Indovoices.com– Indonesia dalam meredam dampak negatif pandemi COVID-19 juga memiliki stimulus kebijakan yang hampir sama dengan negara-negara G-20 lainnya, yaitu di sektor kesehatan, bantuan sosial dan sektor industri agar ekonomi terus berjalan.
“Indonesia hampir sama dengan negara-negara lain, tentu tekniknya berbeda-beda. Tantangan di bidang kesehatan dan keamanan menjadi sangat tinggi. Untuk mencegah penyebaran, dilakukan mobilitas yang menurun yang menyebabkan ekonomi makin tertekan. Oleh karena itu, dibutuhkan social safety net dan juga dukungan kepada sektor usaha agar mereka dapat survive di dalam situasi sulit untuk beberapa bulan ke depan,” jelas Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat membagikan hasil video coference G-20.
Rata-rata, negara G-20 akan memberikan stimulus antara 3-6 bulan untuk mencegah agar dampak ekonomi tidak terlalu dalam.
Di sektor kesehatan, pertama, pemerintah bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membentuk Gugus Tugas Nasional.
Koordinasi dengan Kementerian Kesehatan juga makin diperkuat agar kebutuhan alat kesehatan dapat dikoordinasikan. Contohnya ada 100 ribu alat pelindung diri (APD) dari perusahaan-perusahaan yang diproduksi di daerah Bogor dan Bandung, yang dikumpulkan (ditampung) oleh Bea Cukai dan BNPB (sebagai perantara) untuk rumah sakit di Jakarta maupun di daerah.
“Ini adalah berbagai komunikasi dan koordinasi sehingga pembagian alat pelindungan diri, tes kit, dan kebutuhan kesehatan dapat dikoordinasi. Ini anggarannya kita dukung sepenuhnya,” jelas Menkeu.
Pemerintah juga menanggung anggaran untuk pembiayaan dari mereka yang terkena COVID-19 di rumah sakit. Namun, karena pandemi COVID-19 tidak masuk yang bisa dicover oleh BPJS Kesehatan dari iuran, maka untuk pendanaan pasien COVID-19 akan diambil dari APBN dan atau APBD.
“Tentunya kalau mereka sudah tercover asuransi kita akan lihat, tapi yang tidak, maka akan dicover oleh pemerintah dan itu anggarannya akan disentralisasikan melalui Kemenkes yang verifikasinya dilakukan oleh BPJS,” jelas Menkeu.
Kedua, Presiden sudah menyetujui pemberian insentif bagi para pekerja medis. Insentif khusus yang diberikan terutama untuk tiga bulan ini bagi mereka yang bekerja di RS yang menangani COVID-19 terutama di RS rujukan.
Insentif tersebut adalah untuk dokter spesialis Rp15 juta per bulan, dokter umum dan gigi Rp10 juta per bulan, bidan dan perawat adalah Rp7,5 juta per bulan, tenaga medis lainnya Rp5 juta per bulan. Untuk tenaga medis yang meninggal akan diberikan santunan sebesar Rp300 juta per orang.
“Anggarannya akan dilakukan berdasarkan burden sharing termasuk menggunakan DAK Kesehatan (DAK Kesehatan) dari Biaya Operasional Kesehatan (BOK) dari DAK yang ada dalam pos APBD”, tutur Menkeu.
Namun, Kemenkeu akan terus melihat kemampuan pemerintah daerah dan melakukan langkah-langkah agar kepastian insentif ini bisa dilaksanakan.
Ketiga, pemerintah membuka akun khusus bagi masyarakat dan dunia usaha yang ingin menyumbang untuk penanggulangan COVID-19. Akun ini akan diumumkan oleh Direktorat Perbendaharaan Kemenkeu dengan link langsung dikelola oleh BNPB.
Dari sisi bantuan sosial, pemerintah akan menggelontorkan Program Keluarga Harapan seperti sembako untuk 15 juta keluarga yang dilakukan bertahap dari 10 juta keluarga.
“Social safety net, kami akan melaksanakan berbagai tahapan dimulai menggunakan PKH yaitu 10 juta keluarga untuk bantuan sosial seperti sembako yang mencakup 15 juta. Tadi sedang dibahas mengenai apakah jumlahnya ditambah, dari sisi manfaatnya juga akan dinaikkan. Ini akan dihitung dari sisi anggarannya,” paparnya.
Selain itu, pemerintah juga akan memberi insentif Rp1 juta perkepala untuk mereka yang kena PHK dari BPJS Tenaga Kerja dalam bentuk pelatihan dan santunan selama 3 bulan.
“Kita juga akan memberikan insentif untuk mereka yang terkena PHK dari sisi BPJS Tenaga Kerja memberikan santunan plus pelatihan sehingga mereka bisa mendapatkan paling tidak pelatihan dan santunan selama tiga bulan sebanyak Rp1 juta perkepala,” jelasnya.
Untuk sektor informal, pemerintah berencana akan menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk kebutuhan pokok agar masyarakat yang bekerja harian bisa melakukan physical distancing dan social distancing untuk mengurangi resiko terpapar COVID-19 yang meluas. (kemenkeu)