Indovoices.com-Kementerian Perindustrian terus memacu industri elektronik di dalam negeri agar mampu memperluas pasar ekspornya, termasuk ke negara-negara nontradisional. Langkah strategis ini sejalan dengan tekad pemerintah untuk segera memperbaiki defisit neraca perdagangan sehingga dapat memperkuat struktur perekonomian nasional.
“Kegiatan ekspor diyakini membawa dampak positif bagi perekonomian negara. Oleh karena itu, perlu upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas di sektor industri,” kata Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin, R. Janu Suryanto ketika acara pelepasan ekspor perdana produk AC PT Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI) ke Nigeria di Jakarta.
Pada kesempatan tersebut, Janu menyampaikan, Kemenperin selaku pembina industri memberikan apresiasi kepada PT PMI yang telah merealisasikan komitmennya untuk memperluas pasar ekspor dan terus menambah negara tujuan baru pengapalannya, terutama terhadap produk AC. Ini menandakan bahwa produksi industri Tanah Air sudah mampu kompetitif di kancah internasional.
“Berkembangnya bisnis AC yang dapat bersaing di pasar global dan bisa masuk ke pasar nontradisional, juga menunjukkan komitmen PT PMI untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi AC di kawasan ASEAN,” paparnya.
Perlu diketahui, PT PMI telah berhasil merelokasi produksi AC tipe 2 PK dan 2,5 PK dari Malaysia pada tahun lalu. Produk AC yang diekspor ke Nigeria adalah jenis 1 PK hingga 1,5 PK dan 2 PK yang berbasis refrigeran R32.
“Pemerintah meminta perusahaan yang mempunyai nilai impor tinggi, segera melokalisasi pabriknya di Indonesia, tidak impor dalam kondisi utuh,” tegas Janu. Pemerintah juga tengah menarik investasi khususnya sektor industri penghasil produk substitusi impor.
Direktur PT PMI Daniel Suhardiman mengatakan, Panasonic Gobel akan terus menjalankan misi untuk berkontribusi bagi Indonesia, yang dilakukan dengan pengembangan usaha di dalam negeri melalui peningkatan produksi dan penjualan produk-produknya. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas serta secara aktif melakukan ekspansi pasar ekspor.
“Tentunya ekspor ini menjadi suatu kabar yang membanggakan, selain dapat menambah devisa negara, produk AC yang kami ekspor ini juga menggunakan merek Panasonic dan tercantum buatan Indonesia,” ujarnya. Menurut Daniel, ekspor ke Nigeria dapat menjadi momentum untuk membuka pintu pasar di Afrika.
“Seiring dengan meningkatnya persaingan di pasar global, AC produksi PT PMI selalu berinovasi dan secara konsisten ikut mengembangkan industri dalam negeri termasuk sektor industri kecil dan menengah (IKM). Saat ini, kandungan lokal untuk AC produksi PT PMI telah mencapai 40%, dan masih akan terus ditingkatkan,” paparnya.
Daniel menjelaskan, unit bisnis AC PT PMI yang berdiri sejak 46 tahun lalu (1974), merupakan pabrik AC di Indonesia dengan kemampuan full manufacture dari bahan baku hingga produk jadi, yang secara agresif terus meluncurkan produk-produk inovatif melalui slogan “Quality Air for Life”.
“Bahwa AC bukan hanya penyejuk ruangan tetapi juga harus bisa memberikan udara yang nyaman dan sehat bagi penggunanya,” tandasnya. Hingga kini, telah tersedia produk-produk AC Panasonic ramah lingkungan berbasis refrigeran R32, dan dilengkapi teknologi “nanoeX” dan “nanoe-G” yang sangat baik untuk kesehatan.
Jadi daya ungkit
Kemenperin optimistis industri elektronik mempunyai daya ungkit untuk menggenjot nilai ekspor nasional, khususnya sektor manufaktur. Apalagi, industri elektronik merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Contohnya, industri home appliances di Indonesia semakin kuat, dan tinggal diperdalam lagi struktur manufakturnya melalui peningkatan investasi,” ujar Janu. Sasaran tersebut akan mudah tercapai apabila didukung penggunaan teknologi terkini dan sumber daya manusia (SDM) industri yang kompeten.
Kemenperin mencatat, secara keseluruhan nilai ekspor produk elektronik dan telematika mencapai USD7,8 miliar sepanjang tahun 2019. Adapun 10 negara tujuan utamanya, antara lain ke Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Vietnam, Hong Kong, Malaysia, China, Thailand, dan Filipina.
“Meningkatnya pasar ekspor tentunya akan meningkatkan jumlah produksi di dalam negeri yang juga bisa mendorong peningkatan pada daya saing produknya,” imbuh Janu. Oleh sebab itu, pemerintah saat ini serius dalam hal mendorong kegiatan ekspor dan investasi industri.
Berbagai kebijakan probisnis dikeluarkan untuk mendukung hal tersebut, sekaligus menghapus aturan yang dianggap menyulitkan. “Misalnya, dalam waktu yang tidak lama, kami akan bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan untuk melakukan operasi penindakan sesuai peraturan perundangan terhadap barang-barang yang tidak sesuai dengan SNI,” paparnya.
Di samping itu, mengenai kebijakan untuk mendukung implementasi industri 4.0, pemerintah telah berinisiatif untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya SDM kompeten. Selain itu, memacu kegiatan R&D di dalam negeri.
“Dalam hal ini, pemerintah memfasilitasi pemberian insentif pajak berupa super tax deduction yang memberikan potongan penghasilan bruto hingga 200% untuk pengeluaran terkait vokasi dan hingga 300% untuk pengeluaran terkait R&D,” jelas Janu. Insentif fiskal ini menunjukkan pemerintah fokus untuk mengembangkan kemampuan industri manufaktur nasional agar semakin berdaya saing global.
Menurut Janu, karakteristik industri elektronik yang sangat dinamis menyebabkan munculnya inovasi-inovasi produk yang juga semakin cepat dan mengharuskan pelaku industri untuk terus memperbarui produk-produknya. Beberapa contoh inovasi yang cepat terjadi itu misalnya pada teknologi layer PCB, rechargeable battery, dan semiconductor.
“Penguasaan teknologi di bidang-bidang tersebut dapat membuat suatu industri menjadi pemimpin pasar sehingga banyak perusahaan berskala internasional berlomba-lomba untuk dapat menguasai teknologi tersebut terlebih dahulu,” pungkasnya. (kemenperin)