Indovoices.com-Asa Jacobsson (47) masih menyesap anggur putih di dekat jendela Bar Hjartats, Stockholm, 26 Maret lalu. Menginginkan ruang pribadi yang luas dan menghindari kontak dekat dengan orang lain adalah ciri khas Swedia, katanya.
“Ini mewah. Berjauhan dua meter benar-benar mudah bagi kami, bahkan alami,” kata Jacobsson, menunjuk garis pita abu-abu batas physical distancing antara ia dan temannya.
Ya, entah mengapa banyak bar di Swedia masih tetap beroperasi di tengah virus corona yang melanda parah di Eropa. Sejumlah restoran dan bar dibatasi jarak dua meter per bangku.
Swedia menjadi salah satu negara Nordik yang tetap santai menghadapi virus corona. Saat negara-negara di Eropa memberlakukan lockdown ekstrem dan menjatuhkan denda bagi orang yang keluar rumah, Swedia justru membebaskan warganya.
Padahal, sudah ada 6.131 kasus positif dan 358 orang di Swedia meninggal dunia karena corona. Tetangga Swedia, Denmark dan Norwegia, bahkan telah menutup perbatasan, Finlandia juga telah me-lockdown ibu kota.
Namun, Reuters mencatat orang-orang Swedia masih bisa pergi ke restoran, ke salon untuk memotong rambut, dan mengantar anak-anak mereka ke sekolah ketika jumlah kasus dan kematian di ibu kota Stockholm semakin meningkat. Di negara itu, lockdown dinilai belum diberlakukan karena orang-orang sudah terbiasa hidup mandiri dan menjaga jarak.
Warga asal Swedia lainnya, Cajsa Wiking (21), yang diwawancarai BBC, mengaku tak masalah jika harus menghabiskan waktu sendirian di apartemennya di Kota Uppsala. Wiking mengatakan, orang-orang Swedia sudah terbiasa hidup seorang diri.
“Kami cukup pandai tinggal di rumah dan tidak terlalu [berinteraksi] sosial dibandingkan dengan budaya lain, sehingga membuat [isolasi] lebih mudah bagi kami,” kata Wiking.
“Saya melakukan banyak hal di apartemen, seperti mengatur lemari, berolahraga, dan saya juga membaca lebih banyak,” tuturnya.
Masih menurut laporan BBC, lebih dari setengah rumah-rumah orang Swedia hanya dihuni oleh satu orang. Di Swedia, rentang usia 18 dan 19 tahun sudah terbiasa hidup mandiri di apartemen atau berpisah dari orang tua.
Beberapa ahli percaya bahwa pola hidup ini dapat membantu membendung penyebaran virus corona. Tak seperti Italia dan Spanyol yang rumahnya dihuni oleh keluarga besar, berkumpul dalam satu atap.
“Jika Anda memiliki rumah tangga dengan beberapa generasi, tentu saja Anda akan mengalami penyebaran virus yang cepat,” kata Bjorn Olsen, seorang profesor ahli penyakit menular di Universitas Uppsala.
“Kami memiliki banyak orang lajang yang tinggal di Stockholm, di kota-kota besar di Swedia, dan itu bisa agak memperlambat sedikit laju penularan,” tuturnya.
Selain itu, banyak orang Swedia yang dinilai telah menerapkan physical distancing ketika berada di ruang publik sebelum virus melanda. Misalnya, menghindari duduk dekat dengan orang lain di transportasi umum dan tidak biasa mengobrol ringan dengan orang asing di toko atau kafe.
“Adapun social distancing, Swedia sudah secara alami saling memberi ruang sebelum pandemi virus corona melanda,” kata Lola Akinmade Åkerström, seorang penulis budaya Swedia.
Meski tetap santai, pemerintah telah melarang kegiatan belajar mengajar untuk sekolah tingkat SMA dan universitas. Namun, sekolah untuk siswa di bawah 16 tahun tetap dibuka, termasuk sebagian toko.
Pub dan restoran juga masih menawarkan layanan makan di lokasi dan take away. Dengan catatan, pelanggan tak boleh duduk dekat bar dan menghampiri konter, sehingga pelayan yang harus menghampiri pengunjung dan menyajikan hidangan langsung di meja.
“Ini benar-benar baru bagi kami dan pelanggan kami. Kami memiliki 26 keran bir, yang sering berubah, jadi agak membingungkan ketika orang tidak dapat mendekati bar,” kata pemilik Wirstroms, Martin Hession, 49, kepada Reuters.
Meskipun tetap buka, penjualan Hession turun 75% dibandingkan dengan Maret tahun lalu, memaksanya untuk memecat sebagian besar stafnya.
“Saya lebih suka bar ini ditutup. Saya tidak bisa mengerti mengapa pemerintah ingin kita tetap buka sementara pub dan restoran bangkrut,” tambahnya.
Sejauh ini, pemerintah meminta orang-orang untuk mengikuti saran pihak berwenang untuk menjaga jarak, dan bertanggung jawab sukarela untuk memperlambat penyebaran virus. Semua acara yang dihadiri lebih dari 50 orang juga telah dilarang.
Pemerintah masih sebatas mengimbau warganya untuk bekerja dari rumah jika memungkinkan, mengisolasi diri jika sedang sakit atau berusia lebih dari 70 tahun, dan menghindari semua perjalanan yang tidak penting.
Saat ini, Swedia telah menguji tes corona sekitar 36.000 orang.
“Kita yang dewasa harus persis seperti itu: dewasa. Bukan menyebarkan kepanikan atau rumor,” ujar Perdana Menteri Swedia, Stefan Löfven.
“Tidak ada yang sendirian dalam krisis ini, tetapi setiap orang memiliki tanggung jawab yang berat,” tuturnya.
Kedewasaan penduduk Swedia diklaim oleh perusahaan angkutan umum, Stockholm SL. Mereka mengatakan, pihaknya mencatat ada penurunan jumlah penumpang sebesar 50% untuk kereta bawah tanah dan kereta komuter pekan lalu.
Jajak pendapat menunjukkan tiga perempat orang Swedia menjaga jarak setidaknya satu meter. Setidaknya sepertiga dari warga Stockholm adalah pekerja jarak jauh, orang Swedia juga belum ‘panic buying’ seperti di di negara lain.
Memicu pertentangan
Tak semua orang di Swedia setuju dengan kebijakan yang terkesan santai ini. Profesor Patogenesis Mikroba di Institut Karolinska salah satunya.
“Kami tidak punya pilihan, kami harus menutup Stockholm sekarang,” kata Soderberg-Naucler kepada Reuters.
Nucler merupakan satu dari sekitar 2.300 akademisi yang menandatangani surat terbuka kepada pemerintah pada akhir bulan lalu.
“Kita harus mengendalikan situasi, kita tidak bisa menuju ke situasi di mana kita mendapatkan kekacauan total,” ungkapnya.
Swedia bahkan kekurangan APD
Salah satu penularan corona terbesar di Swedia adalah di panti jompo Stockholm. Bahkan beberapa staf di rumah sakit dan panti jompo telah memperingatkan kurangnya alat pelindung diri (APD) seperti masker.
Stockholm kini telah membuka rumah sakit darurat di sebuah kompleks konvensi di selatan pusat kota. Pemerintah Kota juga telah meminta relawan untuk membantu merawat pasien. Kesimpulannya, Swedia lebih berfokus untuk mengisolasi dan merawat orang sakit daripada mengkarantina wilayah.
“Adalah penting untuk memiliki kebijakan yang dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lebih lama, yang berarti tinggal di rumah jika Anda sakit, itu pesan kami,” kata Kepala Badan Kesehatan Epidemiologis, Anders Tegnell.
“Mengisolasi orang di rumah tidak akan efektif dalam jangka panjang. Cepat atau lambat orang-orang akan tetap pergi, tutur Tegnell.
Ilmuwan lainnya, Profesor Bjorn Olsen telah meminta pemerintah untuk mengikuti negara lain memberlakukan lockdown.
Herd Immunity?
Sebagian ilmuwan meyakini Swedia tengah menerapkan herd immunity. Istilah ini merupakan pembentukan kekebalan kelompok, terjadi ketika sebuah populasi sudah kebal terhadap virus, dan virus akan kesulitan menemukan inang sehingga bisa menghentikan wabah. Cara ini menuai pro dan kontra karena membiarkan penduduk terinfeksi terlebih dulu.
Olsen tidak setuju dengan prediksi herd immunity tersebut. Terlebih, cara ini bisa memakan waktu lebih dari setahun dan ia khawatir bahwa tingkat infeksi akan turun selama musim panas.
Saat ini, Swedia menjadi salah satu negara yang memiliki ekonomi digital paling maju di UE dan memiliki latar belakang inovasi yang kuat. The Swedish Internet Foundation mencatat lebih dari dua pertiga orang Swedia bahkan sudah bekerja online dari rumah, jauh sebelum virus mewabah. (msn)