatakan kepada kita “ngapain sih kayak kayak gitu diurusin, enggak penting banget”. hmm…kualitas seorang Sandi benar-benar memprihatinkan.
Sebelas duabelas dengan wakilnya, Gubernur Anies pun meresponi kritikan penyusunan anggaran oleh masyarakat malah dengan menyalahkan pemerintahan sebelumnya. Saat ditanya soal bengkak dan borosnya anggaran Gubernur Anies justru bersyukur karena mendapat perhatian dari warganya. Dia bersyukur bahwa sekarang banyak yang mengawasi. Berbeda dengan tahun lalu yang terlewat karena tidak diawasi. Lah..kok malah mengungkit-ungkit Ahok lagi?
Pernyataan Anies ini merupakan fitnah yang tak berdasar menurut saya. Bukankah di era Ahok semua anggaran justru diumbar ke publik? Bukankah E-budgeting memungkinkan siapapun dimanapun dan kapanpun warga bisa mengakses? Tentu tidak seramai sekarang karena memang di jaman Ahok tidak ada angka yang mencurigakan. Berbeda dengan sekarang yang angka-angkanya menggelembung. Ditambah lagi sekarang kantor Balai Kota sudah ditutup dengan tirai, wajarlah jika warga heboh karena mencium “aroma tidak sedap” dari sana.
Jika terbukti pembelian AC saja bermasalah, tidak cermat, tidak teliti bagaimana dengan tender tender yang lain? Dan bukannya fokus membenahi sistemnya, anggaran malah digunakan Gubernur Anies untuk kembali “menyerang” Ahok. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi sikap hati saya yang jujur belum dan tidak rela kehilangan seorang Ahok, Sang Penjaga APBD.
Terakhir, saya mengajak kita untuk tak jemu-jemu mengawal dan senantiasa menaruh rasa curiga kepada penyusunan APBD dibawah kepemimpinan Gubernur Anies, sehingga setiap rupiah dapat dipertanggung jawabkan. Jangan sampai anggaranya muncul tetapi barangnya enggak ada alias fiktif bin tipu-tipu.
Selamat mengawasi 100 hari kepemimpinan Gubernur Anies dengan penuh kecurigaan.
lihat juga tulisan saya yang lain disini : https://www.Indovoices.com/author/danang-setiawan/