Pada sebuah perjalanan melintasi kota kecil yg lumayan padat,
Sang Sufi menemukan seorang anak yg menyendiri,
Seakan menjauhkan diri dari teman2nya yg sedang asyik bermain.
Melihat anak bermata bulat itu,
Hatinya langsung tergerak utk mendekati.
Ditengoknya tas kecil yg selalu dibawanya,
Masih ada beberapa kue kering yg sengaja dia bawa sebagai bekal di perjalanan.
Sang Sufi pun mendekati anak itu,
Lalu menyapanya dg ramah,
“Hallo, dek ..
Kenapa kau tidak bermain dg kawan2mu yg lain?? …”
Anak itu menatapnya tajam,
“Kamu siapa?? …”
“Saya bukan siapa2,
Kebetulan saya lewat di jalan ini,
Dan melihatmu sendiri ..
Kamu mau kue?
Saya ada beberapa,
Yg bisa kita nikmati bersama …,” jawab sang Sufi sambil memperlihatkan kue kering yg dimilikinya.
Mata anak itu sejenak berbinar tajam,
Lalu kembali meredup.
“Kenapa??
Ambil lah …
Atau …
Kamu tak suka kue??? …”
“Saya suka ….”
“Ayolah ambil,
Kita makan di dekat penjual minum di sana yuk …,” ucap Sang Sufi sambil menunjuk seorang Bapak penjual minuman.
Anak itu mengambil sepotong kue,
Lalu dg menuntun sepedanya,
Dia ikuti Sang Sufi berjalan.
“Nah,
Duduk sini dengan ku …
Ayo cerita,
Kenapa wajahmu sedih?? …”
“Aku belum sarapan …”
“Kamu lapar?
Ibumu tidak sempat masak utkmu?
Atau kita cari makan yuk? …”
Anak itu menggelengkan kepalanya …
“Ibuku masak,
Tapi masakannya gosong.
Aku tak mau makan masakan gosong ….”
Sang Sufi terdiam sesaat,
Diletakkannya seluruh kue kering yg tersisa di hadapan anak itu.
“Makanlah,
Aku masih kenyang,” katanya.
Anak itu lalu memakan kue itu satu persatu hingga habis,
Dan setelahnya Sang Sufi memesankan segelas es jeruk utknya.
“Kamu tinggal dg siapa? …”
“Dengan Ibu dan adikku yg kecil …”
“Ayahmu?? …”
“Ayah sudah pergi ….”
“Ibumu bekerja??? …”
“Ibu mencuci di rumah2 orang kaya,
Setiap minggu baru Ibu mendapatkan uang …”
“Dan Ibu selalu memasakkan makanan utkmu?? …”
“Masakan Ibu selalu enak,
Tapi hari ini masakan Ibu gosong,
Aku tak mau memakannya,
Dan Ibu marah …”
“Ibu bilang apa?? …,” tanya Sang Sufi perlahan.
“Kata Ibu,
Ibu sudah telat berangkat ambil cucian,
Nanti juragan marah,
Kau malah bikin ulah di rumah ….”
Sang Sufi menghela nafas panjang,
Sebelum meneruskan bicaranya.
“Kamu sayang Ibumu? …”
“Sayang …”
“Ibumu juga sayang kepadamu ….”
“Tapi hari ini tidak …,” bantah anak itu dg wajah merah menahan tangis.
“Kamu salah …
Kemarin,
Hari ini,
Besok,
Lusa,
Bahkan selamanya,
Ibumu tetap sayang kepadamu …
Masakan gosong itu,
Bukan mau Ibumu,
Tapi karena Beliau sedang panik,
Karena harus buru2 ambil cucian sebelum kena marah …
Kalau juragan marah,
Ibumu bakal kehilangan langganan,
Artinya Ibu harus cari pengganti lagi,
Utk bisa mendapatkan uang bagi kehidupan kalian semua …”
Anak itu lama menatap Sang Sufi …
“Percayalah,
Ibu selalu sayang pada anak2nya,
Bagaimana pun nakal nya mereka.
Pulanglah,
Makan masakan Ibumu yg gosong,
Nikmati dg hatimu …
Maka kau akan dapatkan rasa yg luar biasa lezatnya,
Karena Ibumu memasaknya dg penuh rasa cinta ….”
Sang Sufi menepuk pundak anak lelaki itu,
“Kelak jika kau telah dewasa,
Kau akan paham,
Betapa besarnya kasih sayang Ibumu kepadamu …”
Anak itu berdiri,
Mencoba menggapai tangan Sang Sufi …
“Hei,
Apa yg hendak kau lakukan?”
“Mencium tanganmu …
Kata Ibu,
Kita harus hormat pada orang yg baik pada kita …”
“Ciumlah tangan Ibumu,
Beliaulah yg terbaik bagimu …”
Anak itu tersenyum,
Berbalik dan menaiki sepedanya menuju rumah.
Sang Sufi segera membayar minuman yg dipesannya tadi,
Lantas kembali melanjutkan perjalanannya …..
——————————
Seorang Ibu,
Adalah dia yg selalu mencintai putra putrinya,
Dan akan terus mengasihi mereka ..
Bahkan,
Di balik kalimat yg (terkadang) terkesan kasar …..