Indovoices.com –Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman memberikan tanggapan atas pernyataan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla soal penyampaian kritik terhadap pemerintah.
Pernyataan yang disampaikan Kalla sempat menyinggung tentang bagaimana cara mengkritik tanpa dipanggil oleh aparat kepolisian.
Fadjroel menegaskan, apabila masyarakat menyampaikan kritik sesuai UUD 1945 dan peraturan perundangan, maka dipastikan tidak ada masalah.
“Jadi apabila mengkritik sesuai UUD 1945 dan peraturan perundangan, pasti tidak ada masalah. Karena kewajiban pemerintah/negara adalah melindungi, memenuhi dan menghormati hak-hak konstitusional setiap WNI yang merupakan HAM tanpa kecuali,” ujar Fadjroel dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (13/2/2021).
Dia pun menyebut bahwa sikap Presiden Jokowi atas kritikan dan masukan tegak lurus dengan Konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku.
Oleh karenanya, Fadjroel menyarankan perlu masyarakat mempelajari secara saksama sejumlah aturan.
Pertama, UUD 1945 pasal 28E ayat 3 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat“.
Lalu, pasal 28J yang berbunyi, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang drngan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
“Kemudian, kalau memasuki media digital, baca dan simak UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” ungkap Fadjroel.
“Perhatikan baik-baik ketentuan pidana pasal 45 ayat (1) tentang muatan yang melanggar kesusilaan, ayat (2) tentang muatan perjudian, ayat (3) tentang muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, ayat (4) tentang muatan pemerasan dan/atau pengancaman,” lanjutnya.
Lalu, kata dia, ada pula pasal 45a ayat (1) tentang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen, ayat (2) tentang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu atas SARA.
Pada pasal 45b tentang ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
“Kalau ingin menyampaikan kritik dengan unjuk rasa, baca dan simak UU Nomor 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum,” tambah Fadjroel.
Dikutip dari pemberitaan Tribunnews.com, pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut agar masyarakat memberikan kritik kepada pemerintahannya mendapat respons dari banyak pihak.
Salah satunya ialah Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pernyataan Kalla disampaikan saat menghadiri sebuah acara Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Mulanya, Kalla mengulas tentang kualitas demokrasi di Indonesia saat ini.
Kalla menilai masalah utama dalam demokrasi disebabkan oleh mahalnya demokrasi itu sendiri. Alhasil, demokrasi tidak berjalan baik.
“Pertama, demokrasi kita terlalu mahal. Akhirnya, demokrasi tidak berjalan dengan baik. Untuk menjadi anggota DPR saja butuh berapa, menjadi bupati dan menjadi calon pun butuh biaya, ” kata Kalla.
“Karena demokrasi mahal, maka kemudian menimbulkan kebutuhan untuk pengembalian investasi. Maka disitulah terjadinya menurunya demokrasi. Kalau demokrasi menurun, maka korupsi juga naik. Itulah yang terjadi,” lanjutnya.
Kedua, Kalla pun menegaskan pentingnya check and balance dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Karena, perlu ada kritik dalam pelaksanaan sebuah demokrasi.
“Harus ada check and balance, ada kritik dalam pelaksanaanya. Walaupun mendapat berbagai kritik beberapa hari lalu, Presiden mengumumkan ‘silakan kritik pemerintah.’ Tentu banyak pertanyaan, bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi. Ini tentu menjadi bagian dari upaya kita,” ujarnya.
Selain itu, Kalla menekankan pentingnya profesionalisme dalam pelaksanaan pemerintah demi terwujudnya manfaat demokrasi. Dalam hal tersebut, keberadaan partai oposisi penting untuk menjaga keberlangsungan demokrasi.(msn)