Indovoices.com –Pengadaan lahan mendapat karpet merah dalam Undang Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Beleid sapu jagat tersebut merevisi UU nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Terutama bagi pengembangan kawasan yang selama ini digenjot oleh pemerintah.
Terdapat tambahan 6 sektor yang dikategorikan sebagai pembangunan untuk kepentingan umum. Kategori baru tersebut diperuntukan bagi 6 jenis kawasan yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.
Keenam kawasan tersebut antara lain adalah kawasan hulu dan hilir minyak dan gas, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan industri, kawasan pariwisata, kawasan ketahanan pangan, dan kawasan pengembangan teknologi.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan UU Cipta Kerja akan mempermudah pengembangan kawasan. Termasuk dalam pengembangan lumbung pangan atau food estate yang saat ini tengah digenjot oleh Presiden Joko Widodo.
“UU Cipta kerja itu akan banyak sekali saya pikir membantu kita meluruskan hal-hal yang tidak lurus,” ujar Luhut usai rapat terbatas.
Jokowi tengah mengembangkan food estate di Provinsi Kalimantan Tengah dan Sumatra Utara. Nantinya pembangunan lumbung pangan itu akan dilanjutkan di wilayah lain.
Selain itu kawasan food estate, KEK juga menjadi fokus presiden Indonesia ketujuh tersebut. KEK diyakini akan memancing investasi masuk dan membuka lapangan kerja.
Masuknya KEK dalam pembangunan untuk kepentingan umum membuat proses pengadaan lahan lebih mudah. Selama ini masalah lahan kerap jadi isu utama sulitnya KEK berjalan.
“Tentu, bagi KEK bisa menyelesaikan salah satu permasalahan terkait pertanahan,” terang Sekretaris Dewan Nasional KEK Enoh Suharto Pranoto.
Kawasan pariwisata juga menjadi fokus dalam pemerintahan Jokowi saat ini. Salah satunya adalah pencanangan 5 destinasi wisata super prioritas.
Meski akan memberi kemudahan dalam pengadaan lahan yang kerap jadi penghambat, perubahan tersebut juga dipandang memiliki dampak negatif. Salah satunya adalah yang diungkapkan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria dimana karpet merah hanya untuk investor.
Sejalan dengan itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai ada ancaman terhadap kelestarian lingkungan dari UU tersebut. Hal itu bukan tanpa sebab disampaikan Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati.
“UU Cipta Kerja berpotensi sangat nyata untuk menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan konflik agraria,” jelas Nur.
Pada UU yang disebut omnibus law itu merevisi pasal 8 UU 2/2012. Dimana dalam omnibus law menambah ketentuan bagi pengadaan tanah yang masuk kawasan hutan.
Bagi pengadaan tanah yang dilakukan oleh instansi maka akan dilakukan dengan skema pelepasan kawasan hutan. Sementara untuk pengadaan tanah untuk swasta di kawasan hutan bisa menggunakan skema pelepasan kawasan hutan atau pinjam pakai kawasan hutan.
Selain itu omnibus law juga menambah pasal 19A, 19B, dan 19C. Dimana hal itu memudahkan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dilalukan oleh instansi di bawah 5 hektare (ha).
Pengadaannya dapat dilakukan hanya dengan pihak yang berhak. Setelah penetapan lokasi oleh Bupati/Walikota, syarat kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, pertimbangan teknis, syarat di luar kawasan hutan dan di luar kawasan pertambangan, serta Amdal tidak diperlukan.(msn)