Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo berharap, dalam pemilu serentak 2019 nanti yang diperbanyak adalah kampanye dialogis.
Ia menyebutnya, kampanye dialogis sebagai bentuk smart campaign atau kampanye cerdas. Kampanye seperti itu, tambah Mendagri, yang dibutuhkan publik.
Selain mengedukasi agar pemilih bisa berpikir cerdas dan rasional, sambung Tjahjo, kampanye dialogis juga jadi ruang yang tepat menyebar ide dan gagasan.
“Saya berharap, pemilu serentak 2019 lebih mengedepankan kampanye dialogis. Kampanye cerdas atau smart campaign,” kata Tjahjo, di Jakarta, Sabtu (8/9).
Karena itu, ia mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilihan memperbanyak ruang kampanye dialogis.
Karena lewat kampanye dialogis, lanjut Mendagri, kontestan dan tim sukses baik yang bersaing di pemilu legislatif atau pemilihan presiden, akan ditantang menawarkan ide, konsep, dan gagasan.
“Smart campaign dalam bentuk kampanye dialogis adalah bentuk kampanye dimana parpol dan timses mendekatkan calon pemimpin dengan rakyatnya,” kata Tjahjo.
Lewat kampanye dialogis pula, Mendagri menyampaikan bahwa komunikasi dengan rakyat akan tercipta dua arah.
Calon pemimpin bisa menyerap apa yang jadi aspirasi rakyatnya, sambung Mendagri, dan rakyat bisa mendapat ruang untuk bicara. Kampanye dialogis, tambah Mendagri, akan mendorong pendewasaan poltik publik.
“Setidaknya calon pemimpin akan mengetahui lebih jauh tentang apa yanh menjadi kebutuhan dan aspirasi rakyatnya. Sebaliknya rakyat atau konstituen akan mengenal lebih dekat sosok calon pemimpinnya,” katanya.
Daripada kampanye dengan pengerahan massa, menurut Tjahjo, lebih banyak mudaratnya, sebab kampanye yang lebih mengutamakan pengerahan massa, rentan memicu gesekan. “Kampanye dialogis yang bisa mendewasakan cara kita berpolitik,” kata Tjahjo.
Menurut Tjahjo kenapa ia merasa perlu mendorong KPU agar lebih memperbanyak smart campaign, karena kampanye cerdas adalah kegiatan adu ide, gagasan, dan program.
Adu program, menurut Tjahjo, hanya bisa dilakukan secara baik dalam skala pertemuan terbatas, bisa disemai dengan baik dalam bentuk dialog sebagai ruang untuk uji program.
“Itu hanya mungkin dilakukan secara baik dalam kampanye dialogis,” katanya.
Pertimbangan kedua, lanjut Tjahjo, dalam kampanye dialogis, ada ruang bagi pemilih untuk berpikir secara kritis dan rasional serta menelaah dan menguji program atau gagasan yag ditawarkan oleh calon atau tim suksesnya.
Pertimbangan ketiga, tambah Mendagri, kampanye dialogis memberikan pendidikan politik yang mencerahkan, mendidik masyarakat, dan program-program parpol maupun calon bisa ditawarkan lebih transparans serta accountable.
“Pertimbangan keempat, dengan kampanye dialogis, masyarakat tidak sekadar berkumpul bersuka ria sebagai massa, tapi lebih partisipatif dan menempatkan rakyat sebagai subjek dalam proses politik dan pembangunan,” ujarnya.
Kampanye dialogis, menurut Tjahjo, juga dapat mencegah konflik horisontal dan jauh dari kampanye negatif yang mengadu domba dan menyesatkan.
“Tidak hanya itu, kampanye dialogis lebih efisien dari segi biaya, waktu dan tenaga, dan masih banyak maanfaat lainnya,” ujarnya.
Tjahjo juga kemudian menjelaskan aturan main kampanye yang diatur dalam UU Pemilu maupun dalam peraturan KPU.
Menurutnya, berdasarkan Pasal 1 angka 35 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang dimaksud kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi atau citra diri peserta pemilu.
“Sementara masa kampanye diatur dalam PKPU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2019,” ujarnya.
Dalam aturan KPU, kata Tjahjo, masa kampanye berlangsung mulai tanggal 23 September 2018 sampai 13 April 2019.
“Dan pada 14 April 2019 akan memasuki hari tenang. Pencoblosan pemilu serentak sendiri akan dilaksanakan pada 17 April 2019,” pungkasnya. (Puspen Kemendagri/EN)