Indovoices.com-Australia dan Amerika Serikat menggalang dukungan internasional untuk menyelidiki asal usul virus corona. Cina menolak upaya tersebut dan menyebutnya sebagai “propaganda”.
Teka-teki seputar asal usul virus corona kembali menyita perhatian, ketika sebagian negara yang terdampak serius memasuki fase pemulihan usai melewati masa puncak wabah.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengimbau negara angota Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk mendukung penyelidikan independen terhadap awal mula virus SARS-CoV-2.
Usulan tersebut ditolak oleh Beijing, yang menyebut upaya tersebut sebagai “propaganda Amerika Serikat melawan Cina.”
Namun Morrison menegaskan, semua anggota WHO harus diwajibkan berpartisipasi dalam proses penyidikan.
“Jika Anda menjadi anggota sebuah klub seperti Badan Kesehatan Dunia, maka ada tanggungjawab dan kewajiban yang harus dipatuhi,” kata dia di Canberra, “Kami ingin agar dunia lebih aman dari virus. Saya berharap negara lain, entah itu Cina atau siapapun juga, mau berbagi pandangan yang sama.”
Krisis hubungan diplomatik
Dalam tahun-tahun terakhir hubungan diplomatik antara Australia dan Cina menegang, meski menjalin perdagangan yang erat. Kisruh antara Beijing dan Canberra memuncak ketika Cina dituding melakukan serangan siber dan berupaya mengintervensi urusan dalam negeri Australia.
Imbauan Canberra selaras dengan sikap pemerintah Amerika Serikat. Washington pekan lalu mempertimbangkan untuk menyelidiki kemungkinan virus corona berasal dari sebuah laboratorium di Wuhan.Namun Cina menolak desakan Presiden Donald Trump untuk mengizinkan penyidik AS datang ke Wuhan.
Rabu (22/4) giliran pemerintah negara bagian Missouri yang melancarkan gugatan bernilai miliaran Dollar AS terhadap pemerintah Cina lantaran dianggap abai menangkal wabah.
Pemerintah Cina sendiri menyebut upaya hukum tersebut “sangat absurd,” lantaran Cina “bukan bagian dari yurisdiksi Amerika Serikat.”
Oleh kaum oposan di AS, upaya kedua pejabat tinggi Partai Republik itu dinilai sebagai manuver politik untuk mengalihkan perhatian dari kinerja pemerintah yang buruk menghadapi wabah COVID-19. Sejauh ini Johns Hopkins University sudah mencatat 849.000 kasus penularan dengan 47.681 angka kematian di AS.
Spekulasi, teori konspirasi dan fakta yang ditutup
Namun spekulasi seputar awal mula wabah Corona di Wuhan enggan menghilang dan kini mulai menguasai ruang diplomasi. Perancis dan Inggris yang belum melawati masa kritis wabah corona menolak diseret dalam pusaran konflik dengan Cina. Kedua negara menyatakan saat ini adalah saatnya memerangi virus, bukan mencari kambing hitam.
Jerman sebaliknya mendesak Beijing agar lebih terbuka terhadap dunia. Awal pekan ini, Kanselir Angela Merkel mengatakan “sikap transparansi Cina soal asal usul virus dibutuhkan untuk semua negara agar bisa belajar,“ kata dia kepada AFP.
Cina tidak pula selamanya membangkang. Ketika sejumlah negara memperkarakan pasar basah yang diduga menjadi lokasi pertama wabah corona, pemerintah Cina melarang perdagangan satwa liar dan kini menyusun legislasi baru untuk membuat larangan tersebut menjadi permanen.
Meski demikian Australia tetap menggalang dukungan internasional untuk mengakhiri praktik jual beli satwa liar. “Pasar hewan liar menyimpan risiko tinggi, juga terhadap industri agrikultur karena menyangkut kesehatan publik, kata Menteri Pertanian Australia, David Littleproud.
Satwa liar sejak awal ditengarai menjadi agen penyebaran virus corona. Belum lama ini ilmuwan melacak jejak virus hingga ke hewan teringgiling. Kelelawar juga dianggap sebagai kandidat kuat.
Kedua jenis satwa dikabarkan dijual di pasar basah di Wuhan.Namun sejauh ini ragam studi yang digelar belum membuahkan kesimpulan apapun.(msn)