Indovoices.com –Wacana pajak sembako yang tertuang dalam Rancangan Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) menuai polemik.
RUU KUP tersebut memuat rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako dan sektor pendidikan.
Terkait wacana tersebut, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dinilai telah mempermalukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal ini disampaikan oleh anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun.
Dilansir Tribunnews, Misbakhun mengatakan, rencana Sri Mulyani itu sangat memengaruhi citra Jokowi yang dikenal peduli rakyat kecil.
“Polemik yang terjadi dan penolakan keras di masyarakat atas rencana Menkeu SMI ini sangat memengaruhi citra Presiden Jokowi dan pemerintahan yang dikenal sangat pro-rakyat kecil,” kata Misbakhun di Jakarta, Sabtu (12/6/2021).
Ia pun membeberkan alasan mengapa sembako serta sektor pendidikan dan kesehatan tak boleh dikenai pajak.
Menurutnya, ketiga hal tersebut adalah amanah konstitusi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bangsa sebagai tujuan negara.
“Kalau beras dijadikan objek pajak dan dikenakan PPN, pengaruhnya pada kualitas pangan rakyat.”
“Rakyat butuh pangan yang bagus agar kualitas kehidupan mereka juga baik,” ujarnya.
Karena itu, politikus Golkar ini menolak tegas wacana pajak sembako dan sektor pendidikan.
Ia menyarankan agar Sri Mulyani menarik RUU KUP.
“Tarik dan revisi, karena isi RUU KUP itu sangat tidak populer,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pedagang pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ferry Juliantono, menilai wacana pajak sembako justru membuktikan negara saat ini tengah bokek.
“Jadi kesimpulan saya ini kayaknya pemerintah lagi bokek lah sebenarnya, terus kemudian kejam sama rakyatnya,” ucapnya dalam diskusi virtual bertajuk Publik Teriak Sembako Dipajak, Sabtu (12/6/2021), dilansir Tribunnews.
Menurutnya, jika saat ini pemerintah tetap memaksakan mengenakan PPN pada kebutuhan pokok, maka pemerintah dinilainya sedang mengejar setoran.
“Kalau sekarang ini kelihatan motifnya ngejar setoran, kemudian sudahlah mana yang lebih cepat dari pengenaan pajak ini,” imbuhnya.
Ia pun menegaskan para pedagang siap mogok berjualan dan melakukan unjuk rasa jika wacana pajak sembako tetap diterapkan.
“Kalau pemerintahnya mengajukan Rancangan Undang-Undang, kita siap-siap menggunakan hak konstitusi kita pemogokan dan demonstrasi,” katanya, dilansir Tribunnews.
Lebih lanjut, Ferry menyarankan agar pemerintah membuat terobosan lain untuk meningkatkan potensi pendapatan negara, alih-alih memaksakan pajak sembako.
Ia menilai pajak sembako sebagai hal berbahaya.
Pasalnya, di tengah pandemi Covid-19, banyak mal dan retail tutup.
Sehingga pasar tradisional menjadi benteng pertahanan terakhir yang bisa menyediakan barang untuk masyarakat.
“Ini bahaya sekali. Apalagi sekarang mal-mal tutup, hypermarket tutup, retail tutup.”
“Jadi pasar-pasar (tradisional) inilah yang menjadi benteng pertahanan di bawah, yang tetep bisa menyediakan barang ke masyarakat,” tandasnya.
Tak Mencerminkan Pancasila
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, menilai wacana pajak sembako tak sesuai sila kedua dan kelima Pancasila, yang berbunyi, “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
“Mereka, masyarakat menengah ke bawah, mayoritas rakyat Indonesia yang terhubung dengan sekolah dan sembako justru dikenakan pertambahan pajak.”
“Sedangkan para orang kaya/konglomerat diberikan kebijakan tax amnesty, juga pajak 0% untuk PPnBM.”
“Kebijakan seperti itu jelas sangat tidak adil dan tidak manusiawi, tidak sesuai dengan Pancasila pada sila ke 2 dan ke 5,” beber HNW melalui keterangannya, Jumat (11/6/2021), dilansir Tribunnews.
Karena itu, HNW menilai pemerintah seharusnya lebih inovatif agar kewajibannya melindungi, memakmurkan, dan mencerdaskan rakyat Indonesia, dapat terpenuhi.
Ia pun menolak tegas jika wacana pajak sembako, juga menyasar sektor pendidikan swasta atau negeri, baik formal maupun informal.
Lebih lanjut, HNW mengingatkan DPR agar selalu mendengarkan aspirasi dan berlaku adil pada masyarakat.
“Dan DPR agar benar-benar mendengarkan aspirasi publik, menghadirkan keadilan dengan dan memastikan bahwa tidak ada revisi UU perpajakan yang tidak adil yang justru menambahi beban rakyat, seperti draft revisi RUU Perpajakan yang bocor dan beredar luas itu,” pungkasnya.
Senada dengan HNW, Presiden PKS, Ahmad Syaikhu, juga menilai wacana pajak semabako tak sesuai Pancasila dan cenderung menyengsarakan rakyat.
Tak hanya itu, menurutnya, wacana tersebut telah mencederai rasa keadilan.
“Ini kebijakan yang tidak Pancasilais karena mencederai rasa keadilan!”
“Dalam kondisi Pandemi seperti ini dapat semakin menyengsarakan rakyat,” ujar Syaikhu, dalam keterangannya, Jumat (11/6/2021), dilansir Tribunnews.
“Ini keadilannya dimana jika benar bahwa sembako akan dipajaki?”
“Di saat yang sama, pengemplang pajak diampuni dengan tax amnesty, pajak korporasi diringankan, dan pajak mobil mewah dibebaskan?” tambahnya.
Syaikhu kemudian mengatakan, pemerintah harusnya berempati pada kondisi yang menghimpit rakyat, terlebih di tengah pandemi seperti saat ini.
Karena itu, ia meminta agar pemerintah benar-benar mengkaji dampak dan risiko kebijakan pajak sembako sebelum diwacanakan pada publik dan diajukan ke DPR RI.
“Di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit karena pandemi, pajak sembako akan semakin mencekik ekonomi dan daya beli masyarakat bawah,” katanya.
“Harus dikaji betul dampak dari kebijakan tersebut sebelum dilemparkan ke publik dan DPR RI. Karena ini akan sangat mempengaruhi kredibilitas dan trust publik ke pada pemerintah,” tandasnya.