Indovoices.com-“Air tanah siapa yang punya? air tanah siapa yang punya? yang punya kita semua. Makanya peduli dong karena itu punya kita semua!”
Senandung tersebut dinyanyikan Ully Hary Rusady bersama dengan masyarakat Jakarta yang melintas di depan Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat Car Free Day. Ully menjadi pembicara minitalkshow “Selamatkan Air Tanah Jakarta: Sekarang Atau Tunggu Jakarta Tenggelam?” bersama narasumber Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Kementerian ESDM, Andiani.
Yang dimaksud air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan. Air tanah merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, namun memerlukan waktu yang lama untuk pembentukannya. Prosesnya bisa mencapai puluhan bahkan hingga ratusan tahun.
Air tanah berada di pori-pori batuan yang semulanya terisi air setelah di ekstrasi menjadi kosong ketika air dipompa naik ke atas permukaan. Antar butiran di bawah tanah terjadi pemadatan, sehingga akhirnya tanah bisa ambles dan mengalami kerusakan..
Pengambilan air tanah kerap tidak terkontrol serta tidak sesuai dengan ketersediaannya, sehingga berdampak pada kualitas dan kuantitas sumber air tersebut. Akibatnya ketersediaannya semakin berkurang dan menyebabkan krisis air tanah di beberapa daerah di Indonesia.
Selain itu, pengambilan air tanah secara terus menerus tanpa memperhitungkan konservasinya, dapat menyebabkan turunnya permukaan tanah melebihi ambang batasnya dan terjadinya pencemaran air tanah akibat intrusi air laut.
Jika dikonsumsi, air yang tercemar dapat membahayakan kesehatan masyarakat hingga menyebabkan kematian. Menurut laporan World Health Organization (WHO), tiap tahunnya sebanyak 1,7 juta anak tewas akibat pencemaran lingkungan. Sebanyak 361.000 anak usia 5 tahun ke bawah meninggal karena diare yang disebabkan oleh air yang tercemar.
Menurut Andiani, kondisi air tanah Jakarta telah mengalami penurunan permukaan. Penurunan muka air tanah ini akan berkontribusi terhadap penurunan tanah Jakarta dikarenakan pemanfaatan air tanah masih dominan dimanfaatkan sebagai sumber air gedung-gedung di Jakarta.
Penurunan tanah di Jakarta terjadi dengan kecepatan bervariasi. Secara umum, sisi utara lebih cepat daripada sisi selatan. Di sisi utara (daerah Ancol), muka tanah turun hingga sekitar 7 cm per tahun didasarkan pada data peta zona kerusakan air tanah pada Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta pada tahun 2013 dan pada tahun 2018 hasil kegiatan survei dan penelitian Balai Konservasi Air Tanah- Badan Geologi Kementerian ESDM.
DKI Jakarta merupakan salah satu daerah yang mengalami krisis air tanah sehingga dampak dari pengambilan air tanah yang berlebihan selama ini mulai dirasakan. Berdasarkan laporan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dampak penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut sudah mulai dirasakan oleh masyarakat di ibu kota.
Sebagian wilayah Jakarta, khususnya wilayah utara telah mengalami penurunan permukaan tanah begitu cepat dan semakin jauhnya penyusupan air laut ke daratan. Setiap tahun, tercatat penurunan permukaan air tanah di Jakarta berkisar antara 7,5 cm hingga 25 cm.
Pada peta zona konservasi air tanah Jakarta, beberapa wilayah di ibukota merupakan zona kritis, rawan, bahkan rusak, sehingga dibutuhkan upaya untuk memulihkan kondisi dan lingkungan air tanah.
Akan tetapi, urusan konservasi air tanah bukan urusan pemerintah semata. Peran aktif dan kesadaran masyarakat dalam menjaga kualitas dan kuantitas sumber air tanah juga dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan air tanah di masa mendatang.
Sebagai salah satu elemen penting dalam kehidupan sehari-hari, ketersediaan air bersih perlu diperhatikan oleh seluruh elemen masyarakat. Hal sederhana seperti menggunakan air secara bijak dapat mengurangi risiko terjadinya krisis air bersih. Jika tidak dimulai sejak dini, maka bukan tak mungkin kita akan kekurangan sumber air bersih dalam beberapa tahun mendatang dan bencana banjir bisa menghantam lebih hebat lagi.
Hujan Kebanjiran Kemarau Kekeringan
Dalam interaksi dengan masyarakat pada Ahad (15/09/2019), Eni warga Rawa Buaya Jakarta Utara menanyakan “Di Rawa Buaya, musim hujan kebanjiran, musim kemarau kekeringan, bagaimana mengelola air itu agar banjir tidak berlebih dan kemarau tidak kekurangan air?
Menjawab pertanyaan tersebut, Andiani menjawab diperlukannya pengelolaan di daerah imbuhan dan daerah lepasan air. Ia menjelaskan daerah imbuhan air Jakarta adalah Selatan Jakarta dan Depok, disana perlu dilakukan konservasi agar resapan air terjadi misalnya dengan membuat resapan air, membuat regulasi/ peraturan terkait building ratio yang perlu ketat dilaksanakan.
Sedangkan di daerah lepasan air, daerah pemanfaatan/pengambilan air perlu dikendalikan. Maksudnya, pengambilan air tanah perlu mendapat ijin, dimana ijin tersebut harus berdasarkan rekomendasi teknis. Dalam rekomendasi teknis pengambilan air tanah yang diambil disesuaikan dengan potensi yang ada, sehingga ijinnya disesuaikan dengan debit yang diperbolehkan diambil dan kedalaman sumur.
Kedepannya Badan Geologi diharapkan memberikan rekomendasi terhadap aspek perencanaan tata ruang agar perizinan terpadu dan asas pemanfaatan air tanah yang berbasis cekungan air tanah dapat menjadi poin penting dalam pelaksanan konservasi air tanah selain koordinasi sinergitas antar lembaga pemerintah khususnya perizinan pengambilan air tanah.
Andiani juga mengingatkan kepada masyarakat Jakarta, pengurangan penggunaan air tanah yang terjadi dapat menaikkan kembali muka air tanah, meski butuh proses waktu dan tidak sampai ke posisi semula.
Hal ini telah dibuktikan dengan pengurangan terhadap penggunaan air tanah di kota Tokyo dan Bangkok. “Bukan tidak mungkin akan terjadi juga di Jakarta jika kita mampu berusaha untuk mengurangi penggunaan air tanah. Selain itu perlu juga dibangun sumur-sumur resapan dan sumur injeksi untuk menambah volume air tanah,” tandas Andiani.
Ully Hary Rusady sebagai salah satu anggota Dewan Sumber Daya Air sangat mendukung kampanye kali ini. “Alangkah baiknya Kementerian ESDM terus melanjutkan gerakan peduli air tanah ini, karena masyarakat perlu tahu air tanah itu apa? Saling menginformasikan bahwa air tanah itu penting sebagai sumber kehidupan, bahwa jika punahnya mata air itu tidak kelihatan seperti kebakaran hutan yang terlihat.” Oleh karena itu, lanjutnya, mari kita lestarikan air tanah dengan salah satu contoh menjaga mata air. Untuk generasi milenial juga diimbau agar mulai peduli lingkungan dengan jangan lupa mematikan keran saat tidak dipakai.
Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, direncanakan mengadakan kegiatan lanjutan ini berupa Talkshow Air Tanah dengan tema: “Selamatkan Air Tanah Jakarta: Sekarang Atau Tunggu Jakarta Tenggelam?” yang akan dilaksanakan pada 25 September mendatang di kantor Kementerian ESDM yang juga akan mengundangi stakeholder terkait dan juga para penguna khususnya pengelola gedung bertingkat di Jakarta yang banyak mengunakan air tanah. (jpp)