Indovoices.com-Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto meluncurkan buku “Total Akuakultur: Menuju Industri Akuakultur yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan” di Balai Kartini.
Peluncuran buku ini turut dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, serta menghadirkan berbagai narasumber yakni Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Imam Prasojo; Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria; Asisten Deputi Reformasi Birokrasi dan Kebijakan Publik, Sekretariat Wakil Presiden, Adhianti; dan Ketua Shirmp Club Indonesia, Iwan Sutanto. Adapun bertindak sebagai moderator Pimpinan Redaksi Koran Tempo, Budi Setyarso.
Slamet menjelaskan, konsep total akuakultur merupakan strategi kebijakan akuakultur yang memastikan seluruh sistem, baik mikro (proses produksi) maupun makro (dukungan regulasi, kerjasama lintas sektoral, dan kebijakan politik) berjalan dalam satu sistem mata rantai untuk menjamin ekosistem akuakultur yang efektif. Menurutnya, konsep ini merupakan pendekatan yang komprehensif untuk memajukan sektor budidaya.
“Konsep total akuakultur ini saya rasa menjadi strategi yang tepat untuk menumbuhkembangkan sistem usaha akuakultur yang efisien. Oleh karena itu, melalui penerapan strategi ini, saya yakin akuakultur akan semakin maju, berdaya saing, dan berkelanjutan,” jelas Slamet.
Selanjutnya, ia juga menyinggung perkembangan budidaya di sejumlah negara seperti Tiongkok yang luar biasa. Ia menegaskan, sebagai negara dengan basis sumber daya perikanan, sudah sepantasnya budidaya perikanan Indonesia menjadi lebih maju ke depannya.
“Negara Tiongkok sudah mampu membudidayakan hingga 100 spesies, sedangkan Indonesia baru sekitar 15 spesies. Ini saya kira jadi PR kita ke depan untuk mendorong budidaya lebih banyak varian komoditas yang bernilai ekonomis tinggi. Tentu ini tidak bisa dilakukan secara parsial, namun harus komprehensif melalui kerjasama seluruh stakeholders,” tegas Slamet.
Sementara itu, Menteri Edhy dalam sambutannya mengatakan, konsepsi total akuakultur yang diusung dalam buku ini sangat sejalan dengan fokus kebijakan KKP 5 (lima) tahun mendatang yakni mendorong industri akuakultur yang inklusif. Ia berharap, konsepsi ini tidak hanya sebatas teori namun benar-benar diimplementasikan dengan baik di lapangan.
“Saya berharap Pak Slamet untuk mengimplementasikan konsep ini. Capaian subsektor akuakultur harus lebih menggeliat dari sebelumnya. Jadi, saya menantang beliau untuk menghasilkan terobosan yang lebih berani lagi,” kata Edhy di hadapan ratusan stakeholders yang hadir.
Menurut Menteri Edhy, Slamet merupakan sosok yang sangat dinamis, tidak banyak bicara, tetapi selalu bekerja dengan tekun. Oleh karenanya, ia mendorong Slamet untuk dapat membuat terobosan yang lebih berani agar dapat mewujudkan arahan Presiden dalam mengembangkan akuakultur nasional.
“Kita berharap, buku ini bisa menjadi terobosan dalam masalah kita menjawab satu tantangan yang kita hadapi sekarang,” ucapnnya.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Edhy juga memastikan bahwa akuakultur akan menjadi ujung tombak KKP dalam memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, penyediaan lapangan kerja, dan penyediaan pangan.
“Ke depan, saya akan lebih banyak mengalokasikan anggaran untuk subsektor akuakultur,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Sosiolog UI, Imam Prasojo menyinggung soal keberpihakan pemerintah selama ini yang sangat minim terhadap subsektor akuakultur, khususnya dari sisi anggaran. Padahal menurutnya, akuakultur merupakan subsektor yang paling bersentuhan dengan masyarakat kelas menengah ke bawah yang riskan terhadap kemiskinan.
“Saya rasa, pemerintah sudah saatnya berpihak pada subsektor akuakultur. Bila perlu, anggarannya kasih Rp10 triliun sendiri. Saya kaget ternyata anggaran untuk akuakultur tahun kemarin hanya di bawah Rp1 triliun. Jadi, kalau kemarin fokus pada penenggelaman kapal, saat ini waktunya mengangkat kolam-kolam ikan,” ungkap Imam saat memberikan telaahannya terhadap buku ‘Total Akuakultur’ karya Slamet.
Adapun Rektor IPB, Arif Satria, menyampaikan apresiasi atas diluncurkannya buku ‘Total Akuakultur’. Menurutnya, hal ini sangat relevan dengan tantangan akuakultur ke depan yang membutuhkan arah kebijakan yang tepat melalui pendekatan komprehensif.
Hal senada diungkapkan Asisten Deputi Reformasi Birokrasi dan Kebijakan Publik, Sekretariat Wakil Presiden, Adhianti. “Saya kenal beliau sejak tahun 2005. Beliau memang orang yang ulet dan keistimewaannya selain sebagai birokrat, beliau juga memang praktisi akuakultur. Jadi saya rasa buku ini sangat pas karena berasal dari gagasan yang muncul dari pengalaman lapangan,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Shrimp Club Indonesia, Iwan Sutanto, menyatakan sepakat dengan pemikiran Slamet bahwa industri perikanan budidaya harus segera diwujudkan karena subsektor ini memberikan keutungan yang luar biasa, terutama di bisnis udang. Hal ini tergambar dari banyaknya para pembudiaya udang yang sudah naik haji dari hasil usahanya. Menurutnya, kondisi ini menunjukkan bahwa usaha udang memberikan keuntungan yang besar. (jpp)