Tema peringatan tahunan yang jatuh setiap tangga 16 Oktober tersebut, sesuai dengan tema World Food Day tahun 2018 yang diusung oleh organisasi pangan dan pertanian dunia yakni “Our Actions are Our Future, A Zero Hunger World by 2030 is Possible”. Pemerintah bertekad menjadikan lahan rawa sebagai penjamin ketersediaan pangan masa depan, ditengah pesatnya pertumbuhan penduduk dan menyusutnya lahan pertanian.
“Optimalisasi lahan rawa adalah bagian dari komitmen pemerintahan Jokowi-JK untuk menjaga kebutuhan pangan kita dengan meningkatkan produktivitas pertanian. Bahkan, untuk visi yang lebih besar yakni lumbung pangan dunia di 2045,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat membuka acara di Barito Kuala pada Rabu (07/10/2018).
Optimisme Amran ini bukan tanpa alasan karena lahan rawa di Indonesia cukup besar namun masih dipandang sebelah mata. Dari data Kementan terlihat luas lahan rawa di Indonesia diperkirakan mencapai 34,1 juta hektare yang terdiri dari sekitar 20 juta hektare lahan rawa pasang surut, dan lebih dari 13 juta hektare lahan rawa lebak. Lahan ini tersebar rersebar di 18 provinsi, atau 300 kabupaten/kota.
Dari jumlah itu, 9,52 juta hektare diantaranya bisa dikembangkan untuk pertanian. Potensi ini lebih luas dibandingkan lahan sawah irigasi yang hanya seluas 8,1 juta hektare. Kendala terbesar pemanfaatan lahan rawa terdahulu adalah genangan maupun kekeringan, namun saat ini dapat diatasi dengan pengelolaan tata air dan teknologi penataan lahan.
“Kita buktikan, dengan teknologi, lahan rawa yang dulunya hanya menghasilkan asap saat kemarau, dan tergenang saat hujan kini bisa dipakai petani untuk menghasilkan pangan,” ujar Amran di antara 750 hektare lahan padi rawa yang siap panen di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Barito Kuala yang merupakan proyek percontohan.
Pertanian Modern Lahan Rawa
Amran menunjukkan, bahwa upaya konversi lahan rawa menjadi lahan pertanian ini telah berhasil dikembangkan seluas salah satunya di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, dan ditargetkan akan ada 4.000 hektare lahan rawa di Kalimantan Selatan hingga akhir tahun 2018 nanti yang sudah jadi lahan pertanian produktif.
Pembukaan lahan rawa ini dilengkapi dengan pembangunan irigasi dan penerapan mekanisasi pertanian modern. Sejumlah tantangan seperti menjaga level air dilakukan dengan pompanisasi, begitu juga pengapuran untuk mengatasi kadar asam yang tinggi, dan beberapa intervensi untuk percepatan lembusukan jerami.
Optimalisasi lahan rawa juga tidak terlepas dari penggunaan varietas unggul baru (VUB) padi yang adaptif untuk rawa, dipadukan dengan teknologi budidaya yang tepat. Sebanyak 35 varietas padi unggul adaptif lahan rawa pasang surut dan rawa lebak dengan berbagai sifat keunggulan termasuk yang banyak dikembagkan antara lain inbrida padi rawa (Inpara) yaitu Inpara 2, Inpara 3, Inpara 8 dan Inpara 9, dan padi sawah irigasi/tadah hujan yang juga ditanam varietas adalah Inpari 32, Inpari 40 dan Inpari 42 Agritan.
“Peringatan HPS ke-38 tak boleh sekedar seremonial, tetapi harus menjadi momentum penting untuk perkenalkan kepada dunia akan kemajuan teknologi pertanian, terutama keberhasilan Indonesia memanfaatkan lahan rawa pertanian produktif,” tutup Amran.
Sejumlah rangkaian acara mendukung HPS 2018, seperti Pekan Pertanian Lahan Rawa Nasional (PPRN) guna memperkenalkan teknologi dan inovasi lahan rawa untuk pertanian. Termasuk dengan melaunching lunching Taman Sains Pertanian (TSP) Lahan Rawa, Bimbingan Teknis pengelolaan lahan rawa, Gelar Inovasi teknologi Pertanian Lahan, dan Pameran IPTEK dan Inovasi Pertanian Lahan Rawa.
Kegiatan yang juga penting adalah pelaksanaan International Workshop on Tropocal Wetlands: Innovation in Mapping and Managament for Sustainable Agriculture, serta diplomatic tour untuk para duta besar negara sahabat. Semua itu dilakukan agar “Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Rawa Lebak dan Pasang Surut Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045” bukan sekedar tema, tapi implementasi dan kerja nyata.