Indovoices.com-Richard Levitan, praktisi pengobatan darurat di Rumah Sakit Bellevue di New York, Amerika Serikat, menemukan gejala virus corona yang tidak terlihat tetapi bisa menyebabkan kondisi parah dan kritis.
Dia mengatakan telah melihat fenomena pada pasien COVID-19 yang menderita penumonia.Setelah diamati, dia menemukan pasien yang paru-parunya berisi cairan tetapi tidak mengalami kesulitan bernapas sampai dirawat di rumah sakit. Gelaja tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda yang jelas sampai mereka berada di ruang gawat darurat dan pada saat itu mereka seringkali ditemukan sudah berada dalam kondisi kritis.
“Ini benar-benar mengeutkan kami. Pasien-pasien ini tidak melaporkan sensasi masalah pernapasan, meskipun sinar X mereka menunjukkan pneumonia difus dan oksigen di bahwa normal,” katanya di The Times.
Kondisi yang dialami para pasien ini disebut hipoksia, yang dapat menyebabkan kadar oksigen dalam jaringan turun, yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan organ dan dalam beberapa kasus bahkan menyebabkan kematian.
Hipoksia adalah bentuk kekurangan oksigen yang disebabkan oleh hipoksemia. Ini terjadi ketika kadar oksigen yang rendah dalam darah. Pada kasus hipoksia, jaringan tubuh kekurangan oksigen sehingga menyebabkan infeksi dan kerusakan jaringan.
Menurut sebuah studi dari RSUP Massachusetts, sekitar 7 persen pasien mengalami peristiwa hipoksemik dan 3,5 persen memiliki kejadian hipoksemik parah yang berlangsung dalam dua menit atau lebih. Hipoksia dapat terjadi tanpa menunjukkan tanda-tanda yang terlihat. Tanpa oksigen tambahan, organ-organ tubuh seperti jantung, hati, otak, dan organ lain dapat rusak hanya dalam beberapa menit.
Levitan menjelaskan bahwa kondisi ini sering disebut silent hypoxiakarena seringkali tidak terlihat sampai stadium lanjut, lantaran tidak ada gejala sebelumnya yang menunjukkan diagnosis pada tubuh pasien. Dia melanjutkan pneumonia adalah infeksi paru-paru yang terjadi ketika kantung udara terisi nanah atau cairan, menyebabkan pasien yang menderita sakit dan tidak nyaman.
Akan tetapi, pasien virus corona dengan pneumonia tidak mengalami kesulitan bernapas yang sama kendati kadar oksigen dalam tubuh menurun. Menurutnya, sejak napas terjadi ketika COVID-19 dan pnemuonia menyebabkan kantung udara di paru-paru mulai rusak sehingga tingkat oksigen anjlok. Namun, pasien masih dapat bernapas karena itu tidak menumpuk seperti pneumonia umum.
Pasien dilaporkan bernapas lebih dalam dan lebih cepat karena kadar oksigen mereka menurun tetapi tidak menyadarinya. Pola pernapasan yang berubah inilah yang pada akhirnya mengakibatkan paru-paru rusak sehingga pasien datang dengan kondisi parah.(msn)