Indovoices.com- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo bersama Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi melakukan peletakan batu pertama pembangunan Hunian Tetap (Huntap) Siosar tahap ketiga di Siosar, Karo, Sumatera Utara. Sejumlah 892 unit hunian tetap (huntap) ditargetkan selesai pada Desember tahun ini.
Peletakan batu pertama ini sebagai penanda simbolis pembangunan huntap tahap ketiga yang telah dimulai pengerjaannya pada Agustus 2019 lalu. Doni tidak hanya melakukan peletakan batu pembangunan huntap tetapi juga mendiskusikan kepada pemerintah daerah terkait kendala yang dihadapi.
“Kami ingin melihat pembangunan huntap ini berjalan dengan baik dan memastikan bantuan kepada korban yang berhak mendapatkan bantuan dari Pemerintah,” ujar Doni di hadapan warga Siosar yang telah menetap di sana terlebih dahulu.
Pembangunan kawasan huntap tahap ketiga akan menelan anggaran Rp 162 milyar dari hibah rehabilitasi dan rekonstruksi tahun anggaran 2018. Dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan rumah, infrastruktur dasar seperti jaringan air, penerangan dan jalan. Sedangkan lahan, pemerintah daerah masih melakukan proses pematangan lahan sejumlah 1.022 petak.
Huntap Siosar dibangun bagi masyarakat yang tidak dapat lagi menetap di rumah mereka yang berada di dalam kawasan rawan bencana Gunung Sinabung. Total pembangunan rumah yang telah dibangun mencapai ribuan, tahap pertama 370 unit, tahap kedua 1.655 dan lanjutannya 156. Serangkaian erupsi yang terjadi sejak 2010 telah mengakibatkan total kerugian dan kerusakan berjumlah Rp 1,80 trilyun. Rincian kerugian dan kerusakan tersebut mencakup sektor lintas Rp 18,4 trilyun, ekonomi Rp 1,14 trilyun, perumahan Rp 505,9 milyar, infrastruktur 83,9 milyar dan sosial Rp 53,4 milyar.
Doni juga berharap perekonomian masyarakat dapat segera kembali pulih, salah satunya dengan bertanam kopi. Di sela-sela memberikan arahan, Doni meminum segelas kopi hasil panenan dari warga Siosar. Menurut salah satu warga Gerga, dirinya telah menanam kopi sejak tinggal di lereng Sinabung. Setelah dirinya direlokasi dari Desa Simacem, dia dan suaminya masih bisa menanam kopi.
“Rasa kopi di sini berbeda, mungkin karena ketinggian dan jenis tanah. Ada permintaan dari Jerman namun kami belum siap karena kami baru menanam pada 2016,” kata Gerga yang dulu tinggal 2,5 km dari puncak Sinabung.
Dia optimis dapat membangun kembali pundi-pundi kehidupan di tempat yang baru ini meskipun awalnya memang sulit karena harus memulai dari nol.
“Sulit ketika bercocok tanam pertama kali, tapi kami mencoba untuk menikmati apa yang kami peroleh,” tutupnya.
Pada kesempatan yang sama, Doni juga menyerahkan alat penggiling kopi untuk pemberdayaan ekonomi masyakarat serta berkesempatan untuk mendengar harapan dari warga terdampak. Gerga bercerita bahwa ada warga Jerman yang ingin membeli biji kopi yang ditanam di Siosar.
Sementara itu, Gunung Sinabung dengan ketinggian 2.460 m dpl yang meletus sejak 2010 masih berstatus level III atau ‘siaga.’ PVMBG memberikan rekomendasi terkait aktivitias vulkanik sebagai berikut: pertama, masyarakat dan pengunjung/wisatawan agar tidak melakukan aktivitas pada desa-desa yang sudah direlokasi, serta lokasi di dalam radius radial 3 km dari puncak Gunung Sinabung, serta radius sektoral 5 km untuk sektor selatan-timur, dan 4 km untuk sektor timur-utara. Kedua, jika terjadi hujan abu, masyarakat dihimbau memakai masker bila keluar rumah untuk mengurangi dampak kesehatan dari abu vulkanik. Mengamankan sarana air bersih serta membersihkan atap rumah dari abu vulkanik yang lebat agar tidak roboh, dan terakhir, masyarakat yang berada dan bermukim di dekat sungai-sungai yang berhulu di Gunung Sinabung agar waspada terhadap banjir lahan hujan. (jpp)