Indovoices.com –Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang mengatakan karyawan harus mempertanyakan sejumlah informasi dan hak-hak yang didapat saat perusahaan hendak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan force majeure alias keadaan kahar.
Pertama, karyawan harus meminta perusahaan membuktikan bahwa kondisi yang dialami manajemen benar-benar tergolong dalam situasi yang memaksa. “Kondisi kahar merupakan keadaan ketika perusahaan sama sekali tidak mampu melanjutkan kerja sama karena kerugian yang dialami,” ujar Haiyani dalam diskusi virtual.
Sesuai dengan Pasal 164 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, perusahaan bisa melakukan PHK karena force majeure apabila manajemen mencatatkan kerugian secara terus-menerus dalam dua tahun terakhir. Karena itu, kata dia, pekerja harus memastikan apakah kerugian yang dialami perusahaannya memang sudah terjadi sebelum Covid-19 atau selama Covid-19.
Bila terkait Covid-19, seharusnya kondisi perusahaan tidak tergolong kahar. Sebab, status kahar harus diputuskan oleh pemerintah melalui kebijakan atau regulasi. “Sedangkan saat ini belum ada kebijakan force majeure tersebut,” tutur Haiyani.
Selanjutnya, ia mengungkap, perusahaan yang memecat karyawan karena situasi kahar mesti tetap membayarkan kewajibannya. Hak-hak ini meliputi uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan penggantian hak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Adapun berdasarkan catatan Kementerian Ketenagakerjaan, terdapat lebih dari tiga juta pekerja yang telah terimbas PHK, dirumahkan, serta migran yang dipulangkan atau gagal berangkat. Dari jumlah itu, 308.221 orang terkena PHK. Kemudian, 1.058.000 orang dirumahkan dan sisanya adalah migran.
Haiyani menjelaskan, sejatinya terdapat langkah-langkah alternatif untuk menghindari PHK di perusahaan. Misalnya, manajemen dapat mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, memangkas shift kerja, serta membatasi atau menghapus kerja lembur.
Kemudian, manajemen dapat mengurangi jam kerja atau hari kerja, meliburkan karyawan secara bergantian, tidak memperpanjang kontrak karyawan non-tetap, dan memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.(msn)