Saya teringat ditahun 1994-an, seorang teman menawarkan kepada saya untuk membaca buku yang judulnya Megatrend 2000, karya John Naisbit. John Naisbitt dikenal sebagai futurelog, yaitu orang yang memprediksikan masa depan negara-negara di dunia melalui data yang ada saat ini. Dan hasil prediksinya 60-70 persen tepat dengan kondisi saat ini, setidaknya demikian menurut kesimpulan beberapa teman saya.
Lantas bagaimana bila seorang calon pemimpin semacam Prabowo menggunakan novel fiksi untuk memprediksi masa depan Indonesia? Tentu terlihat sangat konyol bukan?. Yang ilmiah saja belum tentu 100 persen tepat, apalagi yang fiksi? Padahal kita sendiri tahu bila Novel fiksi itu dibuat berdasarkan imajinasi sang penulisnya.
Tentu saja saya tidak akan menertawakan Prabowo kalau yang diambil adalah kajian-kajian ilmiah, memiliki basis data serta memperhitungkan berbagai aspek. Artinya yang disampaikan memang dapat dipertanggungjawabkan dan layak dianggap sebagai early warning.
Megawati sendiri saat menjabat sebagai Presiden 2001 lalu pernah menyampaikan pada peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2001. Kala itu, di masa 100 hari kepemimpinannya Presiden Megawati Sukarnoputri memperingatkan, bahwa Indonesia dapat menjadi apa yang disebutnya “Balkan di Hemisfer Timur” kalau rakyatnya tidak berusaha lebih keras untuk menjaga kesatuan negara.(https://www.voaindonesia.com/a/a-32-a-2001-10-28-11-1-85282032/46815.html)
Bahkan presiden berikutnya, SBY pernah mengungkapkan lima skenario masa depan Indonesia. Skenario itu, kata SBY, mulai muncul saat krisis dahsyat melanda Indonesia di periode 1998 – 1999. Kelima skenario tersebut dapat dibaca disini (SBY: Lima Skenario Masa Depan Indonesia – VIVA http://www.viva.co.id/berita/politik/82802-sby-lima-skenario-masa-depan-indonesia)
Lantas bila pertanyaannya, apa yang membedakan antara yang disampaikan Prabowo, Megawati dan SBY?, Coba kita cermati kalimatnya. Megawati menyampaikan Indonesia dapat menjadi apa yang disebutnya “Balkan di Hemisfer Timur” kalau rakyatnya tidak berusaha lebih keras untuk menjaga kesatuan negara. Perhatikan kata KALAU, artinya saat itu dia mengingatkan, bila ingin Indonesia bersatu, kita harus lebih berusaha menjaga persatuan tersebut.
Sedangkan SBY, yang beliau sampaikan adalah saat krisis tahun 1999, kejadian yang sudah lewat, bahwa Indonesia bisa saja terpecah saat itu, namun tidak terbukti. Malah setelah 10 tahun kemudian Indonesia masih bersatu. Dan hal dikatakan oleh SBY saat masih menjabat sebagai Presiden, dalam Pidato Kenegaraan menyambut HUT Ke-64 Proklamasi Kemerdekaan RI di Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2009.
Lantas apa kata Prabowo sendiri? “Saudara-saudara! Kita masih upacara, kita masih menyanyikan lagu kebangsaan, kita masih pakai lambang-lambang negara, gambar-gambar pendiri bangsa masih ada di sini, tetapi di negara lain mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030. Bung! Mereka ramalkan kita ini bubar.” begitu kata Prabowo.
Bagaimana menurut pembaca? Lebih mirip peringatan atau ancaman? Kalau saya pribadi menganggapnya lebih mirip ancaman, minimal menebar rasa pesimisme, terkecuali bila kalimat tersebut ada sambungannya, misalnya: “Kalau tidak ingin bubar, kita harus menjaga persatuan” atau “Untuk itu, rakyat Indonesia harus merapatkan barisan”, nah itu baru dapat dikatakan memberikan peringatan. Namun kenyataannya tidak ada kalimat soal menjaga persatuan dan kesatuan.
Apalagi bila dikaitkan dengan kalimat yang pernah disampaikan oleh salah satu kader Gerindra, Muhammad Taufik. “Kalau mau merubah negeri ubahlah pemimpinnya. Karena semua tergantung pemimpinnya. Kalau mau negeri ini aman, pak Prabowo saja. Kalau negeri mau sejahtera, wartawan mau sejahtera, rakyat kecil mau sejahtera,” kata Taufik.
(http://www.tribunnews.com/nasional/2018/02/23/muhammad-taufik-kalau-mau-negeri-ini-aman-prabowo-saja)
What???.. apa maksudnya dengan kata “kalau mau negara ini aman, Pak Prabowo saja”?. Ancamankah? Peringatankah?.
Lalu mengenai lanjutan kata-katanya “…Kalau negeri mau sejahtera, wartawan mau sejahtera, rakyat kecil mau sejahtera..”. Bagaimana mau sejahterakan rakyat kalau gaji pegawai sendiri tidak dibayar selama 4 tahun?.
https://www.Indovoices.com/umum/mau-sejahterakan-rakyat-tapi-gaji-pegawai-sendiri-tidak-dibayar-apakah-masih-layak-dipilih/
Lantas bagaimana dengan Tagline ‘Rebut Kembali Indonesia’ setelah mendapatkan nomor urut dua dalam Pemilu 2019. Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon bahkan mengungkapkan tagline itu memang sengaja akan digelorakan terus sampai Pemilu 2019.
Selain itu, tagline tersebut untuk mempertegas posisi Gerindra yang berniat merebut kepemimpinan yang kini dijabat oleh Joko Widodo pada Pemilu 2019.
(https://kumparan.com/@kumparannews/makna-tagline-gerindra-rebut-kembali-indonesia).
Makna rebut kembali, setahu saya artinya dulu pernah memiliki, lantas diambil orang lain dan kini mau diambil kembali (secara paksa). Pertanyaan saya, sejak kapan Gerindra pernah memimpin Indonesia? Setahu saya sih tidak pernah.
Apakah yang Prabowo maksudkan adalah mengembalikan Indonesia ke jaman orde baru? Ke masa-masa saat mertuanya masih berkuasa?. Jujur saja saya tidak ingin kembali ke masa tersebut, dimana KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) menjadi budaya bagi pemimpin dan pejabatnya.
Dahsyat bukan? Mulai dari ancaman Indonesia akan bubar 2030, ancaman kalau mau Aman pilih Prabowo, sampai ancaman Rebut Kembali.
Saya pribadi menilai, baik partai dan pemimpinnya tidak memiliki program yang bisa dijual kepada masyarakat. Baik partai maupun pemimpinnya tidak ada sesuatu atau hal yang bisa ditawarkan untuk Indonesia yang lebih baik, lebih maju dan lebih sejahtera. Baik partai maupun pemimpinnya lebih suka menjual pesimisme, teror, ancaman maupun ketakutan rakyat hanya supaya bisa menang.
Apa yang bisa diharapkan dari partai dan pemimpin seperti itu?. Bisa-bisa kalau mereka menang, Indonesia bubar beneran karena jatuh dalam tangan rezim yang belum menang saja sudah menyebar teror, ancaman dan ketakutan di masyarakat, bakal jadi apa kalau mereka menang kelak? Saya tidak bisa membayangkannya, Anda bisa?.