Indovoices.com –Epidemiologyang sehari-hari Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, menyarankan Pemerintah DKI Jakarta tidak memperpanjang PSSB transisi yang berakhir hari ini, 13 Agustus 2020.
“Jakarta jangan jadi banci. Jangan lagi ada istilah PSBB transisi. Melakukan PSBB tapi pelonggaran dilakukan,” kata Tri saat dihubungi, Rabu, 12 Agustus 2020. “Lebih baik hentikan PSBB transisi.”
Menurut dia, untuk mengendalikan wabah yang telah meluas di Ibu Kota, satu-satunya cara adalah dengan membatasi pergerakan sosial dengan sangat ketat. Tri menyarankan PSBB dilakukan lebih ketat dari yang oertama karena Covid-19 telah menyelimuti DKI.
“Kalau PSBB transisi masih terus diperpanjang maka usaha pemerintah menekan penularan virus tidak akan berhasil,” ujarnya. “Jadi jangan diperpanjang.”
Lebih jauh Tri memahami kebijakan pemerintah tidak bisa menghentikan PSBB transisi karena desakan ekonomi. Namun, jika wabah ini tidak cepat terkendali maka bakal berisiko terhadap krisis kesehatan yang lebih besar. Ujungnya, kata dia, krisis kesehatan ini berpotensi berimbas terhadap masalah ekonomi.
“Sekarang pun sudah terbukti ada kenaikan pasien dengan gejala berat di rumah sakit. Jika situasi ini terus berlangsung krisis kesehatan bakal lebih besar lagi,” ucap epidemiolog tersebut.
Ekonom dari Institute for Development of Economics (Indef) Bhima Yudistira sebelumnya telah menyarankan Pemerintah DKI berfokus pada penanggulangan wabah virus corona ketimbang pemulihan ekonomi. Menurut Bhima, pemilihan ekonomi bakal sulit dilakukan sebelum wabah bisa dikendalikan.
Sebabnya, masyarakat tidak akan merasa aman saat ingin berbelanja atau melakukan aktivitas ekonomi saat ancaman Covid-19 masih ada. “Jadi tidak ada pemulihan ekonomi, tanpa adanya penanganan wabah ini dengan serius,” kata Bhima saat dihubungi, Jumat, 7 Agustus 2020.
Pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan II tahun 2020 (year-on-year) anjlok alias kontraksi minus 8,22 persen. Badan Pusat Statistik disingkat BPS DKI Jakarta menyatakan bahwa angka tersebut merupakan yang terendah selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
“Meskipun tidak sedalam saat krisis ekonomi tahun 1998,” tulis Berita Resmi Statistik dari Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. (msn)