Indovoices.com –Menteri Kelautan periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti, buka suara soal tudingan kebijakan larangan ekspor benih lobster di masa jabatannya. Larangan penjualan benur ke luar negeri dinilai keliru oleh pengusaha Hashim Djojohadikusumo.
Di sela-sela aktivitas paddling, Susi menyindir balik pernyataan adik Menteri Pertahanan Prabowo Subianto itu dalam sebuah video berdurasi 1 menit 27 detik yang diunggah di akun Twitternya.
“Matahari cerah sekali. Sayang tadi pagi saya sempat dengar keliru, Susi keliru, Susi keliru, Susi keliru. Susi keliru apanya? Wong saya sekarang ada di pantai kok, lagi paddling kok. Keliru apanya bo?” ucap Susi dikutip pada Minggu (6/12/2020).
Dia bilang, pernyataan Hashim yang menganggap kebijakannya terkait tata niaga benur sudah tidak relevan. Dirinya kini tak lagi berurusan dengan kebijakan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Lanjut Susi, andaikata Hashim keberatan dengan kebijakannya, seharusnya bisa menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) saat dirinya masih menjabat.
“Siang hari begini ngomong Susi keliru, dulu waktu saya masih menjabat, saya sudah bilang siapa yang berkeberatan dengan kebijakan saya bisa PTUN-kan saya,” ujar Susi.
“Saya waktu itu karena pejabat negara punya pengacara yaitu Bapak Jaksa Agung tapi tidak ada yang PTUN-kan. Oh ada-ada satu orang yang menuntut saya Rp 1 triliun, satu perusahaan tapi oleh pengacara menteri waktu itu Pak Jaksa Agung tidak berhasil,” kata Susi lagi.
Apalagi, sambung Susi, posisinya sudah diganti oleh Edhy Prabowo yang notabene merupakan rekan separtai Hashim Djojohadikusumo di Gerindra.
“Kan sudah diganti semua yang keliru, mestinya kan jadi benar, kalau keliru diganti masa keliru lagi, keliru diganti ya jadi benar,” ungkap Susi.
Pernyataan Hashim
Sebelumnya, Hashim Djojohadikusumo menyebut kebijakan larangan ekspor benih bening lobster di periode Menteri Kelautan Perikanan Susi Pudjiastuti adalah kebijakan yang keliru. Kata dia, kebijakan Susi itu melarang ekspor benur salah karena justru merugikan nelayan dan pembudidaya.
“Menteri lama itu keliru, masa kita dilarang ekspor, dilarang budi daya. Menurut saya, banyak orang Indonesia itu berpotensi superpower, produk kelautan kita yang besar, bukan Vietnam. Kebijakan menteri lama ini keliru,” ucap Hashim dikutip dari Kontan.
Pemilik kelompok bisnis Arsari Group ini bahkan mengaku, sempat meminta Edhy Prabowo yang merupakan Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, untuk membuka izin ekspor benih lobster sebanyak-banyaknya.
Ia berpendapat, sebaiknya pembukaan izin ekspor benur dilakukan seluas-luasnya agar tidak terjadi praktik monopoli dalam bisnis tersebut.
“Waktu itu saya ketemu Pak Edhy tahun lalu, saya bilang, ‘Ed, berapa kali saya wanti-wanti, berikan izin sebanyak-banyaknya’. Saksi hidup ada banyak di belakang saya (saat sampaikan nasihat tersebut),” kata dia dikutip dari Kompas.com.
Tak tanggung-tanggung, dia meminta Edhy Prabowo membuka perizinan untuk 100 perusahaan calon eksportir benih lobster. Hingga November 2020, sebanyak 65 perusahaan telah mengantongi izin ekspor benih bening lobster.
“Saya bilang, ‘Buka saja, Ed, buka saja sampai 100’. Karena Pak Prabowo tidak mau monopoli, kami tidak suka monopoli, dan Partai Gerindra tidak suka monopoli. Berkali-kali saya sampaikan,” ucap Hasyim.
Namun hingga kini, Hasyim menegaskan, PT Bima Sakti Mutiara belum pernah mengekspor benih lobster. Pihaknya pun baru tahu ada monopoli kargo di bisnis ekspor benur ketika Edhy Prabowo ditangkap KPK.
Sejak berbisnis puluhan tahun, Hasyim mengeklaim tidak pernah curang, korupsi, atau melanggar peraturan-peraturan yang berlaku.
Perusahaan Hashim belum lakukan ekspor
Kuasa hukum Hashim Djojohadikusumo dan Saraswati Djojohadikusumo, Hotman Paris Hutapea mengatakan PT Bima Sakti Mutiara belum pernah melakukan ekspor benih lobster atau benur.
Sebab kata Hotman, perusahaan milik Hashim Djojohadikusumo itu belum mendapatkan izin ekspor benur. Alasan tersebut dikemukakan Hotman karena PT Bima Sakti Mutiara disebut-sebut sebagai salah satu eksportir benih lobster, padahal hingga kini perusahaan tersebut disebut belum sama sekali mengekspor benur.
“Kenyataannya sampai hari ini, PT Bima Sakti Mutiara sampai hari ini belum mempunyai, atau masih menunggu kelengkapan izin ekspor. Masih menunggu,” kata Hotman.
Setidaknya masih ada empat dokumen yang harus didapatkan PT Bima Sakti Mutiara, perusahaan yang dulunya bergerak di bidang budidaya mutiara ini.
Empat dokumen tersebut meliputi Surat Keterangan Telah Melakukan Pembudidayaan Lobster bagi Eksportir, Sertifikat Instalasi Karantina Ikan, Sertifikat Cara-cara Pembibitan yang Baik, dan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran benih lobster.
Tidak lengkapnya dokumen tersebut membuat PT Bima Sakti Mutiara belum mempunyai izin ekspor.
“Artinya tidak pernah melakukan ekspor. Artinya tidak pernah nyogok untuk mendapatkan surat itu. Justru di situlah yang sangat disesalkan oleh Ibu Sara (Saraswati) ini, apa lagi bapaknya (Hashim),” sebut Hotman.
Hotman menegaskan PT Bima Sakti Mutiara tidak ada kaitannya dengan suap-menyuap yang terjadi dalam ekspor benur.
“Tidak ada kaitannya karena mereka tidak punya izin. Kebetulan dia (Sara) mau menempuh jalur resmi, tidak sogok-sogokan. Dan yang paling penting lagi, kebetulan Ibu Sara Ini sedang sibuk mengikuti Pilkada calon Wakil Walikota Tangerang Selatan,” pungkas Hotman. (msn)