Indovoices.com -Usai meluncurkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sebelumnya direalisasikan untuk mendorong pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Pemerintah kembali memberi dukungan, kali ini kepada Korporasi yang dikategorikan Non-UMKM dan Non-BUMN.
Dukungan tersebut dilakukan dengan skema penugasan kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII). Pengaturannya telah dimasukkan dalam Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020.
“Skema penjaminan kredit modal kerja kepada korporasi akan diberikan pada kredit dengan plafon Rp10 Miliar sampai dengan Rp1 Triliun, dan ditargetkan menciptakan Rp100 Triliun Kredit Modal Kerja sampai dengan 2021,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam acara penandatanganan Program Penjaminan Korporasi dalam rangka PEN, di Jakarta.
Menko Perekonomian menjelaskan, dukungan ini tidak kalah penting karena korporasi pun mengalami kesulitan operasional maupun kesulitan keuangan akibat pandemi Covid-19. Terutama korporasi padat karya yang jika kesulitan beroperasi akan berdampak pada PHK.
“Program ini menjadi penting sebagai daya tahan agar korporasi bisa melakukan rescheduling, bahkan bisa meningkatkan kredit modal kerja. Terutama untuk sektor padat karya yang memperkerjakan banyak tenaga kerja,” katanya.
Program PEN, papar Airlangga, dirancang untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usaha dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, implementasi Program PEN dilakukan melalui modalitas Penempatan Dana ke Perbankan, Penjaminan Kredit Modal Kerja, Penyertaan Modal Negara, Investasi Pemerintah, serta dukungan belanja negara. Pelaksanaan kelima modalitas Program PEN terus diakselarasi agar dapat segera dirasakan manfaatnya oleh dunia usaha.
“Dari program PEN tersebut, ada yang sudah dijalankan yaitu jaminan UMKM melalui PT Jamkrindo dan PT Askrindo. Kemudian PT SMI juga menandatangani dengan berbagai BPD,” tutur Airlangga.
Dengan demikian, lanjutnya, program yang memfokuskan pada non UMKM dan non BUMN ini juga tidak kalah penting. “Dengan terlibatnya seluruh perbankan, diharapkan semuanya bisa menyalurkan untuk melakukan restructuring sehingga ekonomi indonesia dan sektor korporasi bisa kembali seperti semula,” jelas Menko Airlangga.
Menko Perekonomian menerangkan, penyebaran wabah Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda melambat. Aktivitas ekonomi global pun belum akan kembali ke normal seperti masa sebelum pandemi. Berbagai lembaga internasional memperkirakan kontraksi pada tahun 2020 pada kisaran -4.9 sampai dengan -7.6 persen.
Seperti dialami sebagian besar negara di dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal ke-1 tahun 2020 melambat menjadi 3 persen. Pada Kuartal ke-2 tahun 2020, tekanan ekonomi diproyeksikan akan semakin berat dan mengalami kontraksi. “Di akhir tahun, kita berharap bisa keluar dari krisis atau zona negatif ini,” imbuhnya.
Agar terhindar dari resesi, pemerintah harus melakukan langkah extraordinary untuk mendorong pemulihan ekonomi di Kuartal ke-3 dan ke-4 tahun 2020. Belanja pemerintah secara besar-besaran akan didorong sehingga permintaan dalam negeri meningkat dan dunia usaha tergerak untuk berinvestasi. Oleh karena itu, dukungan untuk dunia usaha harus segera dipercepat implementasinya.
“Belanja pemerintah didorong sebagai salah satu penggerak dan pengungkit perekonomian agar di semester kedua tahun 2020, kita bisa memperbaiki pertumbuhan ekonomi dari minus menjadi nol atau positif,” sambung Menko Airlangga.
Ia pun kembali menegaskan, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional dibentuk untuk mengintegrasikan kebijakan kesehatan dan ekonomi sehingga penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi dapat berjalan beriringan dan terintegrasi dalam satu kelembagaan. Akan tetapi, harus dipahami bersama bahwa penanganan kesehatan tetap menjadi prioritas. (kominfo)