Indovoices.com- Dalam rangka menjalankan amanat Nawacita Presiden Joko Widodo yang menekankan pentingnya membangun Indonesia dari daerah pinggiran, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengirimkan 2.402.320 eksemplar buku ke wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Sejak 2016, Gerakan Literasi Nasional hadir sebagai salah satu bagian dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Dadang Sunendar menyampaikan bahwa pencetakan dan pengiriman buku-buku literasi ke wilayah-wilayah 3T di tanah air merupakan salah satu upaya untuk pemerataan tingkat literasi masyarakat.
“Saya mengapresiasi program ini karena sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan untuk menumbuhkembangkan literasi masyarakat dan membantu wilayah-wilayah yang susah dijangkau. Melalui program pengiriman buku ke wilayah 3T diharapkan para peserta didik dan saudara-saudara kita akan meningkat minat dan kemampuan bacanya,” demikian disampaikan Dadang pada Pencanangan Buku Literasi dan Lokakarya Gerakan Literasi Nasional di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Senin (4/11)
Ia menambahkan, sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus mampu mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup abad ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, sampai masyarakat.
“Selama ini masyarakat Indonesia sebagian besar telah mengenal enam jenis literasi dasar, yaitu literasi baca-tulis, numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan. Dalam sejarah peradaban manusia, membaca dan menulis merupakan literasi yang dikenal paling awal oleh manusia. Membaca dan menulis termasuk literasi fungsional yang berguna besar dalam kehidupan sehari-hari. Membaca merupakan kunci untuk mempelajari segala ilmu pengetahuan, termasuk informasi dan petunjuk sehari-hari yang berdampak besar bagi kehidupan. Dengan memiliki kemampuan membaca dan menulis, seseorang dapat menjalani hidupnya dengan kualitas yang lebih baik,” tutur Dadang Sunendar.
Sejalan dengan itu, Dadang menyampaikan bahwa Gerakan Literasi Nasional merupakan upaya untuk memperkuat sinergi antarunit utama pelaku gerakan literasi dengan menghimpun semua potensi dan memperluas keterlibatan publik dalam menumbuhkembangkan dan membudayakan literasi di Indonesia.
“Gerakan literasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab semua pemangku kepentingan termasuk dunia usaha, perguruan tinggi, organisasi sosial, pegiat literasi, orang tua, dan masyarakat. Oleh karena itu, pelibatan publik dalam setiap kegiatan literasi menjadi sangat penting untuk memastikan dampak positif dari gerakan peningkatan daya saing bangsa,” jelas Dadang.
Saat ini Kemendikbud telah membentuk kelompok kerja Gerakan Literasi Nasional untuk mengoordinasikan berbagai kegiatan literasi yang dikelola unit-unit kerja terkait. Gerakan Literasi Masyarakat, misalnya, sudah lama dikembangkan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Ditjen PAUD Dikmas) sebagai tindak lanjut dari program pemberantasan buta aksara yang mendapatkan penghargaan UNESCO pada tahun 2012 (angka melek aksara sebesar 96,51%). Sejak tahun 2015 Ditjen PAUD Dikmas juga menggerakkan literasi keluarga dalam rangka pemberdayaan keluarga meningkatkan minat baca anak.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Dirjen PAUD dan Dikmas) Harris Iskandar mengatakan bahwa Gerakan Literasi Nasional adalah upaya untuk mendukung inisiatif dan peran keluarga dalam meningkatkan minat baca anak melalui pembiasaan di rumah, di satuan PAUD dan masyarakat. Tujuannya membiasakan orang tua membacakan buku bersama anak di rumah, mempererat hubungan sosial emosi antara orang tua dan anak, menumbuhkan minat baca anak sejak dini, serta tumbuhnya generasi cinta baca dan tingginya tingkat literasi bangsa.
“Keluarga sangat berperan dalam proses literasi karena dari keluargalah proses pendidikan baik langsung maupun tak langsung diperoleh. Melalui keluarga pula anak akan mengenal dunia sekitar dan pola pergaulan yang akan membentuk pola kepribadian anak,” ungkap Harris Iskandar.
Sekretaris Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Abdul Khak melaporkan dalam rangka penguatan bahan bacaan, pada tahun 2019 GLN melaksanakan pencetakan dan pengiriman 2.402.320 eksemplar buku dari 60 judul bahan bacaan literasi ke 47.678 sekolah di berbagai jenjang, 658 Taman Bacaan Masyarakat (TBM), serta 40 perpustakaan yang berada di daerah 3T yang tersebar di 27 provinsi. Buku-buku literasi terbitan Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra ini telah melalui tahap seleksi dan uji kelayakan buku oleh Pusat Perbukuan.
“Oleh karena itu, muatannya telah sesuai dengan standar, serta mengandung konten yang mampu menumbuhkan budi pekerti siswa, seperti buku cerita anak atau dongeng lokal, buku biografi inspiratif tentang tokoh lokal atau anak bangsa yang berprestasi, dan buku sejarah yang menebalkan rasa cinta tanah air,” ujar Abdul Khak. (jpp)