Indovoices.com –Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief menanggapi santai tudingan yang menyebut pengalihan tanah atau lahan ke negara asing paling banyak terjadi di era Preaiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Tudingan tersebut sebelumnya disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Andi Arief meminta Mahfud MD membuktikan ucapannya tersebut.
“Pak Mahfud suruh membuktikan saja,” kata Andi kepada Tribunnews.com, Minggu (6/6/2021).
Sebelumnya, pernyataan Mahfud MD tersebut untuk menanggapi kritik yang diarahkan kepada pemerintah bahwa 70 persen tanah negara disebut dikuasai oleh asing.
Artinya, hanya 30 persen tanah yang dikuasai oleh negara.
Menurut Mahfud, pemerintahan Jokowi tidak pernah mengobral tanah ke asing.
Sebaliknya, kasus pengobralan tanah ini hanya perjanjian kontrak dari pemerintahan sebelumnya.
“Nah sekarang kita buka data siapa yang ngobral-ngobral tanah itu? kita ini cuma kebagian limbahnya. Pada zaman Pak Jokowi pemberian HPH atau pemberian tanah pada zaman pemerintahan kami ini itu nggak ada itu,” kata Mahfud saat menjadi pembicara dialog dengan Rektor UGM dan pimpinan PTN/PTS seluruh Yogyakarta yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada pada Sabtu (5/6/2021) lalu.
Mahfud menjelaskan pengobralan tanah justru paling banyak terjadi pada pemerintahan SBY atau periode 2004-2014. Menurutnya, ada jutaan hektar tanah yang diberikan HPHnya kepada asing.
“Kalau kita buka datanya tahun 2004 sampai dengan 2014, itu belasan juta hektar dikeluarkan. Nah zaman Pak Jokowi itu hanya meneruskan karena sudah ada komitmen dari pemerintahan yang sebelumnya dan tidak boleh ditolak harus dilanjutkan,” ungkapnya.
Mahfud menuturkan pemerintahan presiden Jokowi justru kerap membagi-bagikan tanah kepada masyarakat. Persoalan tanah yang dikelola asing ini disebut limbah dari pemerintahan sebelumnya.
“Nah ini Pemerintah nggak ada gunanya tanah rakyat diobral ke mana-mana. Saya katakan bahwa ini limbah. Kita ini sulit menyelesaikan ini karena misalnya kita mau merampas tanahnya orang ini milik negara, tapi dia ini punya kontrak yang sah dengan negara pada waktu itu. Pemerintah ingin mencabutnya seenaknya kan nggak bisa,” tukasnya.