Indovoices.com –Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar, mengatakan pembentukan Tim Pemburu Koruptor akan merogoh kocek pendanaan yang besar. Padahal,negara tengah membutuhkan sumber pendanaan untuk penanganan pandemi covid-19.
“Pembentukan atau pengaktifan lembaga baru akan membawa konsekuensi pendanaan yang besar,” kata Fickar.
Menurut dia, pengaktifan Tim Pemburu Koruptor kontraproduktif. Penangkapan buronan koruptor dinilai sudah sepantasnya menjadi tugas penegak hukum.
Fickar menyebut pembentukan tim tersebut sama halnya dengan membuat direktorat baru di kementerian. Nantinya, banyak dari unsur penegak hukum yang dilibatkan.
“Padahal itu tugas semua aparat penegak hukum yang kurang adalah koordinasi dan mengurangi ego sektoral. Itu sebabnya dibentuk oleh Kementerian Koordinator Polhukam (Politik, Hukum, dan Keamanan),” ucap Fickar.
Senada, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai dibangkitkan Tim Pemburu Koruptor berpotensi pada tumpang tindih dari segi kewenangan. Yang mesti diperkuat adalah aparat penegak hukumnya.
“Berdasarkan catatan ICW sejak 1996 sampai 2018, terdapat 40 buronan kasus korupsi yang belum dapat ditangkap penegak hukum,” ujar peneliti ICW Wana Alamsyah.
Menteri Koordinator Polhukam Mahfud MD berencana mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor. Mahfud ingin buronan kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra segera diringkus.
“Dalam waktu yang tidak lama tim pemburu koruptor akan membawa orang, pada saatnya akan memburu Djoko Tjandra,” kata Mahfud di Jakarta, Rabu malam, 8 Juli 2020.
Tim tersebut beranggotakan pimpinan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Mahfud bakal mengoordinasi tim itu.
Menurut dia, Tim Pemburu Koruptor pernah dibentuk. Namun, pembentukan tim melalui instruksi presiden (inpres) dan bersifat sementara hanya setahun.(msn)