“Kalau sekarang ini masih ada pemikiran bahwa katakanlah pemikiran di luar Pancasila, mengenai ideologi maupun bentuk negara, itu sudah harus dihentikan. Karena apapun Pancasila bagi bangsa ini sudah final,” lanjut Pramono saat diwawancara mengenai peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni, di ruang kerja Seskab, Lantai II Gedung III Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Founding Father ketika menggali Pancasila, sambung Seskab, membuat Undang-Undang Dasar 1945, memproklamasikan bangsa ini, telah melihat bahwa bangsa ini memang bangsa beraneka ragam, lebih dari 1.100 bahasa.
“Kemudian kenapa yang dipilih bukan bahasa mayoritas tetapi bahasa yang minoritas, bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan. Karena pendiri bangsa, terutama Bung Karno dan Bung Hatta melihat bahwa bahasa yang dipakai sebagai bahasa minoritas inilah yang kemudian harus menjadi bahasa mayoritas yang mempersatukan,” tambahnya.
Dengan konteks itu, lanjut Seskab, seharusnya perdebatan mengenai ideologi Pancasila sudah harus final dan sudah tidak ada lagi, karena pemerintah dalam hal ini telah menetapkan Pancasila 1 Juni, hari libur, diperingati, dan dia setara dengan proklamasi kemerdekaan. “Untuk itu, mohon siapapun yang masih mempunyai pemikiran untuk mengganti Pancasila harus dihentikan,” tegasnya.
Menurut Pramono, Pancasila harus membumi dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada anak-anak didik yang harus diajarkan bahwa setiap penduduk memiliki perbedaan dengan saudara sesamanya yang ada di pulau yang berbeda, padahal sama-sama orang Indonesia.
“Sehingga dengan demikian Pancasila tidak bisa lagi hanya menjadi slogan. Pancasila tidak bisa lagi hanya menjadi hal yang indah untuk dibacakan. Tetapi harus ada dalam kehidupan sehari-hari. Kunci utama dari Pancasila sebenarnya adalah gotong royong dan toleransi,” ujar Mas Pram, panggilan akrab Pramono Anung.
Karena di dalam Pancasila itulah, lanjut Seskab, ada gotong royong dan ada toleransi dan itulah yang kemudian menjadikan bangsa ini dalam naik turun gelombang politiknya. “Kenapa mereka tetap bisa bersatu, karena mereka dipersatukan oleh Pancasila, karena gotong royong ada di dalamnya, toleransi ada di dalamnya, kebinekaan ada di dalamnya. Sehingga dengan demikian itu harus dirawat secara bersama-sama,” tambahnya. (RSF/EN)