“Pesan moral utama yang ingin saya sampaikan saat itu adalah bahwa konfrontasi dan perselisihan akan mengakibatkan penderitaan, bukan hanya bagi yang kalah namun juga bagi yang menang,” kata Presiden Jokowi.
Presiden menjelaskan, perhelatan ekonomi dan politik dunia saat ini diwarnai oleh pertarungan antar kekuatan-kekuatan besar, antar negara-negara besar dan negara-negara elit. Perebutan kekuasaan antar kekuatan besar itu, menurut Presiden, bagaikan sebuah roda besar yang berputar seperti siklus kehidupan.
“Satu negara elit tengah berjaya, sementara negara lain mengalami kemunduran dan kehancuran,” ujar Presiden.
Tatkala para kekuatan-kekuatan besar ini sibuk bertarung satu sama lain, lanjut Presiden, mereka tidak sadar adanya ancaman yang lebih besar, misalnya perubahan iklim, terorisme global, dan menurunnya ekonomi global.
Karena itu, ketika kemenangan sudah dirayakan dan kekalahan sudah diratapi, barulah kedua-duanya sadar, tapi sudah terlambat. “Kalau sadarnya baru belakangan, bahwa kemenangan maupun kekalahan dalam perang selalu hasilnya sama yaitu dunia yang porak-poranda,” ucap Presiden.
Kepala Negara menegaskan, tidak boleh melakukan pengrusakan hanya untuk menghasilkan sebuah kemenangan. Ia mengingatkan, tidak ada artinya kemenangan yang dirayakan di tengah kehancuran.
Pesan moral yang disampaikannya pada pidato di Bali tersebut, menurut Presiden Jokowi, tidak hanya relevan disampaikan kepada para pemimpin dunia saat ini, tetapi juga tepat kita sampaikan kepada masyarakat, kepada pemimpin-pemimpin kita di dalam negeri, terutama kepada elit-elit yang sedang memperjuangkan kepentingannya.
Saat ini, lanjut Presiden, kita memasuki tahun politik, semuanya sudah tahu. Dan masyarakat kita akan ikut terlibat dalam proses demokrasi, dalam proses kontestasi politik.
Diakui Kepala Negara, kontestasi akan diikuti dengan kompetisi dan rivalitas. Tetapi Kepala Negara mengingatkan, bahwa kompetisi dan rivalitas tersebut harus dibangun diatas pondasi yang tidak saling menjatuhkan.
“Kontestasi tidak boleh menimbulkan kegaduhan dan permusuhan, kebencian, kedengkian, tidak saling mencela, tidak harus saling memfitnah,” tegas Kepala Negara.
Kontestasi politik, lanjut Kepala Negara. tidak boleh menimbulkan kerusakan, juga tidak boleh mengorbankan pondasi kebangsaan kita. Pondasi sosial dan politik kita, sebut Presiden, berupa stabilitas dan keamanan, toleransi dan persatuan. Sementara pondasi ekonomi kita berupa kepercayaan internasional serta kenyamanan dalam berusaha dan bekerja.
Menurut Presiden, rakyat kita harus merayakan kontestasi ini dengan kegembiraan.
“Ini sering saya sampaikan, yang diwarnai oleh narasi-narasi yang sejuk dan untuk kemajuan, gagasan-gagasan, program-program untuk Indonesia Maju, yang merayakan perbedaan pilihan dengan penuh kedewasaan, dengan penuh kematangan, yang akan memperkokoh Bhinneka Tunggal Ika. Inilah yang sebetulnya ingin kita raih dalam kontestasi politik kita ini,” tegas Presiden Jokowi.
Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Menteri Ristek Dikti M. Nasir, Rektor UKI dan seluruh civitas akademika UKI. (DNA/JAY/ES)