Indovoices.com -Perubahan internal organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) khususnya di Direktorat Jenderal Kebudayaan disebut sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalkan proses pemajuan kebudayaan. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, saat ditemui di ruang kerjanya. “Di internal organisasi Kemendikbud ada perubahan agar layanan (kebudayaan) itu bisa berjalan lebih efektif. Harapannya dengan restrukturisasi ini seluruh proses pemajuan budaya akan lebih signifikan dilakukan,” katanya.
Hilmar mengatakan, kondisi keragaman budaya saat ini belum ideal jika dibandingkan dengan upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan. Oleh karena itu, kata dia, fokus kegiatan ini terletak pada pencatatan informasi kebudayaan, di mana sejak Maret 2018 sampai sekarang proses (pencatatan) nya telah dilakukan di level kabupaten kota. “Informasinya sudah banyak sekali dan ini semua perlu diproses (lebih lanjut) sehingga nanti betul-betul terlindungi dan masuk dalam database kita. Jadi persoalannya memang pekerjaan ini sangat teknis,” paparnya.
Semangat untuk meningkatkan upaya pemajuan budaya, kata Hilmar, berangkat dari apreasiasi yang ingin diberikan kepada para praktisi dan pemerhati budaya yang telah berpartisipasi dalam mendata, melaporkan, dan melestarikan budaya di Indonesia. “Mereka-mereka yang selama ini sering melaporkan ada cagar budaya yang terbengkalai, ada yang baru ditemukan, dan seterusnya, itu semua tetap dijalankan. Saya sangat berterima kasih,” tuturnya.
Hilmar menyebutkan, terdapat tiga nama direktorat baru yang akan mengawal implementasi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan. Direktorat tersebut adalah Direktorat Perlindungan Kebudayaan, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan serta Direktorat Pembinaan Kebudayaan. Ketiga direktorat baru itu diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pemajuan objek budaya sebagaimana tertuang dalam pasal 5 Undang-undang Pemajuan Kebudayaan.
“Kalau mau dibikin panjang dan lengkap namanya itu Direktorat Perlindungan Cagar Budaya, Warisan Budaya, Kesenian, Tradisi dan seterusnya bisa sampai lima baris. Untuk menyingkat kita sebut Direktorat Perlindungan Kebudayaan dan kalau kita lihat undang-undang nomor 5 tahun 2017 Pasal 5 itu semua ter-cover. Kesenian ada di sana, tradisi ada di sana pengetahuan tradisional, permainan tradisional dan seterusnya. Begitu juga dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya semua itu ada di bawah ranahnya tiga direktorat baru itu,” jelasnya.
Perubahan nama direktorat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan menimbulkan banyak pertanyaan dan komentar. Menanggapi hal ini, Hilmar Farid berpendapat bahwa itu adalah bentuk perhatian masyarakat terhadap kebudayaan Indonesia. “Saya secara khusus berterima kasih atas perhatian masyarakat karena ini semua tanda bahwa kita semua punya perhatian yang besar terhadap kebudayaan. Dan saya secara khusus meminta perhatian ini terus (ada) bahkan lebih meningkat ke depan sehingga kalau ada kerja sama yang lebih strategis, kita bisa gotong royong untuk memajukan kebudayaan,” katanya.
Hilmar juga menyampaikan, saat ini jajarannya sedang melakukan koordinasi dan pembahasan secara intensif. “Harapan saya akhir bulan ini bisa selesai (detilnya) dan informasi lebih lanjut nanti akan disampaikan melalui jalur IG ini, di samping masing-masing direktur akan menyampaikan apa-apa saja yang akan dikerjakan tahun 2020 ke depan,” katanya. (kemenkeu)