Indovoices.com– Masih ingat sekitar tahun 2000 an, tiba tiba sepeda motor sangat mudah diperoleh masyarakat karena uang muka (dp) murah dan persyaratan kredit begitu mudah. Ketika itu saya kuliah di Bogor. Angkot dari Terminal Baronang Siang kosong melompong menuju Ciampea dan Jasinga. Para pedagang sayur dan berbagai aktivitas ekonomi dan urusan pribadi rakyat naik sepeda motor. Jalan raya tiba tiba dipenuhi sepeda motor. Hal itu akibat kebijakan menteri perdagangan dan perindustrian Rini S ketika itu. Apakah Rini S yang eks profesional bisnis kendaraan kolusi ketika itu?. Tidak ada yang tau.
Mudahnya mendapatkan sepeda motor ketika itu mengakibatkan keprihatinan. Ketika itu banyak laki laki dan perempuan berumur 50 an tahun baru belajar naik sepeda motor. Akibatnya, di jalan raya kita melihat banyak yang gamang mengendarai sepeda motor. Dan, banyak berakibat kecelakaan. Kemana saya pergi, berita kecelakaan terjadi. Mengapa?, karena mereka belajar naik sepeda motor yang resikonya cukup tinggi di usia yang hampir senja. Ketika itu, saya kuatir melihat keadaan. Sebab, mereka belajar naik motor di usia senja, tidak memiliki SIM pula. Mengendarai motor saja sudah tak percaya diri, dilihat pula polisi razia, mereka putar balik karena takut Polisi yang sering garang. Mereka berkendara sangat menderita.
Kini muncul internet. Telepon genggam kita umumnya android. Mereka di usia senja pun bermain medsos. Di medsos, komunikasi tanpa dibatasi status sosial dan pengetahuan. Siapa pun dapat kreatif di dunia medsos.
Apa hubungannya belajar sepeda motor dengan internet?. Dalam tulisan ini, saya melihat kegalauan saya ketika sepeda motor membludak yang menimbulkan usia senja belar naik sepeda motor dan kini usia senja belajar komunikasi di usia senja.
Tadi pagi, ada seorang guru yang jujur menghubungi saya menyoal dirinya diserang teman diskusinya ketika dia mengungkapkan hal yang benar menurutnya. Dan, saya menduga pendapatnya itu dianggap mengganggu kekuasaan atau mengganggu keberlangsungan kekuasaan di daerah.
Saya sedih melihat guru itu. Saya menduga, guru itu tidak terbiasa diskusi panas. Guru tak terbiasa mengendalikan mitra diskusi ketika menyerang pribadi. Misalnya, mitra diskusinya mengatakan percuma jadi guru, apa yang engkau ajarkan ke muridmu?. Banyak perkataan sembrono yang menurut saya disengaja untuk menghentikan guru berbicara tentang kebenarannya.
Era digital ini memang masa transisi. Jika masa transisi ini tidak dapat dikelola dengan baik, maka beresiko dengan kesehatan kita. Bisa dibayangkan, guru yang hendak pensiun diserang anak umur 20 tahun di komunikasi medsos. Ketika sang guru memikirkanya secara sempit, apalagi penderita hipertensi, bisa repot. Bisa mengganggu kesehatan sang guru yang mengasah nuraninya.
Ketika sepeda motor tahun 2000 an kita gamang, kini tidak lagi. Sekarang kita gamang karena internet, nanti tidak lagi. Tetapi, sebelum kegamangan itu pulih, kita berhati-hati agar tidak menjadi korban kegamangan. (gurgurmanurung)
#Gurmanpunyacerita
#fotobawahterlambatapakah?