Berbicara soal laut dan perikanan di Indonesia, tentu tidak dapat dilepaskan dari peran sosok luar biasa ini. Berbeda dengan kebanyakan pejabat yang berpenampilan perlente dengan stelan jas rapi, sepatu mengkilap dan terkesan jaim. Sosok ini berani tampil apa adanya, gaya keseharian yang nyentrik dan tidak neko-neko banyak menarik perhatian publik.
Yang paling mencuri perhatian masyarakat adalah gebrakannya selama menjabat sebagai menteri di Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP). Aksi penenggelaman kapal pencuri ikan yang dilakukannya berhasil membuat kekayaan laut Indonesia meningkat 100 persen. Siapa lagi kalau bukan Susi Pudjiastuti namanya.
Kembali ke beberapa tahun yang lalu sebelum Susi menjadi menteri KKP. Indonesia merupakan negara maritim terluas di dunia dengan luas lautan 5,8 juta km2. Namun anehnya ekspor ikan kita selama berpuluh tahun ternyata kalah dengan negara lainnya. Bahkan di Asia Tenggara sendiri, ekspor perikanan Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah Thailand yang hanya mempunyai luas laut 205.600 km2 dan Vietnam 329.560 km2.
Namun sejak sosok yang identik dengan kata “Tenggelamkan” ini menjabat, kapal-kapal pencuri ikan banyak yang sudah berhasil ditangkap dan dikaramkan ke dasar laut. Setidaknya sudah 501 kapal sepanjang 2014-2019, termasuk 13 kapal yang ditenggelamkan oleh Susi kemarin, 4 Mei 2019. Dan ternyata di antara 501 kapal tersebut, 289 kapal adalah milik Vietnam. Artinya lebih kurang 58 persen maling ikan di perairan Indonesia asalnya dari Vietnam.
Susi sendiri pernah menjelaskan tentang kapal-kapal berbendera Vietnam yang menjadi pelaku utama illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) dan mendominasi setiap tahun di wilayah perairan Indonesia. Beberapa tahun terakhir ini semakin menjadi-jadi, di mana kapal-kapal maling ikan Vietnam ini dilindungi secara terang-terangan oleh kapal Vietnam Fisheries Resources Surveillance (VFRS).
VFRS tidak lain adalah lembaga pemerintahan Vietnam yang bergerak di bawah Kementerian Pertanian dan Pengembangan Daerah Tertinggal negara tersebut. Lembaga tersebut adalah satuan tugas non militer yang bertanggung jawab untuk melakukan patroli, monitoring and surveillance.
Salah satu contoh adalah kejadian tanggal 27 April 2019, dimana KRI Tjiptadi-381 ditabrak kapal VFRS di perairan Indonesia. Kapal pengawas perikanan Vietnam itu memprovokasi kapal TNI AL karena telah menangkap kapal Vietnam BD 979 yang sedang melakukan penangkapan ikan secara ilegal.
Kepanikan Vietnam jelas terlihat, terutama karena ekspor ikannya anjlok akibat penangkapan dan penenggelaman yang dilakukan oleh Susi. Sebaliknya bagi Indonesia, penenggelaman kapal nelayan asing malah memberikan dampak positif pada sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
“Saat ini neraca dagang perikanan Indonesia menjadi nomor satu di Asia Tenggara. Prestasi lainnya juga ditorehkan Indonesia sebagai negara penyuplai ekspor tuna terbesar di dunia,” kata Susi, 4 Mei 2019.
Hal senada juga disampaikan oleh Todung Mulya Lubis, Duta Besar Indonesia untuk Norwegia. Dirinya menyebutkan bila komoditi hasil laut Indonesia semakin mendominasi pasar dunia.
Berbagai produk perikanan Indonesia membanjiri Norwegia mulai dari barramundi, tuna, red snapper, makarel dan komoditi hasil laut lainnya seperti kepiting, udang, cumi-cumi, lobster serta rumput laut.
Importir Norwegia sangat berminat terhadap hasil laut dari Indonesia. Setidaknya sebanyak 10-20 ton hasil laut diimpor oleh Norwegia dari Indonesia setiap minggunya, menggunakan kapal laut di mana proses pembersihan, pemotongan, pengepakan dan pendinginan/pembekuan komoditi tersebut dilakukan di Indonesia
Hasil laut tersebut kemudian dijual oleh Importir Norwegia kepada para penjual grosir di seluruh wilayah Norwegia dan Nordik, serta negara Eropa lainnya.
Khusus dalam hal ekspor ikan Tuna, Indonesia kini sudah dianggap sebagai produsen ikan tuna terbesar di dunia, dengan hasil tangkapan bernilai hingga 5 miliar dollar AS atau hampir Rp 71 triliun setahun.
Jika dihitung-hitung, satu dari enam ekor tuna yang ditangkap di dunia selama tiga tahun terakhir ini berasal dari Indonesia.
Data resmi Food and Agriculture Organization (FAO) melalui SOFIA pada 2016 menunjukkan bahwa terdapat 7,7 juta metrik ton tuna dan spesies seperti tuna ditangkap di seluruh dunia.
Di tahun yang sama, Indonesia memasok lebih dari 16 persen total produksi dunia dengan rata-rata produksi tuna, cakalang dan tongkol Indonesia mencapai lebih dari 1,2 juta ton pertahun. Sedangkan pada 2017, volume ekspor tuna Indonesia mencapai 198.131 ton dengan nilai 659,99 juta dollar AS.
Norwegia bukanlah pasar ikan Tuna terbesar dari Indonesia, melainkan Amerika. Hampir separuh ikan tuna yang diproduksi Indonesia tahun lalu dikonsumsi oleh Amerika Serikat. Ekspor Ikan Tuna dari Indonesia ke Amerika Serikat mengalami peningkatan hingga 130 persen dari tahun 2014 hingga 2019 ini.
Peringkat kedua diduduki oleh Jepang, negara ini mengimpor hampir seperempat produksi ikan tuna Indonesia tahun lalu. Sisanya dikirim ke Australia, Hong Kong, Singapura, dan Korea Selatan.
“Permintaan akan sumber makanan laut terus meningkat di seluruh dunia,” kata Jeremy Crawford, direktur International Pole and Line Foundation di Asia Tenggara. Pole and Line Foundation adalah sebuah lembaga non-pemerintah yang bergerak dalam kampanye untuk mempromosikan industri perikanan berkelanjutan.
Dengan mempekerjakan sekitar 3,3 juta orang di sektor perikanan, Indonesia terus berjuang melawan persepsi praktik pekerja murah, penyelundupan manusia, dan penangkapan ikan ilegal di wilayah barat Pasifik.
Di bawah kendali Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang mempublikasikan data “real-time” semua lokasi kapal ikan di perairannya. Hal ini sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara terdepan dalam hal transparansi. Demikian menurut Amanda Shaver, spesialis keamanan lingkungan dari Stimson Centre, lembaga riset di Washington DC.
Upaya keras ini membawa hasil dan membuat reputasi Indonesia dalam hal transparansi industri perikanan dan memerangi penangkapan ikan ilegal melambung di dunia internasional. Di dalam negeri, Indonesia juga mengembangkan industri pemrosesan ikan yang modern dan peningkatan kapasitasnya untuk mengantisipasi besarnya volume ikan yang bisa ditangkap. Menjadikan Indonesia berpeluang besar sebagai pemain dalam ekspor tuna kalengan, mengalahkan Thailand dan Vietnam yang selama ini menjadi negara produsen utama tuna kalengan.
“Indonesia melakukan pekerjaan hebat dalam mengendalikan penangkapan ikan ilegal di perairannya,” kata Reniel Cabral, pakar kelautan dari Universitas California Santa Barbara.
Dia mengatakan, Indonesia berikutnya perlu menerapkan pengawasan serupa terhadap metode penangkapan ikan para nelayan domestik.
“Untuk terus mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini, Indonesia harus memastikan upaya penangkapanilan domestik harus dikelola dengan baik,” kata Cabral.
Untuk menjaga kelestarian ikan di lautan, Indonesia kini menerapkan metode menangkap ikan satu per satu. Metode penangkapan ini membuat meminimalkan risiko nelayan menangkap ikan yang tidak seharusnya ditangkap. Indonesia menempati tempat kedua di bawah Jepang dalam hal metode menangkap ikan satu per satu.
Para pakar memperkirakan hampir 20 persen ikan tuna di Indonesia bisa ditangkap dengan cara yang lebih ramah lingkungan ini.
“Indonesia menunjukkan kepada Asia Tenggara dan dunia bahwa amat memungkinkan mengkapitalisasi permintaan internasional atas keberlanjutan tuna sekaligus menjaga masa depan komunitas pesisir,” kata Crawford.
Sayangnya di tengah menanjaknya sektor perikanan Indonesia, Susi mengucapkan kata-kata perpisahan. Hal ini mengingat akan segera berakhirnya masa jabatan Susi Pudjiastuti di tanggal 20 Oktober 2019 nanti.
“Saya titipkan ke Anda semua. Tetap jaga laut kita untuk masa depan bangsa. Anda adalah bagian dari laut, kita adalah negara kepulauan terbesar di dunia,” ujar Susi saat menjadi pembicara dalam diskusi terbuka bertajuk ‘Indonesia yang Bersih, Aman, dan Nyaman untuk Berwisata’ di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu sore, 6 April 2019.
Susi mengimbuhkan, setelah lepas jabatan menteri kelak, ia memastikan dirinya masih akan tetap konsentrasi pada laut. Salah satunya lewat komunitas pecinta laut, Pandu Laut Nusantara. Saat ini, ia menjadi pembina komunitas Pandu Laut Nusantara. Komunitas itu dibangun bersama sejumlah aktivis dan selebritas, diantaranya Kaka dan Ridho Slank.
Bagi para mafia dan pencuri ikan, kabar ini tentu merupakan kabar yang menjanjikan sekaligus menggembirakan. Apalagi bila pengganti Susi kelak, tidak memiliki kemampuan dan keberanian seperti halnya Susi. Mereka akan kembali berpesta pora menjarah ikan-ikan dan kekayaan laut di depan hidung kita. Segala kerja keras Susi dan pencapaian laut kita selama lima tahun terakhir ini terancam sia-sia.
Walaupun saya percaya, Jokowi tentu akan selektif mengangkat pengganti Susi. Namun sangat sulit rasanya menemukan sosok yang memiliki kemampuan apalagi keberanian seperti sosok srikandi Indonesia ini. Yang pintar banyak, tapi yang berani dan nekad menjurus ke gila itu langka.
Laut Indonesia tidak akan pernah sama lagi tanpa Susi. Karena selama lima tahun terakhir ini, Susi sudah seperti sosok seorang ibu yang merawat dan membesarkan dirinya setelah puluhan tahun terlantar, dicuri dan dirampok oleh para pencuri ikan serta mafia laut baik dalam maupun luar negeri. Bila laut bisa bicara, tentu laut akan memanggil Ibu kepada sosok wanita hebat ini.
Selamat Hari Ibu
12 Mei 2019