Indovoices.com –Indonesia resmi masuk resesi akibat tekanan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Perekonomian di kuartal III-2020 minus 3,49 persen, melanjutkan laju ekonomi kuartal sebelumnya yang minus 5,32 persen.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, meski ekonomi Indonesia terkontraksi namun sudah mulai menunjukkan adanya pemulihan. Menurut dia, sejumlah indikator ekonomi mengalami perbaikan di kuartal III-2020.
Hal itu setidaknya tercermin dari kontraksi yang semakin mengecil antara kuartal II-2020 dengan kuartal III-2020.
“Saat ini yang penting bukan persoalan resesi atau tidak resesi, tapi bagaimana respons pemerintah dan arahan kebijakannya. Menurut kami ini yang dikerjakan sudah on track, tinggal lakukan fokus dan akselerasi,” ujarnya dalam acara Polemik Trijaya tentang Efek Resesi di Tengah Pandemi.
Yustinus menyatakan, pandemi mendorong untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, pemerintah menjadi satu-satunya penyokong pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal III-2020 konsumsi pemerintah tumbuh 9,76 persen, menjadi satu-satunya komponen yang positif.
Konsumsi rumah tangga tercatat minus 4,04 persen, konsumsi LNPRT minus 2,12 persen, investasi minus 6,48 persen, ekspor minus 10,82 persen, dan impor minus 21,86 persen.
“Ini harus dipertahankan, karena penting sekali penataan ke depan dengan pemerintah yang semakin responsif menjadi akseleator untuk nantinya sektor swasta tumbuh, dan masyarakat juga pulih dari sisi income,” ujarnya.
Perlu reshuffle?
Kendati demikian, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opiniom Dedi Kurnia Syah menilai, resesi ekonomi yang terjadi saat ini tak lepas dari persoalan kurangnya koordinasi di pemerintah. Menurut Dedi, persoalan ekonomi menjadi tanggung jawab Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
“Saya tidak mungkin mengatakan terlalu jauh bahwa ini semua adalah lemahnya pengawasan atau kontrol presiden, tidak, karena sudah ada peran Menko. Artinya yang bertanggungjawab di tengah resesi dan kesusahan kita saat ini harus dilimpahkan ke Menko Perekonomian. Dia kan sebenarnya wapres bidang ekonomi,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Oleh sebab itu, Dedi bilang, memungkinkan untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reshuffle para menteri, terutama yang menjabat di kementerian strategis. Hal ini untuk meningkatkan koordinasi di pemerintahan dalam mendorong pemulihan ekonomi.
“Menurut saya (reshuffle) bukan sesuatu yang memalukan, bukan aib, kalau kondisinya adalah situasi tidak terjaga, performasinya tidak signifikan. Tidak ada salahnya presiden mengganti ke orang-orang yang progresif, terutama mereka yang tempatkan di posisi strategis ekonomi,” jelasnya.
Sejumlah nama disebutkan oleh Dedi, selain Airlangga, menurutnya perlu juga mempertimbangkan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, dan Menteri Perindustrian Agum Gumiwang.
“Misalnya Menteri Tenaga Kerja, ATR, Perdagangan, Perindustrian, itu kan hal-hal yang strategis, sementara kerjanya kolektif bukan orang per orang. Tentu Presiden sudah punya pertimbangan tentang hal ini,” tutup dia.(msn)