Indovoices.com –Wacana perombakan kabinet Presiden Joko Widodo membuat sejumlah nama mengemuka sebagai calon menteri. Salah satu nama yang mencuat adalah Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun, namun mengkritisi wacan Ahok masuk bursa calon menteri pada reshuffle kabinet. Ahok dianggap berpeluang mengisi kursi nomor satu di Kementerian Investasi yang segera dibentuk.
Refly menguatkan pendapatnya dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara. Berdasarkan aturan itu, menurut Refly, Ahok tidak bisa menjadi seorang menteri.
“Selama UU kementerian tidak diubah, maka selamanya Ahok tidak bisa jadi menteri. Sehingga spekulasi tentang Ahok itu tidak perlu disebutkan terus,” kata Refly, dalam video di akun Youtube-nya yang diunggah pada Jumat (16/5).
Refly menjelaskan isi Pasal 22 UU Nomor 39 Tahun 2008 yang berisi syarat seorang menteri, yaitu warga negara Indonesia, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Syarat selanjutnya sehat jasmani dan rohani, memiliki integritas dan kepribadian yang baik dan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Ahok dianggap gagal memenuhi syarat tak pernah dipenjara.
“Ahok itu sudah pernah dipenjara. Walau cuma 2 tahun, tapi ancaman hukuman 5 tahun,” ujar Refly.
Refly menyampaikan Ahok hanya bisa jadi menteri kalau terjadi perubahan UU tersebut. “Berdasarkan ketentuan UU, maka sampai kapanpun Ahok tidak bisa jadi menteri,” kata Refly.
Walau demikian, Refly menyampaikan reshuffle kabinet sepenuhnya ialah hak prerogatif Presiden. Ia hanya mengusulkan supaya Presiden mendengarkan masukan dari berbagai pihak. “Yang namanya Reshuffle hak prerogatif presiden, tapi tentu harus menjaga etika politik dan mendengarkan pertimbangan Wakil Presiden juga,” ucap Refly.
Mengenai wacana Ahok menjadi menteri, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, meminta Presiden cermat. Ia menyarankan Presiden Jokowi melantik menteri berdasarkan rekam jejak kinerjanya.
“PPP berpandangan bahwa reshuffle seyogianya dilakukan karena pertimbangan kinerja menteri dan kebutuhan percepatan target pemerintahan ke depan,” kata Arsul , Jumat (16/4).
Arsul menekankan agar pemilihan seorang menteri tak hanya dilandasi kepentingan politik. Sebab jabatan menteri bertanggungjawab besar pada program yang menyentuh kepentingan publik.
“Pemilihan seorang menteri bukan karena kebutuhan tambahan dukungan politik atau hal-hal lain yang terkait dengan kepentingan politik tertentu,” ujar anggota komisi III DPR RI itu.
Arsul menyinggung soal wacana pemilihan Ahok sebagai menteri sebaiknya dipertimbangkan matang-matang. Pemilihan Ahok mestinya bukan dilandasi sikapnya yang terkesan “berani” melawan sistem yang buruk.
“Tentang orang baru yang mungkin masuk maka siapapun dia adalah orang yang bisa bekerja dan membangun kerja tim, bukan hanya karena dia suka gebrak sana atau gebrak sini,” ucap Arsul.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Fadhli Harahab menyebut ada sejumlah nama tokoh yang berpeluang ditunjuk Presiden Jokowi dalam reshuffle kabinet kali ini. “Kementerian Investasi Ahok cocok sepertinya. Selain berpengalaman, Ahok juga disebut masuk tim perumus ibu kota baru,” kata Fadhli.