Indovoices.com- Wakil Sekjen Bidang Komunikasi dan Informasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan menjelaskan bahwa sertifikasi perkawinan harus bisa memberikan suatu ketrampilan sehingga bisa menekan tingkat perceraian yang semakin besar dari tahun ke tahun.
Penjelasan itu disampaikan Amirsyah Tambunan di acara Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (Dismed FMB’9) dengan tema “Perlukah Sertifikasi Perkawinan?” di Ruang Serba Guna Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta.
“Sehingga, sertifikasi perkawinan itu yang pertama adalah harus memberikan keterampilan hidup. Kedua, menata perilaku kehidupan. Ini harus diurai menajdi ssuatu modul. Berikutnya, kompetensi, yakni kompetensi substantif dan metodelogis,” jelas Amirsyah.
Selanjutnya, Amirsyah menjelaskan, dalam sebuah pelatihan disimulasikan bagaimana membangun sebuah perkawinan yang sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang baik dan semestinya sehingga tidak menimbulkan sebuah perceraian.
“Jangan ada kesan dengan sertifikasi ini tidak boleh dulu menikah. Siapa yang boleh menikah, jelas yang sudah sesuai syarat dan rukun menikah. Contohnya, jika belum berusia 19 tahun tidak boleh menikah. Jangan sampai terkesan menikah itu mudah tapi cerai lebih mudah lagi,” jelas Amirsyah.
Ke depan, menurut Amirsyah, tuntutan pelatihan ini menjadi keharusan karena sebuah keluarga akan menghadapi tantangan yang lebih kompleks sesuai dengan perkembangan zamannya. “Tantangan di zaman saya sudah pasti berbeda dengan tantangan generasi milenial seperti sekarang ini,” pungkasnya.
Selain Wakil Sekjen Bidang Komunikasi dan Informasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan, hadir sebagai narasumber Deputi VI Kemenko PMK Ghafur Akbar Dharma Putra, Direktur Bina KUA (Kantor Urusan Agama) dan Keluarga Sakinah Kementerian Agama (Kemenag) Mohsen, dan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo. (jpp)