Indovoices.com –Presiden Joko Widodo berencana menggabungkan BUMN penerbangan dan BUMN pariwisata. Rencana tersebut sempat dibahas dalam gelaran rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta.
Pengamat penerbangan AIAC, Arista Atmadjati menilai, rencana tersebut justru akan merugikan maskapai pelat merah, dalam hal ini Garuda Indonesia beserta anak usahanya, Citilink.
Menurutnya, pelaku usaha pariwisata kerap kali meminta kepada maskapai untuk membuka rute penerbangan internasional yang tidak mengungtungkan.
Pasalnya, rute internasional saat ini sudah dilayani oleh banyak maskapai internasional, dengan harga tiket yang relatif murah.
“Dulu (industri pariwisata) mengusulkan buka Moscow – Bali, buka Amerika, saya inget itu buka Spanyol. Itu kan bagi maskapai dari Indonesia itu berat,” katanya.
Berbeda dengan maskapai internasional seperti Fly Emirates, Qatar Airways, ataupun Etihad, maskapai dalam negeri disebut tidak didukung secara maksimal oleh pemerintah dalam operasional penerbangan mancanegara.
Maskapai dalam negeri, tambah Arista, akan kesulitan untuk bersaing dengan maskapai internasional, dengan biaya operasional yang masih mahal.
“Pemerintah enggak pernah ngasih insentif yang siginifikan. Misal avtur masih kena pajak, spare part tetap kena pajak barang mewah,” ujarnya.
Oleh karenanya, Arista menyarankan kepada pemerintah untuk memisahkan holding BUMN penerbangan dengan holding BUMN pariwisata.
“Kemauan pariwisata dan kemauan airlines enggak pernah nyambung,” ucap Arista.(msn)