Indovoices.com– Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberikan sambutan pada SIlaturahim NU Sedunia yang berlangsung di Jarwal, Mekah, Kamis (8/8/2019). Menag berharap forum itu menjadi penguatan untuk menyatukan energi positif diaspora NU.
Menag mengajak warga nahdliyin untuk mengoptimalkan seluruh energi Nahdlatul Ulama (NU) guna kepentingan bangsa. Silaturahim ini menjadi forum penguatan untuk menyatukan energi positif dari diaspora NU. “Jika mereka disatukan, alangkah besar potensi energi yang bisa didapatkan untuk segala kebaikan yang kita ingini,” pesan Menag.
Lebih dari itu, Menag juga mengingatkan bahwa pertemuan ini amat penting bagi warga NU. “Silaturahim ini membawa kita kembali ke alam nyata. Dari yang semula hanya bertegur sapa di dunia maya, di sini kita dapat bertatap muka. Tentu ada suasana berbeda antara kita bertemu langsung seperti ini bercakap-cakap, ketimbang sekadar bertegur sapa di whatshapp. Ada nuansa persaudaraan, persahabatan, juga tabarrukan,” katanya.
Menag juga mengatakan, penyatuan orang-orang NU yang tersebar di berbagai negara dam berkiprah di segala macam bidang profesi memiliki potensi energi yang besar, yang bisa didapatkan untuk segala kebaikan yang kita ingini. Namun, di zaman sekarang, sambung dia, tidak boleh lagi sekadar bicara potensi.
“Karena jika hanya menghitung potensi, kita akan selalu terlena dengan angka-angka belaka. Kita seringkali bangga dengan sebutan NU adalah organisasi Islam terbesar di dunia, Indonesia punya populasi muslim terbesar di dunia, dan seterusnya. Tapi apa yang bisa kita perbuat dengan itu? Sebagai yang terbesar, apakah kita sudah dominan mewarnai wajah Islam di muka bumi?”
Berawal dari pertanyaan itulah, Menag mengajak untuk mengubah potensi energi pada NU menjadi daya nyata bagi kemanusiaan. “Dari situlah kita akan mengawal perdamaian dunia karena pada hakikatnya manusia membutuhkan kedamaian,” katanya.
Demi mengefektikan energi kinetik NU agar terasa produktif, Menag mengingatkan, perlu dilakukan beberapa langkah. Sebagai langkah awal, kata dia, harus dilakukan perkuatan sinergi.
“Kekuatan-kekuatan NU di berbagai sisi tidak akan ada artinya jika tercerai berai. Orang NU boleh dan bisa di mana-mana, tapi keberadaannya harus konsisten membawa kepentingan NU. Tapi kepentingan NU di sini bukan berarti secara sempit sekadar untuk memperbesar organisasi. Lebih dari itu, kepentingan NU sesungguhnya sama dengan kepentingan bangsa dan negara. Yakni, bagaimana mewujudkan maqashid syariah dalam kerangka NKRI yang berbhinneka tunggal ika. Bukan sebaliknya, mengangkangi konstitusi dan kesepakatan warga bangsa dengan memaksakan formalisasi syariah maupun sebaliknya liberalisasi aturan.
Di tempat ini, mari kita luruhkan segala perbedaan. Kita satukan kembali energi ke-NU-an (ghirah nahdhiyah) dengan meneguhkan komitmen bersama sesuai cita-cita pendiri NU, yaitu Islahul Ummah atau perbaikan umat dalam berbagai bidang; agama, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Kita bisa berposisi apa saja dan berada di mana saja, tapi jangan pernah lupa untuk menggelorakan ruh NU dan menjaga kekompakan sesama Nahdhiyin,” katanya.
Menag mengingatkan, salah satu yang menjadi keunggulan NU di mata orang lain adalah kemampuannya dalam berbudaya. “Kita para penerus dakwah metode Walisongo jangan sampai melupakan bidang garapan ini. Sebab, di situlah ruang kreasi paling lentur untuk berdialog dengan zaman. Lewat budaya, kita dapat mengejawantahkan kaidah fikih almuhafazah ala al-qadim as-shalih, wal ahdzu bil-jadid al-aslah,” katanya. (jpp)