Bila bukan karena Jokowi, rasanya masyarakat di Sulawesi Selatan, entah akan butuh berapa puluh tahun lagi untuk mendengar suara kereta api. Mendengar dalam arti melihat ada kereta api yang melintas, bukan maksudnya mendengar suaranya dari televisi, youtube dan sebagainya, hehehe.
Di masa pendudukan Belanda sendiri, sebetulnya pernah dibangun jalur kereta api pertama di Sulawesi sepanjang 47 km dengan rute Makassar-Takalar yang dioperasikan pada tanggal 1 Juli 1923. Namun, sejarah perkeretapian di Sulawesi berakhir di masa pendudukan Jepang karena alasan perang. Trans-Sulawesi menghidupkan kembali sejarah kereta api di bumi Celebes. Kali ini, dengan jarak yang lebih panjang, lebih terhubung dan kiranya dapat menjadi penanda baru kebangkitan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Sulawesi.
Jalur Trans Sulawesi Selatan yang panjangnya 145 kilometer lebih dan direncanakan mempunyai 23 stasiun pemberhentian kereta, sebenarnya merupakan bagian dari Jalur Trans Sulawesi yang panjangnya mencapai 2000 kilometer, menghubungkan Makasar hingga Manado.
Jalur sepanjang kurang lebih 145 kilometer tersebut, merupakan tahap pertama dari pembangunan jalur kereta api Trans-Sulawesi dari Kota Makassar menuju Kota Parepare. Dimana proses groundbreaking-nya sudah dilaksanakan pada Senin, 18 Agustus 2014 di Desa Siawung,Kecamatan Barru, Kabupaten Barru.
Jalur kereta ini telah diujicobakan untuk kali pertama pada tanggal 10 November 2017, dan diharapkan sudah bisa dipergunakan 50 kilometer dari yang 145 kilometer itu, bulan Oktober 2018 nanti. Sedangkan untuk sisa dari yang 145 km diharapkan selesai tahun 2019. Dan 2030 untuk keseluruhan 2000 kilometer.
Di Sulawesi Selatan sendiri setidaknya ada empat pabrik semen, jadi dengan selesainya jalur sepanjang 145 kilometer yang melewati ke empat pabrik semen tersebut, diharapkan dapat menekan biaya transportasi dimana batu bara sebagai bahan baku untuk pabrik semen dan semen-semen yang sudah jadi, dapat diangkut langsung menuju pelabuhan dengan jumlah yang lebih banyak dan biaya yang lebih sedikit dibandingkan bila diangkut dengan alat transportasi lainnya.
Tujuan utama pembangunan jalur Trans Sulawesi ini adalah untuk menghubungkan wilayah atau perkotaan yang mempunyai potensi angkutan penumpang dan barang atau komoditas berskala besar, berkecepatan tinggi, dengan tingkat konsumsi energi yang rendah dan mendukung perkembangan perkotaan terpadu melalui integrasi perkotaan di wilayah pesisir, baik industri maupun pariwisata serta agropolitan baik kehutanan, pertanian maupun perkebunan.
Selain Proyek Kereta Api, masih ada beberapa proyek lagi yang digagas oleh Jokowi di Sulawesi Selatan, diantaranya adalah:
Pembangunan jalan tol Manado-Bitung sepanjang 39,9 km. Jalan bebas hambatan ini ditargetkan bisa rampung konstruksinya pada akhir 2018, dan bisa dioperasikan pada 2019.
Proyek pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Sidrap yang telah memasuki pembangunan tahap akhir yakni penyelesaian Wind Turbin Generator (WTG) atau kincir angin sebanyak 5 turbin. Nantinya PLTB ini akan memiliki total 30 kincir angin, dan akan akan diresmikan tanggal 25 Februari 2018 besok.
Proyek jalan lingkar tengah atau Middle Ring Road (MRR) yang dijadwalkan selesai dan diresmikan bulan Maret 2018. Bypass Maminasata dan jalan layang Maros-Bone yang mengadopsi konsep jalan kelok sembilan Sumatra Barat dan diharapkan mampu memangkas durasi perjalanan darat yang melalui jalur lintas tengah Sulsel.
Apa yang saya tuliskan diatas hanya merupakan sebagian kecil dari sebegitu banyaknya proyek-proyek infrastruktur yang dibangun oleh Jokowi. Proyek-proyek yang seharusnya sudah dibangun puluhan tahun yang lalu oleh pemerintah sebelumnya. Namun kenyataannya tidak pernah dikerjakan.
73 Tahun Indonesia merdeka, tepatnya. Pembangunan hanya dirasakan di pulau Jawa, sedangkan provinsi-provinsi lainnya dibangun seadanya saja, tidak heran bila ketimpangan ekonomi sangat terasa sekali. Tidak heran juga bila kita tertinggal jauh dibandingkan dengan negara lain.
Sebagai contoh, hal yang sederhana saja, banyak saudara-saudara kita yang tinggalnya jauh dipedalaman baru bisa menikmati yang namanya listrik setelah tampuk kepresidenan dipegang oleh Jokowi. Bila bukan Jokowi yang menjadi presiden, mungkin saat malam tiba, mereka masih harus belajar dengan hanya diterangi lilin. Sungguh menyedihkan bukan?
Itulah sebabnya saya dan penulis-penulis lain di IV tidak kenal lelah untuk terus berjuang dan mendukung beliau. Bila satu periode saja sudah begitu banyak prestasi kerja yang beliau hasilkan untuk bangsa dan negara ini. Maka periode kedua pasti akan lebih banyak lagi karya yang bisa beliau berikan untuk bangsa dan negara ini. Dan pada gilirannya yang menikmati, ya kita-kita juga sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Bukankah begitu kawan?