Indovoices.com-Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa harus ada penguatan terhadap penguasaan teknologi pertahanan. Setidaknya ada tiga hal yang perlu dicermati, yakni teknologi otomatisasi, sensor, dan teknologi informasi (TI).
“Yang pertama, teknologi otomatisasi yang akan disertai dengan pengembangan sistem senjata yang otonom, sekali lagi, teknologi otomatisasi yang akan disertai dengan pengembangan sistem senjata yang otonom. Ke depan ini akan berkembang dengan sangat pesat,” ujar Presiden saat memberikan arahan pada Rapat Pimpinan (Rapim) Kementerian Pertahanan (Kemhan), TNI, dan Polri Tahun 2020 di Jakarta.
Hal kedua, menurut Presiden, teknologi sensor yang akan mengarah kepada pengembangan sistem penginderaan jarak jauh.
“Ini beberapa kali juga kita gunakan dalam operasi-operasi. Yang ketiga, teknologi IT, seperti 5G dan komputasi kuantum yang akan mengarah ke pengembangan sistem senjata yang otonom serta pertahanan siber. Semuanya nanti pasti akan ke sana,” tambah Presiden.
Semua ini, menurut Presiden, membutuhkan kebijakan perencanaan pengembangan alutsista yang tepat, terutama menilik kegunaannya untuk 20, 30, sampai 50 tahun yang akan datang.
“Harus dihitung, harus dikalkulasi semuanya secara detail. Belanja pertahanan harus diubah menjadi investasi pertahanan,” tegas Presiden.
Dalam kesempatan itu, Presiden juga bercerita bahwa dirinya belum lama ini berbicara dengan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto bagaimana menghidupkan rencana ke depan untuk industri strategis agar betul-betul semuanya bergerak.
“Kemandirian kita dalam membangun ini harus serius kita mulai. Yang saya lihat di negara-negara yang lain, minimal industri-industri ini harus diberikan yang namanya pesanan/order itu 15 tahun minimal, sehingga rencana investasinya itu menjadi terarah, mana yang akan dituju itu menjadi jelas. Enggak bisa lagi kita tiap tahun, enggak bisa,” sambungnya.
Undang-Undang Industri Pertahanan, menurut Presiden, juga mengharuskan adanya transfer tekonologi, kerja sama produksi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), peningkatan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), serta pengembangan rantai produksi antara BUMN dengan korporasi swasta dan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) agar bisa satu jalur.
“Oleh sebab itu, pemanfaatan APBN harus betul-betul benar, efisien. Dimulai dari perencanaan dan kemudian di dalam pelaksanaan anggaran. Dan perlu saya informasikan supaya tahu semuanya bahwa Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi APBN terbesar sejak 2016 sampai sekarang. Tahun 2020 sebesar Rp127 triliun, hati-hati penggunaan mengenai ini,” ujar Kepala Negara.
Terkait anggaran, Presiden pun meyakini bahwa Menhan dapat menggunakannya dengan efisien dan efekti.
“(Menhan) Kalau urusan anggaran ini itu detail, karena berkali-kali berdiskusi dengan saya, hampir hapal di luar kepala. Ini Pak di sini Pak, di sini Pak, sudah. Saya juga merasa aman untuk urusan 127 triliun ini. Harus efisien, bersih, tidak boleh ada mark up-mark up lagi, dan yang paling penting mendukung industri dalam negeri kita,” tegas Presiden.
Sementara soal kerja sama alutsista, Presiden menyampaikan bahwa beberapa sudah dijajaki oleh Menhan.
“Baik yang dengan Perancis, baik yang dengan Korea Selatan, baik yang dengan negara-negara di Eropa Timur, dan segera akan diputuskan, dan minggu depan kita akan Rapat Terbatas dengan Pak Menhan nanti di Surabaya,” ujarnya. (jpp)