Selama empat tahun terakhir ini, Jokowi begitu gencar membangun berbagai infrastruktur untuk menekan ketimpangan antar wilayah di Indonesia. Upaya Jokowi tersebut merupakan implementasi Nawacita ketiga, yakni penegasan Jokowi yang sejak awal akan memprioritaskan pembangunan Indonesia dari pinggiran.
Bukan hanya pembangunan Jawa Sentris, melainkan Indonesia Sentris, yaitu pembangunan yang menyebar ke seluruh pelosok negeri (desentralisasi) dan tidak lagi terpusat di perkotaan (sentralisasi). Salah satu yang terdampak terhadap pembangunan yang dilakukan Jokowi adalah pulau Miangas yang merupakan pulau terluar dari Indonesia. Posisinya di utara Indonesia. Letaknya pun lebih dekat dengan negara tetangga daripada negara sendiri.
Bila dihitung, pulau tersebut lokasinya berjarak 450 kilometer dari Kota Manado dan 50 kilometer dari Manila (Filipina). Karena itu, masyarakat pun lebih mudah menangkap siaran radio dan komunikasi lainnya dari Filipina ketimbang dari saluran Indonesia. Perkawinan dengan warga Filipina tidak bisa dihindarkan lagi dikarenakan kedekatan jarak dengan Filipina. Bahkan beberapa laporan mengatakan mata uang yang digunakan di pulau ini adalah peso.
Sejarah Pulau Miangas sendiri bisa dilacak hingga 500 tahun yang lalu dimana saat itu, Pulau Miangas telah berpenghuni. Adalah Belanda yang menancapkan kakinya di wilayah Sangihe dan Talaud (Satal), ditandai dengan penandatanganan kontrak antara Belanda dan raja-raja Satal pada 1677 yang disebut Corpus Diplomaticum Indicum. Perjanjian kontrak itu mencakup wilayah pulau-pulau termasuk Miangas.
Setelah Belanda masuk, gelar raja dan ratu diganti kepala desa atau kepala distrik. Pada 1889 di Miangas, kedudukan ini sudah dipegang oleh Kapitan Laut, sebagai gelar umum kepala desa di Talaud.
Tidak jelas siapa yang memberikan nama pulau tersebut dengan nama Miangas, sebab mengacu dialek setempat meangas atau meangis yang disederhanakan menjadi miangas. Artinya adalah menangis. Konon daerah ini sering menjadi sasaran penyerbuan perompak, karena itu penduduk asli pulau merasakan kehidupan perih penuh dengan tangisan dan air mata.
Saat Indonesia merdeka, bersamaan dengan penyerahan kekuasaan dari penjajah kepada pemerintahan baru Indonesia ketika itu. Pulau Miangas pun termasuk salah satu yang diserahkan dan menjadi milik Indonesia. Kini Miangas telah berkembang menjadi kecamatan sendiri, masuk dalam Kabupaten Kepulauan Talaud.
Meski merdeka bersamaan dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Puluhan tahun, Miangas tidak mengalami pembangunan yang berarti. Berbeda dengan pulau-pulau lain di Indonesia seperti pulau Jawa dan Sumatera yang mengalami pembangunan sangat pesat, Pulau Miangas seakan terpinggirkan dan hampir terlupakan. Nama pulau Miangas pun hanya menjadi sebaris kalimat pendek sebagai pulau terluar Indonesia di pelajaran Geografi saat sekolah.
Mengenai kondisi Miangas sendiri dapat kita ketahui melalui cerita wartawan salah satu media yang berkesempatan berkunjung ke sana, saat akan meliput kunjungan Jokowi ke Miangas 2016 yang lalu. Disebutkan dengan jumlah warga yang kurang dari 1000 orang, Miangas memiliki iklim panas. Sistim telekomunikasi hanya mengandalkan sinyal Telkomsel yang baru tersedia sejak tahun 2010, itupun sinyalnya masih 2G. Sebelumnya, pulau ini sama sekali terisolir dari komunikasi luar.
Praktis, komunikasi warga sekitar dengan dunia luar hanya melalui SMS. Layanan data adalah barang mewah. Ada WiFi di pangkalan Angkatan Laut (AL). Tetapi kapasitasnya sangat terbatas dengan jarak jangkauan hanya 1 meter dari pangkalan.
Selain masalah infrastruktur telekomunikasi, di Miangas juga minim air bersih. Seperti daerah laut pada umumnya, wilayah ini memiliki air payau. Tidak heran jika harga air mineral merek terkenal di sini seharga Rp 10.000 per botol ukuran 600 mililiter.
Ferdinand, salah satu staf Kementerian Perhubungan yang diperbantukan di Bandar Udara Miangas, mengatakan udara di Miangas sangat panas dan susah air. “Saya bisa dua hari tidak mandi di sini. Air sangat susah. Lebih enak di Melonguane,” kata dia.
Listrik juga menjadi salah satu barang mewah di pulau ini. Sebab pada jam 15.00-17.00 WITA, listrik di wilayah ini padam.
Listrik disuplai PLN melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang tenaganya harus dihemat, meskipun rata-rata rumah warga sudah memiliki sambungan listrik yang memadai.
Di pulau ini, harga BBM jenis premium mencapai Rp 25.000-30.000 per liter. Tidak heran jika mobil merupakan hal yang jarang ditemui di pulau ini. Mobil yang ada adalah kendaraan operasional Kemenhub. Namun, banyak warga memiliki motor.
Miangas, juga sudah memiliki sekolah dari SD sampai SMK. Juga ada dua Puskesmas. Namun kualitas sumber daya manusia di pulau ini masih kurang memadai disebabkan banyak warga yang memilih untuk keluar dari pulau tersebut karena keterbatasan di pulau tersebut.
Transportasi barang dan orang antar pulau di Miangas mengandalkan kapal, yang datang tiga kali seminggu dari Melonguane, atau sekali dua minggu dari Manado.
Namun semua berubah sejak Jokowi menjabat. Sebagai presiden yang pertama dan satu-satunya, kehadiran Jokowi di Miangas menuai sambutan yang luar biasa oleh masyarakat Miangas. Bahkan ada kejadian tak terlupakan saat Jokowi berkunjung ke sana, yakni ketika Presiden Jokowi membasuh wajahnya dengan air laut. Fotonya sempat viral di media sosial waktu itu. Tanjung tempat Jokowi membasuh wajah kini dikenal sebagai Tanjung Jokowi.
Kejadiannya dilakukan di luar jadwal, yakni saat berkeliling menggunakan bus usai meresmikan Bandara Miangas. Jokowi tiba-tiba meminta bus yang ditumpanginya berhenti.
“Presiden turun sendiri, Presiden jongkok dan membasuh tangan dan wajahnya dengan air laut di Miangas. Bukan saja mengharukan, kehadiran Presiden ke Miangas sangat membahagiakan warga setempat,” terang Umbas yang juga putra asal Manado Sulut.
Setelah kunjungan Jokowi tersebut, mulai lah dibangun satu persatu infrastruktur di pulau tersebut. Mulai dari pengadaan Base transceiver station (BTS) 4G yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas layanan Internet, layanan TV digital dari TVRI, Kemenkominfo bersama RRI membangun transmisi radio, penyediaan Wifi Nusantara dan melengkapi sekolah dan puskesmas serta beberapa rumah pintar dengan akses Internet, penyeragaman harga BBM.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah pembangunan Bandar Udara Miangas yang beroperasi dua kali seminggu. Serta tol laut yang akan melintasi dari Surabaya menuju Bitung-Tahuna. Kemudian Lirung-Melonguane dan ke Miangas.
Jadi bukan hal yang mengherankan bila warga Miangas, pada tanggal 8 Agustus 2018 yang lalu, ikut menjadi salah satu dari empat daerah terluar yang menggelar deklarasi dukungan sekaligus memberikan dorongan moril terhadap pencalonan Joko Widodo sebagai Presiden RI 2019-2024.
Deklarasi dukungan empat daerah terluar mengusung tema “Terimakasihku Untukmu Jokowi”.
Masyarakat Miangas sebagaimana masyarakat Rote, Sabang dan Merauke, mendukung penuh dan sepakat untuk mendaulat Presiden Jokowi untuk memimpin Indonesia kembali lima tahun mendatang.
“Deklarasi ini adalah momentum historis dan membanggakan dimana rakyat di ujung perbatasan empat penjuru negeri sepakat mendukung penuh dan mendaulat kembali Presiden Jokowi untuk memimpin Indonesia,” kata Umbas.
“Lebih dari itu, berbagai kebijakan dan program serta arahan diimplementasikan untuk menjadikan pulau-pulau terluar Indonesia itu menjadi serambi Indonesia yang tertata apik, ditunjang infrastruktur dan aksesibilitas yang baik,” katanya.
Menurut dia, masyarakat juga sudah menikmati dampak dari kebijakan Presiden Jokowi sesuai komitmen Nawacita.
Kini warga Miangas mulai mengejar ketertinggalannya dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia. Bahkan saat ini sedang dilakukan penggarapan agar Pulau Miangas dapat menjadi destinasi wisata mengingat keindahan alamnya yang luar biasa. Dan semua itu dimulai sejak Jokowi menjabat sebagai presiden di Republik Indonesia. Jangan sampai segala daya upaya beliau menjadi sia-sia dan terhenti di tengah jalan.
Trailer Pulau Miangas Perbatasan Paling Utara Indonesia