Dalam acara Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) tanggal 27 Desember 2017 yang membahas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI jakarta tahun 2017-2022 yang dipaparkan oleh Anies, Gubernur DKI Jakarta, ada memaparkan visi untuk pembangunan Jakarta 5 tahun ke depannya.
Ada beberapa visi yang dipaparkan Anies untuk Jakarta, yaitu Jakarta kota maju, lestari dan berbudaya yang warganya terlibat dalam mewujudkan keberadaban, keadilan dan kesejahteraan bagi semua.
Dan dari visi di atas kemudian diuraikan menjadi 5 misi, yaitu menjadikan Jakarta kota yang aman, sehat, cerdas, berbudaya, dengan memperkuat nilai-nilai keluarga dan memberikan ruang kreativitas melalui kepemimpinan yang melibatkan, menggerakkan dan memanusiakan.
Beritanya bisa baca di sini: Anies Paparkan Program Strategis di Musrenbang RPJMD DKI Jakarta
Saat saya membaca berita di atas, saya pun bertanya-tanya Jakarta maju, berbudaya dan lestari seperti apa yang ingin dibangun oleh Anies? Apakah dia sanggup membangun budaya yang positif?
Tentu pertanyaan di atas hanya waktu yang bisa menjawab melalui kebijakan Anies-Sandi 5 tahun ke depan.
Terlepas dari bagaimana dia memenangkan kontes Pilkada kemarin, tentu kita memang harus memberikan kesempatan kepada Anies-Sandi untuk mewujudkan visi 5 tahunnya itu.
Namun demikian, sangat wajar ketika ada (termasuk saya) yang pesimis dengan visinya Anies, mengingatkan kebijakannya terhadap penataan PKL Tanah Abang yang sudah mengabaikan keadilan bagi banyak pihak di Jakarta yang juga merupakan bagian dari visi yang dipaparkan Anies.
Tanah Abang yang memang mewariskan kekumuhan dari era Gubernur sebelum Jokowi-Ahok-Djarot dan berhasil ditata dengan SANGAT RAPI di Era Jokowi-Ahok-Djarot dengan mengembalikan segala fungsinya. PKL dikasih kios dengan sewa murah di dalam blok Tanah Abang, Trotoar untuk pejalan kaki dan jalanan untuk umum serta para preman yang selama ini berkuasa memalak PKL atas nama keamanan pun berhasil ditekuk mundur dan tidak berkutik sama sekali. Semuanya sudah dikembalikan sebagaimana mestinya.
Namun sangat disayangkan, di era Anies-Sandi PKL itu sempat kembali memenuhi jalanan dan kembali sembrawut seperti sedia kala. Kemudian oleh Anies, PKL itu pun difasilitasi dan ditata atas nama keberpihakan kepada rakyat kecil. Kebijakannya: PKL diizin berdagang di jalanan, trotoar untuk pejalan kaki dan motor yang keluar dari stasiun, sedangkan jalan ditutup untuk umum.
Sekilas memang terlihat rapi, tapi kebijakan ini menuai pro kontra. Tentu pronya dari kalangan bani micin yang memang sudah kesemsem dengan Anies karena seiman yang hanya melihat dari satu sudut pandang saja, sedangkan kontranya dari pihak yang memang lebih profesional (termasuk kepolisian yang menyuruh Anies untuk mengevaluasi kebijakannya) dan yang lebih menilai kebijakan ini dari banyak sudut pandang termasuk keadilan itu sendiri. Belum lagi kalau melihat aturan yang ditabrak demi kebijakan ini.
Melihat Tanah Abang saat ini saja (belum melihat yang lain) , kita tentu dapat menyimpulkan kalau mempertahankan yang sudah bagus dan rapi aja tidak bisa, bagaimana mewujudkan visinya?
Karena kalau kita melihat apa yang dilakukan Anies terhadap Tanah Abang, memang terkesan bersebrangan dengan visi yang Beliau paparkan.
Atau memang Anies punya sudut pandang yang berbeda dari visi yang beliau paparkan, sehingga kondisi Tanah Abang merupakan percontohan untuk pembangunan visi Jakarta 5 tahun kedepan?
Jakarta yang maju untuk PKL saja, PKL silakan memajukan gerobak dan dagangannya dari trotoar ke jalan, Pemprov akan fasilitasi atau melegalkan walau harus melanggar UU tentang jalan dengan penutupan jalan. Maju toh?
Jakarta yang lestari dengan tenda-tenda PKL di sepanjang jalan yang seharusnya untuk umun, kalau bisa warna-warni. Cantik kan?
Jakarta yang membudayakan hal-hal yang unik, seperti jalanan yang penuh dengan PKL, Trotoar selain untuk pejalan kaki juga untuk pengendara motor dan jalanan yang ditutup karena ada PKL di dalamnya. Budaya yang unik kan?
Jakarta yang melibatkan masyarakat, saat Anies menata PKL Tanah Abang, masyarakat mana yang dia libatkan sebenarnya? Preman? Apakah Anies akan terus memanfaatkan preman untuk membangun peradaban PKL yang memenuhi jalanan jika PKL kembali ada di tempat lain, selain Tanah Abang?
Jakarta yang adil hanya untuk PKL. Bayangin saja kalau PKL Tanah Abang mulai difasilitasi, bagaimana dengan PKL ditempat lain? Tentu demi keadilan bagi PKL, maka yang namanya PKL akan mendapat pelakuan yang sama. Kalau Tanah Abang di fasilitasi maka yang lain juga donk, kalau tidak kan namanya tidak adil.
Begitu juga dengan pengguna jalan. Kalau di Tanah Abang jalanan ditutup untuk umum termasuk penguna jalan, maka yang lain juga donk, itu baru namanya adil. Betul kan?
Tentu kita berharap Anies-Sandi bisa bersikap lebih bijak, Pilkada telah usai, jangan lagi memegang konsep “Asal tidak sama dengan Ahok”. Anies sudah seharusnya bersikap bijak dan adil untuk semua pihak, tidak hanya untuk PKL dan para preman di sana, tapi untuk semua termasuk para pengguna jalan, para pemilik kios di gedung Tanah Abang yang sudah bayar mahal untuk berdagang di sana.
Tentu sebagai rakyat Jakarta yang berpikir dengan banyak sudut pandang, akan terus berharap Anies-Sandi bisa melakukannya. Mungkin Anies-Sandi bisa memulai dari Tanah Abang juga, dengan menatanya kembali seperti semula waktu mereka baru memegang amanah sebagai kepala daerah DKI JAKARTA. Jangan pula hanya berpikir tenyang keberpihakan dengan mengabaikan kepentingan umum, ada cara lain yang lebih elegan untuk berpihak pada rakyat kecil tanpa mengabaikan keadilan.
Jangan sampai, keberpihakan yang dilakukan Anies di Tanah Abang, membuat rakyat yang malas menjadi semena-mena memgatas-namakan “rakyat kecil” untuk memperoleh keberpihakan yang semena-mena dari Gubernur.
Dengan demikian, rakyat Jakarta yang waras pasti akan tetap pesimis dengan pewujudan visi Anies-Sandi yang dipaparkannya dalam acara Musrenbang kemarin.
Ok lah Sekian..
Hans Steve