Indovoices.com- Presiden Joko Widodo meyakini bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah dengan sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Oleh karena itulah Presiden menyebut lima hal besar yang harus dilakukan pemerintahannya lima tahun mendatang.
Potensi Indonesia untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah sangat besar. Pasalnya saat ini, Presiden Jokowi menegaskan, Indonesia sedang berada di puncak bonus demografi, di mana penduduk usia produktif jauh lebih tinggi dibandingkan usia tidak produktif.
“Ini adalah tantangan besar dan sekaligus juga sebuah kesempatan besar. Ini menjadi masalah besar jika kita tidak mampu menyediakan kesempatan kerja. Tapi akan menjadi kesempatan besar jika kita mampu membangun SDM yang unggul. Dengan didukung oleh ekosistem politik yang kondusif dan dengan ekosistem ekonomi yang kondusif,” papar Presiden Jokowi dalam pidatonya di Paripurna MPR RI dengan agenda Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024, yang berlangsung di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019).
Lantaran itulah, Presiden Jokowi mengatakan, untuk mencapainya, dalam lima tahun ke depan pemerintah akan melakukan sejumlah hal. Pada kesempatan itu, Presiden menyebut lima hal besar yang akan dilakukan.
“Pertama, pembangunan SDM akan menjadi prioritas utama kita. Membangun SDM yang pekerja keras, yang dinamis. Membangun SDM yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengundang talenta-talenta global bekerja sama dengan kita,” tuturnya.
Itu semua, Presiden mengingatkan, tidak bisa diraih dengan cara-cara lama, cara-cara baru harus dikembangkan. “Kita perlu endowment fund yang besar untuk manajemen SDM kita,” katanya.
Presiden mengingatkan, kerja sama dengan industri juga penting dioptimalkan. Dan juga, sambung dia, penggunaan teknologi yang mempermudah jangkauan ke seluruh pelosok negeri.
Hal kedua, Jokowi mengatakan, melanjutkan pembangunan infrastruktur. “Infrastruktur yang menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, yang mempermudah akses ke kawasan wisata, yang mendongkrak lapangan kerja baru, yang mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat,” katanya.
Ketiga, Presiden Jokowi menegaskan akan menyederhanakan segala bentuk kendala regulasi. “Harus kita potong, harus kita pangkas,” tandasnya.
Terkait itu, Presiden menyampaikan, pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan 2 undang-undang besar. Yakni, kata dia, UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM.
“Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU. Puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan UU yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi,” tegasnya.
Hal keempat, menurut Presiden, adalah penyederhanaan birokrasi yang akan terus dilakukan secara besar-besaran. Dia mengingatkan, investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan.
“Prosedur yang panjang harus dipotong. Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa tidak kebanyakan? Saya minta untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi,” ujarnya.
Seiring itu, Presiden juga menyampaikan permintaan kepada para menteri, para pejabat dan birokrat, agar serius menjamin tercapainya tujuan program pembangunan. “Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, pasti saya copot,” paparnya.
Pada akhirnya, yang kelima, Presiden mengatakan, akan melakukan transformasi ekonomi. “Kita harus bertransformasi dari ketergantungan pada sumber daya alam menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” katanya.
Tampak hadir pula dalam acara pelantikan tersebut, para kepala negara dan kepala pemerintahan dari sejumlah negara sahabat. Di antaranya, dari Australia, Malaysia, Myanmar, RRC, Singapura, Kamboja, Vietnam, Brunei Dariussalam, dan Eswatini. (jpp)