Sandiaga Uno berbicara mengenai upaya yang pernah dilakukan Prabowo kala menyelamatkan TKI bernama Wifrida dari hukuman mati di Malaysia saat berada di Media Center Prabowo-Sandi, 31 Oktober 2018. Dirinya lalu bercerita bila Prabowo pernah membawa pengacara khusus demi menyelamatkan Wilfrida.
“Pak Prabowo bergerak cepat membawa lawyer sendiri, salah satu lawyer terbaik di Asia. singkat cerita Wilfrida bisa dibebaskan dari hukuman mati,” kata Sandi.
Menurut Sandi, upaya yang pernah dilakukan Prabowo tersebut merupakan bukti bahwa pihaknya peduli dengan nasib TKI di luar negeri. Dia mengklaim hal itu merupakan hal yang sangat esensial bagi dirinya dan Prabowo selaku calon presiden dan wakil presiden.
“Pak Prabowo dan saya ingin melindungi seluruh tenaga kerja di Indonesia,” tutur Sandi.
Namun apa yang disampaikan oleh Sandiaga Uno justru berbeda dengan pernyataan dari pihak Migrant Care pada tanggal 23 Juni 2014 yang lalu. Ya benar, anda tidak salah baca, dan saya tidak salah tulis. Karena pada saat pilpres 2014 yang lalu, isu ini sudah pernah dijadikan barang jualan oleh pihak Prabowo ketika itu.
Dan sekarang menjelang pilpres 2018, hal ini diungkit kembali oleh Sandiaga Uno karena berkenaan dengan kejadian eksekusi mati tanpa pemberitahuan dari pemerintah Arab Saudi kepada TKW Indonesia Tuti Tursilawati, 29 Oktober 2018.
Tentu saja apa yang disampaikan oleh Sandiaga Uno tidak serta merta saya percayai. Apalagi salah satu politikus sontoloyo ini kalau berbicara lebih banyak bohongnya daripada benarnya. Salah satunya saat dirinya pernah mengklaim naik pesawat Lion Air JT610, dua minggu sebelum pesawat tersebut kecelakaan. Namun faktanya setelah ditelusuri oleh netizen ternyata ketahuan kalau Sandiaga Uno bohong, silahkan baca screenshot di bawah ini.
Itu belum termasuk kebohongan-kebohongan lainnya dengan mengatakan harga bahan pokok mahal sampai tempe setipis kartu ATM yang kemudian dibuktikan oleh Jokowi dengan langsung berbelanja ke pasar dan menemukan fakta bahwa tempe masih tebal, setebal muka Sandiaga Uno malah.
Nah demikian halnya juga kali ini, terkait klaim Sandiaga Uno bahwa Prabowo bergerak cepat membawa pengacara untuk menyelamatkan salah satu TKW Indonesia yang terancam hukuman pancung di tahun 2013 lampau. Dikesankan bahwa Prabowo seakan-akan memiliki peran utama atas penyelamatan itu, padahal faktanya cuma nebeng pas sudah mau selesai.
Untuk mengetahui lebih jelasnya seperti apa, saya lampirkan cerita Anis Hidayah dari Migrant Care yang terlibat langsung mengetahui persis kejadian tersebut.
Anis Hidayah dari Migrant Care pun bercerita bahwa proses advokasi terhadap Wilfrida sudah dimulai sejak Desember 2010 oleh Migrant Care. Ketika itu Wilfrida ditangkap polisi di Kelantan, Malaysia. Adalah Alex Wong, aktivis Malaysia yang tinggal di kota itu, yang memulai upaya pembelaan terhadap Wilfrida.
“Sementara Prabowo Subianto mulai nimbrung pada bulan September 2013. Jadi bisa dikatakan, keterlibatan Prabowo Subianto di tikungan terakhir saja,” kata Anis Hidayah di Jakarta, Senin 23 Juni 2014.
Anis Hidayah bercerita, upaya pembelaan terhadap Wilfrida, buruh migran di bawah umur asal NTT, justru dimulai di DPR RI dengan membuka kesadaran masyarakat luas soal adanya permasalahan tersebut. Dan Prabowo Subianto ataupun anggota fraksi partainya, Fraksi Partai Gerindra pun sama sekali tak terlibat serta tidak mau tahu.
Sebab, kata Anis, konferensi pers di Gedung DPR RI justru difasilitasi oleh anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Rieke Diah Pitaloka dan anggota DPD RI perwakilan NTT, Lerry Mboik.
Dukungan Fraksi PDIP terhadap upaya-upaya Migrant Care berlanjut ketika Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung menulis surat kepada Pemerintah Malaysia, sebagai tindak lanjut dari mobilisasi petisi masyarakat untuk pembebasan Wilfrida di September 2013.
“Begitu pemberitaan Wilfrida melejit, Prabowo Subianto mulai masuk ke dalam advokasi, terutama setelah tim Migrant Care berhasil membuktikan bahwa Wilfrida diberangkatkan saat di bawah umur dan di masa moratorium pengiriman TKI oleh Pemerintah,” jelasnya.
Anis Hidayah melanjutkan, kontribusi Prabowo sejak saat itu adalah menambah satu pengacara dari Rafidzi and Rao ke dalam tim hukum yang sudah disediakan oleh KBRI Malaysia.
Sebagai catatan, lanjutnya, kasus Wilfrida juga menjadi bahan lobi ke Ketua Parlemen Malaysia, yang dilakukan oleh delegasi Parlemen RI yang dipimpin oleh Ketua MPR Sidarto Dhanusubroto pada September 2013. Nama Sidarto masuk ke dalam Tim Pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla.
Berdasar hal tersebut, kata Anis, sangat patut disayangkan jika Prabowo Subianto menafikan upaya banyak pihak dalam penanganan kasus Wilfrida.
“Migrant Care memprotes upaya Prabowo Subianto untuk menjadikan Wilfrida sebagai alat kampanye pencapresan. Apalagi dijadikan sebagai kompensasi visi misi Prabowo Subianto yang miskin dari isu perlindungan buruh migran,” jelas Anis.
(www.beritasatu.com/politik/192029-migrant-care-nyatakan-prabowo-nimbrung-di-tikungan-terakhir-kasus-tki-wilfrida.html)
Jadi jelas ya pembaca, perjuangan membebaskan Wilfrida adalah upaya dari banyak pihak. Bukan cuma dari Prabowo saja, malah Prabowo layaknya pahlawan kesiangan, baru muncul setelah kasus tersebut akan selesai. Bisa jadi memang dimaksudkan demikian apalagi mengingat dirinya mengikuti pilpres di tahun 2014 ketika itu.
Kembali lagi ke soal eksekusi mati Tuti Tursilawati. Saya justru menyesalkan tindakan Sandiaga yang berupaya mempolitisir eksekusi mati terhadap Tuti Tursilawati ini, dimana dikesankan bahwa pemerintah seakan-akan tidak maksimal membebaskan Tuti dari jerat eksekusi mati.
Karena faktanya, pemerintah melalui Menlu sudah berupaya maksimal membebaskan Tuti. Hal ini diakui sendiri oleh Kepala Desa Cikeusik, Jaenudin, yang menyebutkan pemerintah melalui Kemenlu RI telah berupaya maksimal untuk membebaskan Tuti. Bahkan Jaenudin mewakili pihak keluarga Tuti mengapresiasi upaya yang dilakukan jajaran Kemenlu RI.
(http://jabar.tribunnews.com/2018/10/31/pihak-keluarga-apresiasi-upaya-kemenlu-yang-mencoba-bebaskan-tuti)
Tidak adanya pemberitahuan eksekusi terhadap Tuti bukan karena pemerintah lalai. Namun karena negara Arab Saudi tidak memiliki ketentuan hukum yang mewajibkan pihak berwenang memberikan pemberitahuan kepada perwakilan pemerintah, sebelum melakukan eksekusi terhadap warga negara asing.
Dan ketentuan itu tidak hanya berlaku bagi warga negara Indonesia saja, melainkan juga terhadap warga negara lain yang menerima vonis hukuman mati di Arab Saudi, termasuk warga negaranya sendiri.
Namun bukan berarti kita hanya bisa berdiam diri, Menlu tetap harus terus mendesak pemerintah Arab Saudi untuk menandatangani perjanjian mandatory consular notification antara Indonesia dan Arab Saudi. Agar peristiwa yang menimpa Zaini Misrin dan Tuti Tursilawati tidak akan kembali terjadi di kemudian hari.
Langkah lainnya adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan Program Dana Desa semaksimal mungkin, untuk pemberdayaan ekonomi desa. Bila kesejahteraan masyarakat desa bisa ditingkatkan, maka warga masyarakat bisa berkarya di desa masing-masing tanpa harus berpikir mencari kerja ke kota atau bahkan menjadi TKI ke negeri orang.
Sementara berkurangnya pemasukan devisa akibat semakin menyusutnya TKI yang bekerja di negeri lain dapat ditutupi dari peningkatan devisa di sektor pariwisata yang digadang-gadang sebagai penyumbang devisa negara terbesar di masa yang akan datang.