Indovoices.com-Presiden Joko Widodo mengatakan, sesuai amanat konstitusi semua duta besar Indonesia adalah duta perdamaian. Tapi karena pemerintah fokus pada diplomasi ekonom, Presiden ingin 70-80% fokusnya di situ karena ini yang sekarang diperlukan Negara, maka penting sekali para duta besar juga menjadi Duta Investasi.
“Sebagai Duta investasi tetapi juga harus tahu investasi di bidang apa yang kita perlukan atau menjadi prioritas,” kata Presiden saat memberikan arahan pada Rapat Kerja (Raker) Kepala Perwakilan Republik Indonesia dengan Kementerian Luar Negeri, di Istana Negara, Jakarta.
Sebagai Duta Investasi, lanjut Presiden, pada duta besar harus tahu yang namanya petrochemical itu 85% masih impor. Sehingga kita ingin mendatangkan investasi cari produk-produk yang berkaitan dengan barang-barang substitusi impor kita, Petrokimian berkaitan dengan metanol misalnya. Atau juga yang kedua, lanjut Presiden, yang berkaitan dengan energi karena kita ini masih impor banyak minyak dan gas. Hubungannya kemana? Ya bagaimana agar yang namanya impor energi ini kita bisa turun.
Terus investornya siapa? Menurut Presiden, investornya bisa saja, misalnya yang berkaitan dengan batu bara datangkan investor yang memiliki teknologi yang berkaitan batu bara. Karena batu bara itu bisa diubah menjadi DME (Demethyl Ether) elpiji. “Kita ini impor, elpiji kita ini impor semuanya sehingga investasi yang berkaitan dengan DME elpiji ini penting sekali, supaya kita tidak impor gas elpiji lagi. Karena material kita batu bara ini banyak sekali,” ungkap Presiden seraya menambahkan, negara-negara yang jago-jago yang berkaitan dengan ini siapa, ini yang kita cari.
Investasi yang berkaitan dengan minyak lagi misalnya, dengan mengubah minyak kelapa kopra kita menjadi avtur. “Cari investornya, raw material-nya ada, materialnya ada, dan barang ini memang bisa diubah menjadi avtur. Karena avtur kita juga impor, banyak sekali,” tutur Presiden.
Oleh karena itu, Presiden berharap para duta besar yang menjadi duta investasi itu mengincar mana, yang ditembak mana itu ngerti. Ia meyakinkan, kalau kita bisa memproduksi yang namanya B50, posisi tawar kita terhadap semua negara ini akan bisa naik. Uni Eropa mau ban sawit kita ya kita tenang-tenang saja, kita pakai sendiri saja. Ngapain sih harus diekspor ke sana?
“Strategi ini yang sedang kita bangun, strategi bisnis Negara baru kita proses rancang implementasinya agar betul-betul kita tidak ada ketergantungan dengan negara-negara lain,” kata Presiden.
Menurut Presiden, kalau nanti bisa sampai kita ke B50 dan kita bisa produksi dengan baik, harga sawit ini sekarang sudah naik, meloncatnya sangat besar sekali. Tapi kalau kita bisa masuk ke B50, betul-betul kita bisa kita yang mengendalikan, bukan pasar yang mengendalikan. Bargaining kita akan semakin kuat kalau kita bisa menggunakan itu juga di dalam negeri dalam jumlah yang besar, sekaligus ekspor minyak kita menjadi anjlok turun.
Semua itu, lanjut Presiden, goal-nya adalah ke current account defisit kita menjadi plus, tidak negatif. Kalau neraca transaksi berjalan kita sudah positif baik, menurut Pressiden, saat itulah kita betul-betul baru merdeka, dengan siapapun kita berani karena tidak ada ketergantungan apapun mengenai sisi keuangan, sisi ekonomi. “Itulah target kita dalam 3-4 tahun ke depan, arahnya ke sana,” tegas Presiden seraya menambahkan, bantuan dari para Duta Besar mengenai ini, mengenai urusan investasi, sebagai ‘duta investasi’ sangat penting sekali.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam laporannya mengatakan, Raker Kepala Perwakilan Indonesia di Luar Negeri diikuti oleh 131 kepala perwakilan dan para pejabat eselon I Kementerian Luar Negeri RI. Raker akan berlangsung hingga 11 Januari mendatang. Tampak hadir dalam pembuaan Raker itu antara lain Menko Polhukam Mahfud MD, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menlu Retno Marsudi, dan Mensesneg Pratikno. (kominfo)