Jumlah tersebut juga lebih lebih tinggi dari sepanjang 2018 yang hanya 4,07%. Kenaikan produksi IBS ditopang oleh sektor industri pakaian jadi yang naik 29,19% karena melimpahnya order, terutama dari pasar ekspor.
“Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri tekstil dan pakaian termasuk dari lima sektor yang disiapkan menjadi andalan dalam penerapan industri 4.0 di Indonesia. Industri TPT merupakan salah satu sektor manufaktur yang dikategorikan strategis dan prioritas dalam perannya menopang perekonomian,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Jumat (3/5).
Airlangga menuturkan, kemampuan industri TPT dalam dua tahun terakhir semakin kompetitif, baik di pasar domestik maupun global. Ini terlihat pada laju pertumbuhan industri TPT sepanjang tahun 2018 yang tercatat di angka 8,73% atau mampu melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,17%.
“Pada tahun 2018, industri TPT menjadi penghasil devisa yang cukup signifikan dengan nilai ekspor mencapai USD13,22 miliar atau naik 5,55% dibanding tahun lalu. Selain itu, industri TPT telah menyerap tenaga kerja sebanyak 3,6 juta orang. Ini yang menjadikan industri TPT sebagai sektor padat karya dan berorientasi ekspor,” paparnya.
Sektor IBS lain yang produksinya tumbuh pesat adalah industri minuman sebesar 24,8%, lalu disusul industri percetakan dan reproduksi media rekaman 21,44%, industri pengolahan tembakau 17,19%, dan industri furnitur 12,92%.
Airlangga optimistis kinerja industri tekstil dan produk tesktil serta industri makanan dan minuman mampu tumbuh tinggi pada semester I 2019. Lonjakan ini salah satunya ditopang oleh pertumbuhan konsumsi saat Pemilu 2019 dan bulan Ramadan. “Peningkatan terutama di pasar domestik seiring pelaksanaan pemilu kemarin dan menjelang datangnya bulan Ramadan,” imbuhnya.
Sementara itu, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) pada kuartal I-2019 naik 6,88% terhadap periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah tersebut juga meningkat 4,55% terhadap kuartal IV-2018.
Secara tahunan BPS mencatat, kenaikan IMK didorong oleh produksi industri percetakan dan reproduksi media rekaman sebesar 29,63%. Kemudian, produksi industri komputer, barang elektronika dan optik yang naik 15,76%.
Di sisi lain, geliat industri manufaktur Indonesia juga terlihat dari capaian purchasing manager index (PMI) yang dirilis oleh Nikkei. “Kalau kita lihat kondisi industri saat ini berdasarkan PMI, tingkat kepercayaan dari pelaku industri cukup tinggi. PMI indeks kita selalu di atas 50, kecuali bulan Januari. Karena saat Januari kontrak baru dikasih,” terangnya.
PMI manufaktur Indonesia pada April 2019 berada di angka 50,4. Peringkat di atas 50 menandakan sektor manufaktur tengah ekspansif. “Ini juga menandakan, bahwa mereka melihat iklim usaha di Indonesia tetap kondusif dan telah mampu mengelola ekonomi melalui norma baru,” ujarnya
Nikkei melaporkan, pada periode April 2019, ekspor naik untuk pertama kalinya dalam kurun waktu hampir satu setengah tahun, kemudian jumlah tenaga kerja juga terus naik. Selanjutnya, sentimen bisnis masih bertahan positif. Dan, dari segi harga, tekanan biaya berkurang.
“Industri manufaktur merupakan tulang punggung bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu menjadi sektor andalan dalam memacu pemerataan terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yang inklusif,” tutur Menperin.
Saat ini, industri manufaktur mampu memberikan kontribusi kepada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 20 persen. “Dari capaian 20 persen tersebut, Indonesia menempati peringkat kelima di antara negara G20,” ungkapnya.
Posisi Indonesia berada setelah China, dengan sumbangsih industri manufakturnya mencapai 29,3 persen. Kemudian, disusul Korea Selatan (27,6%), Jepang (21%) dan Jerman (20,7%). “Kalau kita lihat rata-rata kontribusi manufaktur dunia saat ini sekitar 15,6 persen. Jadi, sebenarnya kita sudah sejajar dengan Jerman,” tandasnya.