Indovoices.com –Menteri Keuangan Sri Mulyani menceritakan reformasi yang masif dilakukan di Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam mengelola keuangan negara.
Menurut dia, titik reformasi itu dimulai sejak adanya aturan mengenai keuangan negara dan perbendaharaan negara.
Beleid tersebut yakni Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Sri Mulyani menjelaskan, DJPb yang baru dibentuk saat itu memiliki reputasi yang tidak baik. Ia memahami situasi tersebut karena sebagai menteri keuangan di 2005, era Presiden SBY.
“Saya sangat ingat betul, sebab saya menjadi Menkeu sejak tahun 2005 dan waktu itu masa awal dari Kemenkeu laksanakan UU 17 dan UU 1 UU keuangan negara dan perbendaharaan,” kata Sri Mulyani dalam webinar Treasury Indonesia, Senin (26/10).
Bahkan menurut dia, calo anggaran dan uang suap menjadi hal yang lumrah untuk mengurus pencairan negara. Hal ini karena sistem di DJPb Kemenkeu yang belum baik.
“Kalau saya lihat di semua kantor-kantor perbendaharaan waktu itu banyak sekali orang antre bawa map dan muncul calo-calo untuk bisa mencairkan anggaran, sehingga reputasi kalau mau pergi dan urus pencairan anggaran, Anda perlu membawa map yang isinya sebenarnya uang sogokan,” jelasnya.
Namun tak lama hal itu berlangsung, Sri Mulyani dan seluruh jajaran di Kemenkeu melakukan reformasi dengan membentuk front office, middle office, dan back office di setiap kantor DJPb.
Sehingga seluruh kegiatan dilaksanakan secara transparan dan masing-masing melaksanakan tugas sesuai tupoksinya.
“Front office dilakukan untuk memberikan pelayanan yang transparan, sehingga tidak dipertemukan dengan middle dan back office,” kata dia.
“Itu cara pertama untuk mulai membersihkan adanya calo calo anggaran waktu itu. Jadi kantor-kantor pelayanan perbendaharaan relatif baik,” lanjutnya.
Reformasi selanjutnya yang dilakukan otoritas fiskal ini adalah otomatisasi pada kas negara. Uang negara yang masuk ke kas negara dilakukan melalui bank persepsi atau bank yang ditunjuk oleh pemerintah.
“Sehingga tidak lagi ada interaksi dengan teman-temen di Kemenkeu,” tuturnya.
Kemudian Kemenkeu membentuk treasury single account, di mana seluruh account dari keuangan negara yang dipegang seluruh kementerian atau lembaga harus seizin Menkeu,
Selanjutnya dibentuk akun khusus untuk bendahara negara atau disebut treasury single account. Melalui akun inilah, bendahara di seluruh kementerian dan lembaga negara bisa meminta pencairan anggaran dari DJPb Kemenkeu.
“Sebab dulu banyak kementerian lembaga itu bisa buka account sendiri, uang negara ditaruh di situ. Sering sekali tidak bisa dibedakan ini uang dari institusi atau dari keuangan pribadi dari bendahara negara di uang tersebut,” jelas Sri Mulyani.
Dengan adanya treasury single account, maka terjadi disiplin dan penertiban keseluruhan pengelolaan keuangan negara. Selain itu, untuk juga bisa menjaga cash atau likuiditas negara, maka Kemenkeu membuat treasury billing room.
“Kemudian dibentuk treasury billing room ini adalah untuk memastikan cash pemerintah terjaga cukup likuid untuk menjaga seluruh transaksi transaksi keuangan,” kata dia.
Dengan adanya berbagai perubahan tadi, Sri Mulyani berharap ke depan DJPb akan semakin baik dalam mengelola keuangan negara.
“Dengan berbagai macam modernisasi dan reformasi ini, kita melihat fungsi perbendaharaan di Indonesia semakin lama semakin baik,” ujarnya.(msn)