Indovoices.com –Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan Bank Indonesia (BI) akan melanjutkan skema berbagi beban atau burdensharing terkait pembiayaan negara hingga 2022. Hal ini sebagai langkah extraordinarydalam menghadapi situasi pandemi COVID-19.
Menurut Sri Mulyani, ada dua jenis burden sharing yang akan dilakukan dengan bank sentral. Pertama, terkait pembiayaan COVID-19. Skema ini akan berakhir pada 2020.
Sementara burden sharing skema kedua, yakni BI sebagai pembeli siaga (standby buyer) di pasar perdana. Ini akan berlangsung hingga 2022.
“Burden sharing, di mana BI sebagai pembeli siaga atau standby buyer melalui lelang SBN pemerintah. Itu berlangsung sampai 2022,” ujar Sri Mulyani saat konferensi pers virtual
Dia melanjutkan, burden sharing hingga 2022 itu sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2020, di mana defisit APBN diperbolehkan di atas 3 persen dari PDB hingga 2022. Setelah itu, baru lah pemerintah akan kembali menjalankan kebijakan defisit anggaran maksimal 3 persen di 2023.
“Dengan mekanisme ini, pemerintah dan BI jaga disiplin fiskalnya, jaga kebijakan moneter dengan terus menjaga mekanisme pasar kredibel, dan menjaga kepercayaan para investor yang memegang, membeli instrumen SBN, baik secara ritel masyarakat Indonesia, maupun institusional, di dalam negeri dan global issuance,” jelasnya.
Dalam Perpres 72 Tahun 2020, pemerintah menargetkan defisit anggaran Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Untuk menutup defisit tersebut, pemerintah memerlukan pembiayaan utang sebesar Rp 903,46 triliun. Secara rinci, kebutuhan pembiayaan utang sektor publik adalah Rp 397,56 triliun dan sektor nonpublik Rp 505,86 triliun.
Pembiayaan di sektor publik sebesar Rp 397,56 triliun tersebut akan ditanggung oleh BI. Bank sentral pun akan membeli SBN secara langsung sebesar Rp 397,56 triliun hingga akhir tahun ini tanpa mendapatkan imbal hasil.(msn)