Indovoices.com –Peneliti Vaksin Nusantara dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dinilai perlu memperbaiki komunikasi. Hal ini menyusul tidak terpenuhinya unsur kaidah medis dalam pengembangan vaksin tersebut.
“Masalah komunikasi antara peneliti dan BPOM, antara data yang dilaporkan dan sebagainya. Itu tinggal diselaraskan saja,” kata Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Amin Soebandrio, Kamis, 11 Maret 2021.
Amin menuturkan BPOM telah memiliki standar prosedur penelitian yang mesti dipenuhi. Dalam penelitian vaksin tidak hanya menyesuaikan aturan BPOM, tetapi juga standar internasional.
Pengembangan produk imunitas tubuh mesti mematuhi hal tersebut. Sehingga, produk vaksin yang dikembangkan dan digunakan Indonesia bisa diakui dunia.
“Supaya produk vaksin Indonesia juga diakui internasional, selain juga digunakan di Indonesia juga memenuhi persyaratan internasional,” ujar Amin.
LBM Eijkman tidak terlibat langsung dalam proses penelitian Vaksin Nusantara. Namun, lembaga itu mendukung kemandirian bangsa dalam mengembangkan vaksin.
“Kami mendukung semua upaya pengembangan vaksin di Indonesia, sejauh semuanya memenuhi persyaratan dan kaidah ilmiah yang berlaku,” ucap Amin.
Sebelumnya, Kepala BPOM Penny Lukito menyebut proses uji klinis Vaksin Nusantara tidak mengikuti kaidah klinis. Salah satu kaidah klinis yang tak diikuti ialah tempat lokasi penelitian.
Terdapat perbedaan tempat penelitian dengan pihak yang sebelumnya mengajukan diri sebagai komite etik. Padahal, BPOM telah membuat aturan tertentu terhadap segala proses pembuatan vaksin gagasan eks Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto itu.
“Komite etik dikeluarkan oleh RSPAD Gatot Soebroto Jakarta tapi pelaksanaan penelitian ada di RSUP dr Kariadi Semarang,” kata Penny dalam Rapat Kerja di Komisi IX DPR, Rabu, 10 Maret 2021.