Indovoices.com– Penguatan karakter menjadi salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo. Dalam Nawacita disebutkan bahwa Pemerintah akan melakukan revolusi karakter bangsa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengimplementasikan penguatan karakter generasi penerus bangsa melalui gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016.
Sejalan dengan gerakan PPK, UNESCO Associated School Project Network (ASPnet) Indonesia, Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), serta Kemendikbud menyelenggarakan lokakarya untuk para guru SD dan SMP tentang Program Learning to Live Together (LTLT) yang merupakan suatu program kerja sama dengan Arigatou International, sebuah organisasi non-profit global yang berkomitmen untuk membangun dunia yang lebih baik untuk anak-anak. Pelatihan ini diselenggarakan di Jakarta pada 28 Juli s.d. 1 Agustus 2019.
“Ini merupakan proses yang sangat penting karena UNESCO dilahirkan setelah Perang Dunia II. Jadi yang kita berikan bukan hanya memberikan pelajaran melainkan juga mereka harus bisa hidup bersama. Meskipun sekolah mempunyai kurikulum yang menjadi acuan keberhasilan, tetapi hidup bersama tidak boleh dilupakan oleh para guru. Kita tahu bahwa definisi pendidikan itu menciptakan suasana yang terencana untuk mengembangkan lima potensi yaitu potensi spiritual, potensi emosional, potensi akal/kecerdasan, potensi fisik, serta potensi kecerdasan sosial,” demikian disampaikan Ketua Harian KNIU, Arief Rachman, saat memberikan arahan pada pembukaan lokakarya Program LTLT di Jakarta, pada Senin (29/07/2019).
“Sampai saat ini memang kemampuan akademis dulu yang dapat diukur karena sangat realistis. Namun demikian, dari waktu ke waktu, Arigatou mengingatkan kami bahwa belajar untuk hidup bersama itu sangat penting dan ini sebabnya guru-guru kami datangkan ke tempat ini. Harapan kami hasil yang didapat dari pelatihan ini bisa ditularkan ke yang lain,” imbuh Arief yang juga pendiri Labs School Jakarta itu.
Senada dengan Arief Rachman, Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikbud, Praptono, mengatakan bahwa Kemendikbud menyambut baik program ini.
“Ini seperti gayung bersambut dengan apa yang hari ini menjadi perhatian serius dari Kemendikbud. Bagaimana kita menghadapi radikalisme maupun kekerasan. Saya kira semangat untuk hidup berdampingan menjadi sesuatu yang sangat baik dan workshop ini akan membekalkan kepada para guru kita bagaimana agar kita bisa mengajarkan hidup berdampingan dengan penuh kedamaian, semangat gotong royong karena kita berada dalam wilayah NKRI. Ada lima nilai utama ketika kita menanamkan pendidikan karakter, yaitu religiusitas, nasionalisme, kemandirian,semangat gotong royong, serta integritas,” ucapnya.
Pada kesempatan ini, Direktur UNESCO Jakarta, Shahbaz Khan, menjelaskan bahwa konteks Learning to Living Together ini merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama manusia dan lingkungan hidup yang membentuk suatu harmoni. Hal ini sejalan dengan hal-hal yang menjadi perhatian UNESCO yaitu terjalinnya harmoni antara ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.
“Kemiskinan, kekerasan, ketidaksetaraan, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi penyebab terancamnya perdamaian berkelanjutan. Sebagai reaksi atas hal tersebut, UNESCO meluncurkan Global Citizenship Education (GCED). GCED adalah tanggapan UNESCO terhadap tantangan-tantangan ini. Caranya adalah dengan memberdayakan peserta didik dari segala usia untuk memahami bahwa ini adalah masalah global, bukan lokal dan untuk menjadi pendukung aktif masyarakat yang lebih damai, toleran, inklusif, aman dan berkelanjutan,” kata Shahbaz.
Kegiatan ini juga disambut positif oleh Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban, Syafiq A Mughni, yang turut hadir dalam acara tersebut. Syafiq menekankan bahwa pelaksanaan kegiatan ini menyangkut hajat hidup manusia, tidak hanya yang hidup di Indonesia melainkan juga masyarakat internasional karena sama-sama merasakan masalah yang dialami umat manusia sekarang.
“Oleh karena itulah, dunia pendidikan dianggap sangat strategis untuk membangun kehidupan yang positif. Mungkin awalnya anak didik tidak paham mengenai radikalisme dan ekstrimisme ketika membaca tentang hal tersebut tetapi yang penting adalah bagaimana mereka memiliki resiliensi. Mereka mempunyai daya tahan untuk menangkal pikiran-pikiran dan pengaruh yang tidak positif khususnya melalui dunia maya,” terang Syafiq.
Sementara itu, Direktur Arigatou International, Maria Lucia, berharap agar Indonesia sebagai negara dengan keberagaman tinggi, mampu menjadi contoh dan pelopor LTLT bagi negara-negara di sekitarnya, terlebih lagi dasar negara Indonesia yakni Pancasila sejalan dengan program LTLT. “Dengan adanya program ini diharapkan terciptanya empati, rasa hormat, tanggung jawab dan rekonsiliasi pada anak-anak Indonesia,” ujar Maria Lucia.
Dilanjutkan Maria, program ini telah dikembangkan selama 4 tahun dalam kerangka kerja sama internasional. Konten ini dapat dimodifikasi sesuai dengan nilai dan karakter masyarakat di negara setempat yang menjalankannya. Program ini juga melengkapi dan memperkuat kurikulum setempat, seperti yang ada di Indonesia yaitu program Pengembangan Pendidikan Karakter. “Kita harapkan di tahun-tahun mendatang akan semakin banyak guru yang mendapat pelatihan serupa dan guru-guru yang sudah mendapat pelatihan ini akan menduplikasikannya kepada sesama guru dan para anak didik mereka,” pungkasnya.
Learning to Live Together (LTLT) fokus pada interfaith ethics education (etika pendidikan antaragama) di mana program ini memfasilitasi modul pembelajaran yang menggunakan teknik pengajar antarbudaya dan antaragama untuk para guru.
Tujuan utama lokakarya ini adalah untuk memperkuat pendidikan karakter dan moral peserta didik dengan harapan agar guru dapat menjadi pendidik dan fasilitator yang mampu mendorong murid-muridnya untuk membangun budaya damai dengan memberikan nilai-nilai etika seperti sikap saling menghargai, sikap empati, dan tanggung jawab dan menghindari konflik dan kekerasan yang kerap terjadi di sekolah.
Dengan mengikuti lokakarya ini, diharapkan agar para peserta dapat memperoleh teknik pembelajaran yang mengajarkan peserta didik untuk hidup harmonis dan menghargai perbedaan, teknik pembelajaran untuk pemecahan konflik, serta pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan yang kreatif dan menyenangkan. (jpp)