Indovoices.com- Upaya Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar bersama Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang tergabung dalam Tim Rescue Whale Shark Paiton akhirnya membuahkan hasil. Kamis (19/09/2019) sekitar pukul 14.00 WIB, hiu paus yang terjebak di kanal inlet PLTU Paiton Probolinggo, Jawa Timur akhirnya dapat dievakuasi ke laut lepas.
“Kami sampaikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh tim di Paiton. Akhirnya hiu paus dapat kembali ke laut dengan selamat dan dalam kondisi sehat,” ungkap Direktur Jenderal PRL, Brahmantya Satyamurti Poerwadi di Jakarta. Menurutnya, evakuasi hiu paus yang dipimpin Komandan Kodim 0820/Probolinggo, Letkol Inf. Imam Wibowo ini merupakan aksi terpadu yang dapat dijadikan “role model” bagi Indonesia dalam penyelamatan satwa laut yang terancam punah.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya KKP telah membentuk tim terpadu penanganan yang terdiri dari beberapa instansi. Brahmantya menilai, kerja sama dan koordinasi yang baiklah inilah yang mendukung lancarnya proses evakuasi.
Tim evakuasi terpadu ini terdiri dari Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut – KKP, Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati – KLHK, BPSPL Denpasar, BPSPL Denpasar Wilker Jawa Timur, Ketua HNSI Kota Probolinggo, BBKSDA Jawa Timur, Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Kabuoaten Situbondo – DKP Prov. Jawa Timur, Instalasi Pelabuhan Perikanan Pantai Paiton, Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo, Kodim 0820 Probolinggo, Danlanal Banyuwangi, Polres Probolinggo, Danposal Paiton, Polair Polres Probolinggo, Danramil Paiton, Kantor Kesehatan Pelabuhan II Probolinggo, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Probolinggo, WSI, PT Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkit (PJB UP) Paiton, PT YTL Jawa Power, dan PT Paiton Operation & Maintenance Indonesia (POMI), serta Kelompok Masyarakat Pengawas.
Ia menyebut, dalam kegiatan evakuasi hiu paus ada tiga prinsip yang diusung yaitu kesejahteraan hewan (animal welfare), keamanan, dan keselamatan personil. “Tim bekerja dengan baik dengan mengedepankan prinsip kesejahteraan hewan agar tidak melukai hiu paus dan membuatnya stress. Selain itu, keamanan fasilitas pembangkit listrik tetap diprioritaskan, jangan sampai timbul kecelakaan yang mengakibatkan terganggunya kerja pembangkit yang pada akhirnya pasokan listrik terganggu. Dan tentunya memastikan keselamatan personil yang melakukan evakuasi,” jelas Brahmantya.
Perlu diketahui, kegiatan evakuasi ini telah dilaksanakan selama 4 hari yaitu tanggal 16 – 19 September 2019. Evakuasi menggunakan teknik yang dikombinasikan dari beberapa metode yang sudah diujicobakan sebelumnya yaitu dengan jaring kantong yang diberi bingkai besi berukuran 6×4 meter di bagian mulut jaring. Dengan pertimbangan kecepatan arus di inlet sebesar 0,8 – 1 m/s, tim menerjunkan tiga unit perahu karet berjenis sea rider dan rubber boat, serta kren untuk menghalau hiu paus agar masuk ke dalam jaring dan kemudian dapat ditarik oleh perahu karet ke arah laut.
Kepala BPSPL Denpasar, Suko Wardono menceritakan, evakuasi di hari terakhir dimulai sejak pukul 05.00 WIB. Proses ini diawali dengan memasukkan jaring kantong ke kanal inlet dengan mobile crane berkapasitas 30 ton. Namun, crane tidak kuat menahan jaring kantong yang terbawa arus, sehingga dilakukan penggantian crane dengan kapasitas yang lebih besar yaitu 50 ton.
Sementara itu, tim sekoci berusaha menggiring hiu paus dengan menggunakan umpan menuju jaring kantong. Jaring kantong diturunkan dari sisi kiri kanal inlet dengan pertimbangan mobilitas dari mobile crane dan juga beberapa instalasi di lingkungan PLTU. Selain itu, hiu paus ini juga lebih banyak muncul dan berada di sisi tersebut. Tidak hanya itu, ikan ini juga mempunyai kebiasan membelok dan berenang kemudian kembali ke arah barat kanal inlet (menuju bagian ujung kanal inlet unit 8).
“Kali ini tim mengaplikasikan metode kombinasi yang merupakan perbaikan dari metode-metode sebelumnya,” ucap Suko.
“Tepat pukul 13:00 WIB, spesies ikan terbesar ini berhasil digiring dan masuk kedalam jaring kantong tanpa perlawanan,” lanjut Suko.
Setelah ikan masuk, bingkai besi dilepaskan dan jaring kantong diikat agar dapat ditarik oleh sea raider menuju mulut kanal inlet untuk dibebaskan ke laut lepas. Pada pukul 14:00 WIB dalam jarak 3 mil dari mulut kanal inlet, ikan berhasil dilepas. Secara visual, tidak ada luka akibat proses evakuasi ini serta ikan masih dapat berenang secara aktif dan responsif.
Diduga ikan yang telah dievakuasi ini merupakan anakan dengan jenis kelamin jantan dengan terlihat memiliki klesper.
Kendati evakuasi telah berhasil dilakukan, ia menyebut, tim masih memantau perairan di sekitar PLTU Paiton dan melakukan mitigasi agar kejadian serupa terulang kembali.
“Secara teknis, PLTU Paiton setuju upaya pencegahan dan akan memasang besi penghalang di mulut inlet kanal air laut agar hiu paus tidak masuk lagi,” tambahnya.
Sebagai informasi, puluhan ekor ikan hiu paus biasa muncul di daerah sekitar perairan Pasuruan sekitar Juli. Pada Agustus hingga September, kawanan ikan ini akan mengarah ke timur menuju perairan Probolinggo. Kemudian mereka bergerak ke perairan Situbondo pada Desember hingga Januari dan diprediksi bermigrasi ke Luar Selat Madura menuju Benua Australia, Pulau Sulawesi, Pulau Sumbawa, Pulau Flores, hingga perairan negara Filipina. Perpindahan kawanan ini bergantung dari sumber makanan (plankton dan ikan kecil).
Salah satu tempat yang menjadi sumber makanan adalah perairan sekitar PLTU Paiton. Masih banyaknya mangrove dan terumbu karang yang menjadi tempat berpijah ikan serta adanya muara beberapa sungai yang kaya akan nutrien, membuat Hiu Paus sering muncul disekitar perairan PLTU Paiton. Kawanan Hiu Paus tersebut mempunyai kebiasaan berenang secara individu (soliter) untuk mencari makanan hingga ke daerah pesisir atau perairan dangkal.
Ikan hiu paus adalah ikan yang dilindungi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/KEPMEN-KP/2013. Hiu paus yang dikenal dengan hiu totol oleh nelayan setempat dilindungi dengan alasan jumlahnya semakin berkurang akibat mudah tertangkap secara tidak sengaja oleh nelayan (by-catch). (jpp)