Indovoices.com –Semalam saya bercakap dengan Bapak,
Hingga hampir pagi.
Berjalan di sekitar sungai,
Hingga fajar hampir menjelang,
Sebelum Bapak kemudian pergi kembali ….
Semua bermula dari catatan2 kecil yang saya baca ulang,
Saat saya membuka foto2 Bapak …
Tiba2 Bapak menepuk pundak saya,
“Koq liat fotoku, Nduk?? ..”
“Ini foto Bapak waktu mengucapkan Supersemar, bukan?? …”
Bapak tersenyum getir,
Dengan wajah yang sedikit memucat ..
“Bapak kenapa? …
Bapak sakit??? …”
Bapak menggeleng,
Mengamit lenganku dan mengajakku keluar dari kamar …
“Wonten menopo, Pak?? ..”
“Kita jalan di luar saja, Nduk ….”
Saya mengunci kamar,
Setelah sebelumnya menyambar jacket tebal yang ada di belakang pintu.
Gerimis masih tersisa,
Namun kerlip bintang terlihat di langit gelap …
“Ada kunang2, Nduk …,”
Ucap Bapak sambil berjalan menyusuri sawah kecil di belakang kamar saya.
“Di sini masih banyak kunang2, Pak …”
“Kunang-kunang di kegelapan malam,
Biarkan cahaya nya kecilya terus berpijar …”
“Ada apa to, Pak??? ….”
Bapak merangkul pundakku,
Mengajakku kembali melangkah ….
“Pak, nyuwun duko …
Boleh ijin bertanya?? ….,” kata saya pada Bapak.
“Kowe wis koyok Cakra wae nek ngendikan,
Yo ora usah ijin to, Nduk …”
“Benarkah,
Bapak dipaksa utk menanda tangani Supersemar?? ..
Benarkah Bapak berada di bawah todongan senjata?? …”
“Buat apa kowe tanya seperti itu?? …”
“Artinya,
Supersemar itu bukan murni Bapak yang buat to??? …
Supersemar dipakai orang utk menghancurkan kekuasaan Bapak saat itu?? …”
“Politik, Nduk …”
Saya terdiam,
Langkah saya terhenti …
“Oalah, koq malah mutung to??? …”
“Itu gak adil buat Bapak!!! …,” ucap saya.
“Di dalam politik,
Apakah ada keadilan???? ….
Adil bagi salah satu pihak,
Selalu dianggap tidak adil bagi pihak yang lain ….”
“Tapi itu pemaksaan namanya, Pak …
Anggap saja kudeta to?? ….
Apa bedanya mereka dengan …..”
Belum selesai saya berbicara,
Bapak sudah menutup mulut saya …
“Ojo banter2,
Mengko ono sing krungu ……”
Lalu Bapak mengamit pundak saya lagi,
Mengajak saya kembali berjalan ….
“Kau pernah dengar Dokumen Dewan Jendral,
Dokumn Gilchrist yang ditemukan di kediaman Duta Besar Amerika Bill Palmer???? …”
“Ya, Pak …”
“Siapa di pikiranmu yang ada di balik semua itu??? …..”
Saya belum sempat berbicara,
Dan Bapak sudah melanjutkannya ….
“Nduk,
Kenapa aku benar2 membenci pihak asing,
Yang dengan berpura2 baik,
Berusaha masuk ke dalam negeri ini?? …
Mereka semua ada maunya …
Aku juga tau,
Siapa di antara para Jendral ku,
Yang diam2 mengambil keuntungan dari pihak2 asing tersebut.
Kenapa aku ‘kekeuh’ dengan Sosialis,
Yang aku dengung2 kan??? ….
Sosialis itu bukan Komunis,
Tapi Marxisme yang diterapkan di Indonesia …
Aku ingin Rakyat yang berkuasa atas negeri ini,
Rakyat yang memimpin,
Rakyat yang membuat negeri ini menjadi maju dan makmur ..
Dan bukan karena campur tangan pihak asing …”
Kami berjalan kembali,
Bapak membungkuk dan jongkok di pematang sawah,
Mengamati padi yang tumbuh semakin subur.
“Sebentar lagi kowe panen, Nduk …,” ucap Bapak sambil tersenyum,
Mengelus bulir padi yang mulai nampak merunduk.
“Ini … adalah salah satu kekayaan kita,
Kita ini negeri kaya, Nduk …
Siapa bilang kita miskin?? …
Harta kita banyak …
Tanah yang subur,
Hasil pertanian dan perkebunan yang melimpah,
Pertambangan dan ikan pun banyak …
Kenapa pihak asing ingin masuk ke Indonesia? …
Karena banyak yang bisa diambil dari negeri ini,
Di bawa ke negerinya,
Dijual dengan harga beratus kali lipat,
Sementara rakyat hanya mendapatkan sisanya …”
“Nyatanya,
Pikiranku tidak sejalan dengan mereka2 yang serakah …
Mereka ingin meraih keuntungan dengan cara instant.
Mereka ingin ‘menjual’ negeri ini utk kepentingan pribadinya ….
Aku tau persis itu,
Banyak peristiwa percobaan pembunuhan dilancarkan kepadaku,
Agar aku mati …
Agar mereka bisa cepat menggantikanku ….
Sayangnya,
Tuhan masih selalu melindungiku …
Usaha mereka tak membawa hasil,
Sampai akhirnya meletuslah peristiwa itu …
Ada dalang di baliknya,
Yang hingga kini tetap tak ada yang tau …
Coba kau telaah,
Begitu banyaknya rakyat yang dianggap terlibat,
Lalu dibunuh tanpa pengadilan,
Apa maksudnya??? …
Hanya satu,
Utk menghilangkan jejak …
Lalu begitu banyak tentara yang juga ikut terlibat,
Menurutmu massuk akal ndak?? ….
Kalo di tingkat Panglima nya tidak ada yang terlibat??? ….
Tapi sudahlah,
Aku tak ingin semakin membuka banyak ….
Aku cuma ingin rakyat damai,
Aku inginkan Indonesia ini bersatu dan ndak terpecah belah …”
“Termasuk juga,
Pada saat akhirnya Bapak menanda tangani Supersemar?? ….”
“Adakah pilihan lain?? …
Aku berpikir tentang rakyat negeri ini.
Aku menghindari adanya peperangan …
Perang terhadap saudara sendiri …..”
“Tapi pada akhirnya,
Tetap muncul banyak korban to, Pak????? …”
“Yah …
Sampai sekarang …
Hal itu yang sangat aku sesali ….
Bagaimana bisa,
Pada akhirnya Surat itu dipakai sebagai acuan,
Utk melegalisasikan pembunuhan besar2 an di negeri ini?? …
Aku hanya perintahkan,
Utk mengembalikan situasi seperti semula …
Bukan utk pengambil alihan kekuasaan,
Dan menggantikan segala aturan,
Yang sebelumnya telah aku letakkan sebagai landasan dalam pelaksaan pemerintahan …”
Saya terdiam,
Bapak menarik nafas panjang ….
Muka Bapak terlihat pucat …
Sesekali Bapak memegang dadanya …
“Bapak sakit?? …
Masuk yuk …..
Udara nya dingin di sini ….”
“Ora popo, Nduk …
Aku kan pernah tinggal di Bandung,
Dan udara di sini mengingatkanku pada masa remajaku dulu ….”
Sekarang,
Gantian aku yang menuntun tangan Bapak ….
Mengajakknya singgah di salah satu ‘saung’,
Dan menuangkan segelas air putih dari kendi yang memang tersedia di sana …
“Minum, Pak ….”
Bapak meminumnya,
Sampai habis ….
“Fitnah itu bagian dari sebuah politik, Nduk …
Ndak ada ceritanya politik yang jalannya lurus2 saja ….
Selalu penuh intrik dan kelicikan.
Jika kau di fitnah,
Jangan membalas dengan fitnah yang sama ….
Gak akan ada habisnya ….
Diamkan saja,
Biar orang berbicara asal bukan kau yang melakukannya ….”
“Tapi saya ndak ikhlas, Pak …”
“Ikhlas ndak ikhlas,
Ya itu namanya hidup ….
Kudu sinau,
Kudu iso ngaji …
Opo sih ngaji itu?? ….
Bukan ngaji yang baca Qur’an,
Tapi ngaji dalam artian “mengkaji” …
Mengkaji diri sendiri,
Belajar mengenali dirimu sendiri …..
Dan itu sangatlah berat ..
Membalas perlakuan kasar orang lain,
Dengan senyuman ….
Membalas perbuatan jahat orang lain,
Dengan tetap mengulurkan tangan demi kebaikan ….”
“Susah, Pak …”
“Bisa!!!! ….
Dan kamu pasti bisa ….
Dan mereka yang mampu mengendalikan dirinya,
Yang bisa tetap berada di dalam kesabaran dan keikhlasan,
Adalah mereka yang dapat memenangkan pertempuran dalam kehidupan ini ….”
Bapak berdiri …
“Aku pulang ya, Nduk …
Berani to balik ke kamar sendiri??? …..,” tanya Bapak sambil merapikan seragam safarinya …
Bendera merah putih kecil yang menempel di krah lehernya,
Terlihat seikit berkilau …
Tanpa sadar,
Saya mengelusnya ….
Bapak mengelus rambut saya ….
“Besok saya berikan ini pada kawan2 seperjuanganmu,
Tunggu waktunya ….,”
Ucap Bapak sambil tersenyum,
Dan menempelkan jari telunjuknya ke arah pin merah putih itu …..
Saya mengangguk …
“Bilang sama mereka,
Perjuangan masih panjang,
Revolusi belum selesai …
Jangan mundur sebelum berhasil memenangkannya ……”
“Injih, Pak ….”
“Wis, ndak usah sedih …
Ndak usah nangis ….
Ada aku yang akan selalu ada di sisi kalian …..
Kembalikan semua kepada Tuhan,
Insya Allah pasti akan selesai dengan baik …..”
Lalu bayangan Bapak mengabur,
Tergantikan oleh wangi bunga kantil yang lembut ….
Saya mengusap pipi saya yang basah,
Di antara letih dan hampir putus asa,
Bapak selalu hadir utk menguatkannya ….
Terima kasih, Pak …
Semoga saya bisa menggenggam amanah dari Bapak ……..
(Dan kemudian suara adzan Subuh sayup2 mulai terdengar dari masjid kecil di seberang hotel tempat saya tinggal …)
_____
(Dedicated for “Bapak” Ir. Soekarno – Founder of Indonesia)
Al Fatihah ……