Indovoices.com –Ekonom senior Indef Fadhil Hasan menilai revisi Undang-undangBank Indonesia berpotensi mengamputasi independensi bank sentral secara permanen. Sebab, UU Nomor 2 Tahun 2020 saja sudah membuat BI pincang lantaran skema burden sharing yang mengharuskan pembelian surat utang negara dengan bunga nol persen.
“Kini, Perppu dan revisi UU BI akan menyebabkan independensi tidak hanya pincang, namun berisiko menjadi teramputasi secara permanen dari Bank Indonesia,” ujar Fadhil.
Ia menjelaskan independensi bank sentral merupakan amanah UUD 1945 Pasal 23D. Perppu dan revisi UU BI diperkirakan akan menjadikan bank sentral masuk menjadi bagian dari pemerintah sebagaimana peranannya kementerian lembaga (K/L) dalam kabinet.
Draf Pasal 9A dan 9B revisi UU BI juga disebutkan bahwa akan ada dewan moneter yang dipimpin Menteri Keuangan, yang bertugas mengarahkan kebijakan moneter sejalan dengan kebijakan pemerintah di bidang perekonomian.
Bank Indonesia, lanjut Fadhil, tidak lagi secara independen dapat menilai apakah kondisi ekonomi dapat dinyatakan terjadi instabilitas keuangan sehingga menyebabkan diperlukannya atau tidak bantuan likuiditas terhadap bank sistemik.
Pasal 11 draf revisi UU BI pun menyebutkan bahwa BI dapat menyelamatkan bank sistemik yang gagal melalui fasilitas pembiayaan darurat yang tata cara dan ketentuannya harus sesuai dengan UU terpisah.
“Dalam hal ini Bank Indonesia dikesankan sebagai juru bayar (cetak uang) yang bebannya dikembalikan lagi ke Bank Indonesia dan pemerintah,” terang dia.
Pendiri Narasi Institute itu mengingatkan bahwa Perppu 1 Nomor 2020 yang telah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 tersebut telah mencampuri independensi BI dalam pembelian surat utang negara (SUN) dan independensi dalam memberikan pinjaman likuiditas khusus (PLK) kepada bank sistemik yang mengalami kesulitan likuiditas dan tidak memenuhi persyaratan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP/PLJPS) yang dijamin oleh pemerintah dan diberikan berdasarkan Keputusan KSSK sesuai Pasal 16(1)(b) dan (c) & 18, 19 UU No.2/2020.
Ia menuturkan tergerusnya hak independen membeli SUN dan memberikan PLK tersebut menyebabkan Bank Indonesia sudah pincang dalam menjalankan tugasnya khususnya menjaga stabilitas keuangan.
Jika revisi UU BI dan Perppu Reformasi Keuangan dilanjutkan akan akan membuat stabilitas sistem keuangan dalam bahaya. Buktinya sekarang ini nilai tukar rupiah justru melemah di tengah penguatan nilai mata uang negara lain. Apalagi pasar telah merespons negatif rencana tersebut.
“Kami ingatkan jangan sampai ada kepentingan personal dan sekelompok orang ingin menguasai kelembagaan keuangan Indonesia. Kami merekomendasikan agar jangan terburu-buru terbitkan RUU dan Perppu Reformasi Keuangan,” pungkas dia.(msn)