Indovoices.com –Polri menindaklanjuti laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap Aisha Weddings. Polisi akan menyelidiki wedding organizer yang menyediakan paket pernikahan untuk anak itu.
“Masalah wedding organizer yang sekarang telah dilaporkan oleh KPAI ke Bareskrim Polri tentunya kami akan mendalami permasalahan ini,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 10 Februari 2021.
Rusdi memastikan kepolisian tidak akan diam atas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Polisi akan memproses kasus itu.
“Bagaimana masalah-masalah yang muncul di masyarakat ini bisa diselesaikan secara tuntas,” ujar jenderal bintang satu itu.
Penyelenggara pernikahan, Aisha Weddings menuai kontroversi lantaran menyediakan paket pernikahan bagi anak. Paket pernikahan itu diunggah pada situs https://aishaweddings.com/keyakinan/untuk-kaum-muda/.
Namun, paket itu sudah tidak terlihat. Pihak wedding organizer itu telah menghapusnya setelah ramai di pemberitaan.
Anggota Ombudsman Ninik Rahayu mengecam kampanye pernikahan pada usia anak yang dilakukan oleh Aisha Weddings. Kampanye itu dinilai tidak hanya meresahkan masyarakat, namun juga merusak upaya penghapusan diskriminasi gender yang masih muncul hingga saat ini.
Dia menyebut kampanye itu seperti menyuburkan ketidakpatuhan atas kebijakan nasional. Yakni, dalam rangka upaya pemenuhan hak konstitusional warga negara, terutama perempuan dan anak.
“Perempuan dan anak berhak mengenyam pendidikan yang tinggi, berhak mendapat perlindungan kesehatan reproduksinya. Sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Perlindungan Anak,”kata Ninik dalam keterangan tertulis, Rabu, 10 Februari 2021.
Ia menilai kampanye Aisha Weddings berpotensi merusak tatanan kaum muda Indonesia. Padahal, kata dia, saat ini pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat gencar memberantas perkawinan anak dan perdagangan anak melalui pernikahan dini.
Ninik mengatakan tindakan Aisha Weddings dapat dikategorikan tindak pidana perdagangan orang. Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Pasal itu dikenakan karena ada unsur menganjurkan perkawinan pada anak.
“Kepolisian harus pro aktif mengusut tuntas terkait hal tersebut. Tidak harus menunggu pelaporan masyarakat,” ujar Ninik.(msn)