Adalah dia, bernama lengkap Bigman Freodore Leonard Sirait, lahir di Pematang Siantar, 11 Desember 1961. Awalnya dia adalah seorang Pengusaha. Masa lalu yang kelam sebagai Pengusaha akhirnya berubah dan dia menyesali perbuatannya dan dia menjadi seorang Pendeta. Hal ini tertuang dalam Blog Pribadinya.
Baginya menjadi pendeta tidak hanya dituntut pandai berkhotbah. Tetapi juga tekun menjaga keselarasan antara kata dan perbuatan.
Panggilan pelayanannya pun sederhana yakni di jalur pengajaran dan pendidikan Kristen dengan mengisi apa yang kosong, melengkapi yang kurang dan membangunkan yang jatuh, hingga titik darah penghabisan.
Dilansir dari blog pribadinya, Pendeta Bigman Sirait mengalami pertobatan dan mengikuti sepenuh Tuhan Yesus pada bulan Juli 1981.
Namun dirinya menjadi lebih terkenal dan viral karena sikap konsistensinya untuk tetap bela Negara dan kebenaran. Dia tidak menyamakan perbuatannya seperti kisah kisah Tuhan yang diyakininya ataupun mengutip Injil yang dipercayainya tetapi hanya didasarkan pada sikap Nasionalnya dan cinta kepada Negara dan kebenaran.
Kejadian ini dimulai ketika Pendeta Bigman sedang menderita sakit keras dan membuatnya harus dirawat intensif di RS Mount Elizabeth Novena di Singapura tetapi dia tetap ngotot harus berpartisipasi dalam Pemilu 2019.
Pendeta Bigman Sirait akhirnya diantar dengan sebuah ambulan yang memiliki perlengkapan medis lengkap sampai di KBRI Singapura setelah mendapat kabar bahwa surat suara tidak bisa dikirimkan ke rumah sakit tempatnya dirawat.
“Saya memang sedang sakit, namun saya terus bertempur. Apalah artinya saya mengaku seorang Indonesia jika saya diam di rumah sakit tidak mencoblos,” ujarnya
“Jika saya tidak mencoblos, saya sama saja dengan seorang pengecut,” demikian tegas Bigman.
Menurut Andri, salah seorang kerabat yang mengantar Pdt Bigman Sirait yang diwawancara AntaraNews.com, salah satu tujuan Pdt Bigman tetap mencoblos walau harus diantar oleh ambulan adalah untuk memberi semangat kepada seluruh WNI untuk tidak golput.
“Yang muda, yang masih sehat jadi semangat, yang sakit saja mau bela-belain pake ambulan datang dari rumah sakit hanya untuk nyoblos trus pulang lagi. Bagaimana dengan kita yang sehat? Ya, harusnya yang sehat mengikuti lah, jangan golput!” demikian ungkap Andri.
Statement inilah yang membuat dia semakin dicintai bukan hanya sebagai Pendeta yang berbakti kepada Tuhan YME, tetapi juga sebagai Anak bangsa yang sangat mencintai kebenaran dan bersikap nasionalis memilih terbaik yang ada.
Bahkan di saat dia ada di dalam Ruang Perawatan sebelum pencoblosan, di sisa sisa kekuatan akhirnya dalam menghadapi Sakit Parahnya, dia bahkan berani membuat VLOG dan kata kata terakhir sebelum pencoblosan itu yang benar benar luar biasa dan hebatnya dia mengucapkan itu tanpa ada ayat ayat suci dan melibatkan agama sama sekali, padahal dia Pendeta.
“Memilih pemimpin yang benar, salah satu kewajiban yang tak bisa dihindari. Oleh karena itu tak ada hubungan darah, tak saling mengenal. Saya Memilih JOKOWI. Untuk itu saya siapkan segala kemungkinan, menyongsong 17 April, tapi apa hendak dikata, Saya masuk ICU di Singapura, sudah sebulan. Pulih? Belum. Sehingga rencana yang sudah disiapkan matang, dari mulai seminar yang bersifat internal, tapi saya hilangi. Tapi itu fisik, semangat tidak ada yang luka.Karena perjuangan memerlukan pengorbanan. Jangan mimpi Indonesia maju, tetapi kamu tidak mau memberi apa yang ada padamu. Ah Ternyata, ada bagian kemudahan administrasi yang cukup canggih. Maka untuk pemilih Indonesia di luar negeri itu maju lebih dulu hari Minggu akan memilih. Dan saya hari minggu, tentu dengan kondisi fisik yang terbatas tetap akan mencoblos. Tak ada yang lebih penting, saya akan berdoa semoga JOKOWI dan Keluarganya tidak tergelincir dari ketulusannya yang ada selama ini. Saya membangun sekolah yang Tuhan percayakan di Kalimantan dan akan mulai di Papua. Memang itu hatiku, mirip dengan calon presidenku. Cinta Rakyat, Cinta pedalaman, tolong banyak orang. Pergilah ke TPS dimana kamu ada, jangan pernah melarikan diri dari tanggung jawab sosial politik sebagai anak bangsa. Merdeka…Merdeka…Merdeka…”
Semoga kata kata terakhir Pak Pendeta ini, bisa didengarkan oleh Pak Jokowi dalam Kabinet barunya kelak, agar bisa melanjutkan perjuangan Pak Pendeta Bigman ini. Hal hal yang sama antara Pendeta ini dengan Presiden Jokowi adalah satu, BIG HEART. Semoga cita cita memajukan pendidikan di daerah tertinggal dilanjutkan selepas kepergian Pak Pendeta ke pangkuanNya.
Selamat Jalan Pak Pendeta, Engkau benar benar tangan kanan Tuhan dan juga Pahlawan Demokrasi. Terimakasih atas perjuanganmu